Menurut Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din, dunia bukanlah sesuatu yang mutlak buruk atau mutlak baik, tetapi tergantung pada bagaimana manusia menyikapinya. Dunia bisa menjadi sebab kebaikan jika digunakan sesuai dengan kehendak Allah, tetapi bisa menjadi sebab kebinasaan jika dijadikan tujuan utama hidup.
1. Dunia Bisa Membaikkan Jika Digunakan dengan Benar
Dunia dapat menjadi sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Beberapa cara bagaimana dunia bisa membaikkan seseorang menurut Al-Ghazali:
A. Dunia Sebagai Sarana Beribadah
Jika seseorang menggunakan dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah, dunia justru menjadi ladang amal yang membawanya kepada kebaikan.
Allah berfirman:
"Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia." (QS. Al-Qasas: 77)
Dunia bisa digunakan untuk:
- Membangun masjid, pesantren, atau lembaga pendidikan Islam.
- Menggunakan harta untuk membantu orang miskin dan beramal shalih.
- Memanfaatkan ilmu duniawi untuk kemaslahatan umat.
B. Dunia Sebagai Ujian untuk Menguatkan Iman
Al-Ghazali menjelaskan bahwa dunia adalah ujian, dan ujian bisa menjadi sarana untuk meningkatkan derajat keimanan. Orang yang mampu bersabar dalam kesulitan dan bersyukur dalam kelapangan, maka dunia akan membawanya kepada kebahagiaan akhirat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh mengagumkan keadaan seorang mukmin! Segala urusannya adalah baik. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu baik baginya.” (HR. Muslim)
C. Dunia Sebagai Ladang Amal
Manusia diberikan kehidupan dunia sebagai kesempatan untuk mengumpulkan pahala sebelum datangnya kematian.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Dunia adalah ladang akhirat.”
Jika seseorang menggunakannya untuk berbuat baik, dunia akan menjadi tempat yang membawa manfaat dan keberkahan bagi dirinya.
2. Dunia Bisa Menjadi Penyebab Kebinasaan
Di sisi lain, dunia juga bisa menjerumuskan seseorang ke dalam kebinasaan jika terlalu dicintai dan dijadikan tujuan utama hidup. Beberapa bahayanya:
-
Melupakan Allah dan Akhirat
"Mereka merasa bangga dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia dibanding akhirat hanyalah kesenangan yang sedikit." (QS. Ar-Ra’d: 26) -
Menjadikan Hati Lalai
Terlalu sibuk mengejar dunia membuat seseorang lalai dari ibadah, seperti sholat, dzikir, dan mengingat kematian. -
Memicu Sifat Tamak, Kikir, dan Hasad
Jika dunia dikejar tanpa batas, seseorang akan menjadi tamak, kikir, dan iri terhadap orang lain. -
Menghalalkan Segala Cara
Orang yang terlalu mencintai dunia bisa menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, termasuk menipu, mencuri, dan berbuat zalim.
Kesimpulan
Dunia bisa membaikkan jika dijadikan sebagai sarana untuk ibadah, amal shalih, dan meningkatkan keimanan. Namun, dunia bisa menjadi penyebab kebinasaan jika dijadikan tujuan utama, melalaikan akhirat, dan menumbuhkan sifat tamak serta kikir.
Kuncinya adalah menyeimbangkan antara dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran Islam, sebagaimana diajarkan oleh Imam Al-Ghazali:
"Jadikan dunia di tanganmu, tetapi jangan biarkan dunia masuk ke dalam hatimu."
BAHAYA MENCINTAI DUNIA
Dalam Ihya' Ulum al-Din, Imam Al-Ghazali banyak membahas tentang bahaya duniawi, terutama dalam Kitab Zuhud dan Kitab Mahabbah, serta bagian-bagian yang membahas sifat dunia dan bagaimana seharusnya seorang Muslim menyikapinya. Berikut adalah beberapa poin utama dari penjelasan Al-Ghazali tentang bahaya duniawi:
1. Dunia adalah Ujian dan Tipu Daya
Al-Ghazali menegaskan bahwa dunia hanyalah ujian (fitnah) yang bisa melalaikan manusia dari tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu akhirat. Dunia sering kali tampak indah dan memikat, tetapi pada hakikatnya penuh dengan tipu daya. Dalam Ihya', beliau mengutip hadits Nabi ﷺ:
"Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu khalifah di dalamnya untuk melihat bagaimana kamu berbuat." (HR. Muslim)
Dunia tampak menarik dan menyenangkan, tetapi jika seseorang terlalu mencintainya, maka ia akan terjerumus ke dalam kelalaian dan melupakan kehidupan akhirat.
2. Cinta Dunia adalah Pangkal Segala Kejahatan
Al-Ghazali menyebutkan bahwa kecintaan terhadap dunia adalah akar dari berbagai penyakit hati seperti tamak, dengki, riya', dan sombong. Beliau mengutip sabda Nabi ﷺ:
"Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan." (Hubbu al-dunya ra'su kulli khati'ah)
Menurutnya, orang yang terlalu mencintai dunia akan terus menerus mengejar harta, jabatan, dan kesenangan tanpa mempertimbangkan halal-haramnya, sehingga akhirnya terjerumus ke dalam dosa dan kehancuran.
3. Dunia sebagai Penghalang Menuju Allah
Dalam Ihya', Al-Ghazali menjelaskan bahwa dunia dapat menjadi hijab (penghalang) antara manusia dan Allah. Jika seseorang sibuk dengan urusan duniawi tanpa mengingat Allah, maka hatinya akan tertutup dari cahaya ilahi. Ia memberikan analogi bahwa dunia seperti bayangan—jika seseorang mengejarnya, maka bayangan itu akan menjauh. Namun, jika ia berpaling dari dunia, maka dunia akan mengikuti dengan sendirinya.
4. Dunia seperti Racun Manis
Al-Ghazali juga menggambarkan dunia seperti makanan yang lezat tetapi mengandung racun. Orang yang tidak berhati-hati dalam menikmati dunia akan merusak hatinya dan kehilangan kebahagiaan hakiki. Oleh karena itu, beliau menekankan pentingnya zuhud (bersikap sederhana dan tidak tergila-gila dengan dunia).
5. Cara Menyikapi Dunia
Meskipun dunia berbahaya, Al-Ghazali tidak mengatakan bahwa dunia harus ditinggalkan sepenuhnya. Sebaliknya, beliau mengajarkan keseimbangan:
- Menggunakan dunia sebagai sarana menuju akhirat, bukan tujuan akhir.
- Tidak berlebihan dalam mencintai harta dan jabatan.
- Menjadikan dunia sebagai ladang amal saleh.
- Mengendalikan nafsu dengan mujahadah dan memperbanyak zikir.
Dalam Kitab Zuhud, beliau mengutip perkataan para ulama salaf:
"Dunia itu seperti air laut, semakin banyak diminum, semakin haus."
Kesimpulannya, Ihya' Ulum al-Din mengajarkan agar manusia berhati-hati terhadap tipu daya dunia dan menjadikannya sebagai sarana untuk meraih ridha Allah, bukan sebagai tujuan utama hidup.
HUBUNGAN DUNIA DENGAN HAW NAFSU
Dalam Ihya' Ulum al-Din, Imam Al-Ghazali banyak membahas hubungan antara dunia dan hawa nafsu, terutama dalam Kitab Zuhud, Kitab Mahabbah, dan Kitab Kasr al-Syahwatain (Menundukkan Dua Syahwat: Perut dan Kemaluan). Beliau menjelaskan bahwa dunia dan hawa nafsu memiliki keterkaitan erat, di mana dunia menjadi sarana yang sering kali memperkuat dorongan hawa nafsu manusia, sehingga dapat menjauhkan mereka dari Allah.
1. Dunia adalah Ladang Hawa Nafsu
Al-Ghazali menegaskan bahwa dunia menjadi tempat berkembangnya hawa nafsu karena dunia menawarkan berbagai kesenangan yang dapat memanjakan jiwa dan melemahkan keinginan untuk beribadah. Ia mengatakan bahwa manusia secara fitrah cenderung menyukai kenikmatan dunia, seperti makanan lezat, harta, kekuasaan, dan kedudukan.
Dalam Ihya', Al-Ghazali mengutip firman Allah:
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali ‘Imran: 14)
Ayat ini menunjukkan bahwa dunia penuh dengan hal-hal yang disukai hawa nafsu, tetapi jika tidak dikendalikan, akan membuat manusia lalai dari akhirat.
2. Hawa Nafsu Menjadikan Dunia Sebagai Tujuan Akhir
Salah satu bahaya terbesar hawa nafsu adalah menjadikan dunia sebagai tujuan hidup, bukan sebagai sarana menuju akhirat. Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang diperbudak oleh hawa nafsunya akan terus mengejar kenikmatan dunia, tanpa peduli apakah itu halal atau haram.
Beliau mengingatkan bahwa hawa nafsu cenderung membawa manusia pada keserakahan (tama'), kedengkian (hasad), riya’, dan kesombongan (kibr). Ketika seseorang terlalu mencintai dunia, maka hatinya akan menjadi keras dan semakin sulit menerima kebenaran.
3. Dunia dan Hawa Nafsu Sebagai Hijab dari Allah
Dalam Ihya', Al-Ghazali menekankan bahwa dunia dan hawa nafsu adalah dua hijab besar yang menghalangi manusia dari mengenal Allah. Hawa nafsu yang dipuaskan dengan kenikmatan duniawi akan menutupi cahaya hati, sehingga manusia kehilangan kesadaran akan akhirat.
Beliau menjelaskan bahwa orang yang dikuasai hawa nafsunya akan selalu sibuk dengan urusan dunia dan melupakan ibadah. Hal ini berbahaya karena semakin seseorang tenggelam dalam dunia, semakin sulit baginya untuk bertaubat dan kembali kepada Allah.
4. Cara Mengendalikan Hawa Nafsu dan Dunia
Meskipun dunia dan hawa nafsu bisa menjadi fitnah, Al-Ghazali tidak mengajarkan untuk meninggalkan dunia sepenuhnya. Sebaliknya, ia menekankan konsep keseimbangan dan pengendalian diri. Berikut adalah beberapa cara yang beliau ajarkan untuk mengendalikan hawa nafsu dalam menghadapi dunia:
-
Mujahadah (Berjuang Melawan Hawa Nafsu):
Seseorang harus melatih dirinya untuk menahan keinginan duniawi yang berlebihan dengan berpuasa, memperbanyak zikir, dan menjauhi lingkungan yang mendorong kemaksiatan. -
Zuhud (Tidak Berlebihan dalam Mencintai Dunia):
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi menggunakan dunia sekadarnya tanpa terikat dengannya. Dalam Ihya', Al-Ghazali mengatakan:
“Dunia itu seperti ular, permukaannya halus tetapi di dalamnya mengandung racun. Orang yang berakal akan menghindarinya, sementara orang bodoh akan tergoda oleh keindahannya.” -
Mengingat Kematian dan Akhirat:
Mengingat kematian adalah salah satu cara paling efektif untuk melemahkan hawa nafsu dan mengurangi cinta dunia. Dalam Ihya', Al-Ghazali menekankan bahwa orang yang sering mengingat kematian akan lebih mudah mengendalikan hawa nafsunya. -
Menjalin Hubungan dengan Orang Saleh:
Berteman dengan orang-orang yang zuhud dan saleh dapat membantu seseorang mengendalikan hawa nafsunya dan tidak terlalu terpaku pada dunia.
Kesimpulan
Al-Ghazali dalam Ihya' Ulum al-Din menjelaskan bahwa dunia dan hawa nafsu memiliki hubungan yang erat, di mana dunia sering kali menjadi alat bagi hawa nafsu untuk menguasai manusia. Namun, Islam tidak melarang menikmati dunia, asalkan dengan cara yang seimbang dan tidak melupakan akhirat. Oleh karena itu, seorang Muslim harus selalu waspada terhadap godaan dunia dan berusaha mengendalikan hawa nafsunya agar tidak terjerumus ke dalam kelalaian.
HUBUNGAN SYETHAN DAN DUNIAWI
Hubungan antara Dunia dan Setan dalam Ihya' Ulum al-Din
Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulum al-Din menjelaskan bahwa dunia bukan hanya berhubungan dengan hawa nafsu, tetapi juga merupakan salah satu senjata utama yang digunakan oleh setan untuk menyesatkan manusia. Setan memanfaatkan kecintaan manusia terhadap dunia untuk menjauhkan mereka dari Allah dan menjebak mereka ke dalam kelalaian dan dosa.
Berikut beberapa poin penting dari pemaparan Al-Ghazali tentang hubungan dunia dan setan:
1. Dunia Sebagai Senjata Setan untuk Menyesatkan Manusia
Al-Ghazali menegaskan bahwa dunia adalah alat yang digunakan setan untuk menggoda manusia. Dunia dipenuhi dengan kesenangan yang tampak menarik, tetapi sejatinya dapat membuat manusia lalai dan terseret dalam kemaksiatan.
Beliau mengutip firman Allah:
"Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuh. Sesungguhnya ia hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala." (QS. Fatir: 6)
Setan menggunakan dunia sebagai jebakan untuk membuat manusia mencintainya secara berlebihan, sehingga mereka lupa pada akhirat.
2. Setan Menggunakan Dunia untuk Menyuburkan Kesombongan dan Keserakahan
Al-Ghazali menjelaskan bahwa setan membisikkan ke dalam hati manusia untuk terus mengejar harta, jabatan, dan kekuasaan. Setan menanamkan sifat sombong dan tamak dalam diri seseorang sehingga mereka merasa lebih baik dari orang lain dan melupakan hakikat dunia yang sementara.
Beliau juga mengingatkan bahwa banyak orang yang terjerumus dalam kebinasaan karena harta dan kedudukan, seperti Qarun yang menjadi sombong karena kekayaannya dan akhirnya dibinasakan oleh Allah.
3. Setan Memperindah Dunia agar Tampak Menawan
Setan memiliki strategi yang sangat halus dalam menyesatkan manusia, salah satunya dengan memperindah dunia sehingga manusia tertarik padanya dan semakin jauh dari Allah. Dalam Ihya', Al-Ghazali mengutip firman Allah:
"Setan menjadikan terasa indah bagi mereka amal perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), maka mereka tidak mendapat petunjuk." (QS. An-Naml: 24)
Bentuk-bentuk tipu daya setan dalam menghiasi dunia, antara lain:
- Membuat seseorang merasa bahwa kenikmatan dunia adalah tujuan utama hidup.
- Menanamkan perasaan bahwa semakin kaya dan berkuasa, semakin mulia seseorang.
- Menggoda manusia untuk mencari harta dengan cara yang haram.
4. Dunia sebagai "Jebakan" yang Membuat Manusia Lalai dari Ibadah
Al-Ghazali mengingatkan bahwa setan akan selalu berusaha membuat manusia sibuk dengan dunia agar mereka melupakan ibadah. Setan membisikkan berbagai alasan agar seseorang menunda-nunda shalat, malas berzikir, atau terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga melupakan akhirat.
Beliau menjelaskan bahwa dunia seperti bayangan—jika seseorang mengejarnya, ia akan terus menjauh. Namun, jika seseorang berpaling darinya dan lebih fokus kepada Allah, maka dunia justru akan mengikuti dengan sendirinya.
5. Cara Menghindari Tipu Daya Dunia dan Setan
Al-Ghazali memberikan beberapa cara untuk menghindari jebakan dunia yang digunakan setan, antara lain:
- Menanamkan Zuhud: Tidak terlalu mencintai dunia dan menjadikannya hanya sebagai sarana untuk akhirat.
- Mengingat Kematian: Mengingat kematian adalah cara yang efektif untuk menyadarkan manusia bahwa dunia hanyalah sementara.
- Banyak Berzikir dan Beristighfar: Zikir menghalangi setan dari masuk ke dalam hati manusia dan membersihkan hati dari kecintaan dunia yang berlebihan.
- Menjauhi Pergaulan yang Menyesatkan: Berteman dengan orang-orang yang saleh agar tidak terpengaruh oleh godaan dunia yang dipoles oleh setan.
Kesimpulan
Dalam Ihya' Ulum al-Din, Al-Ghazali menggambarkan dunia sebagai alat yang digunakan setan untuk menyesatkan manusia. Setan memperindah dunia agar manusia tenggelam dalam kenikmatannya, sehingga melupakan akhirat dan terjerumus dalam kesombongan, keserakahan, dan kelalaian. Oleh karena itu, seorang Muslim harus berhati-hati dalam menyikapi dunia dan senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah agar tidak terjebak dalam tipu daya setan.
PENYESALAN AHLI DUNIAPenyesalan Ahli Dunia dalam Pandangan Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulum al-Din menggambarkan bagaimana orang yang terlalu mencintai dunia akan mengalami penyesalan mendalam, baik saat menjelang kematian maupun di akhirat. Mereka yang sepanjang hidupnya hanya mengejar harta, kekuasaan, dan kesenangan dunia tanpa mempersiapkan bekal akhirat akan menyadari bahwa semua yang mereka kejar hanyalah fatamorgana.
Berikut adalah beberapa bentuk penyesalan ahli dunia menurut Imam Al-Ghazali:
1. Penyesalan Saat Sakaratul Maut
Seseorang yang sepanjang hidupnya sibuk mengejar dunia akan mengalami penyesalan yang mendalam ketika ajal menjemput. Pada saat itu, ia baru sadar bahwa dunia yang ia banggakan tidak bisa menyelamatkannya dari kematian dan siksa kubur.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Hingga apabila kematian datang kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal saleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja." (QS. Al-Mu’minun: 99-100)
Imam Al-Ghazali dalam Ihya' menjelaskan bahwa orang yang terlalu mencintai dunia akan mengalami ketakutan luar biasa saat sakaratul maut karena ia tidak memiliki bekal untuk akhirat. Hatinya akan dipenuhi dengan rasa sesal karena seluruh harta dan kejayaannya tidak lagi berguna.
2. Penyesalan di Alam Kubur
Setelah meninggal, ahli dunia akan semakin menyesal ketika menyadari bahwa harta dan kekuasaan yang mereka banggakan tidak bisa menyelamatkan mereka dari siksa kubur. Mereka baru sadar bahwa hidup di dunia hanyalah ujian sementara.
Dalam Ihya', Al-Ghazali menukil hadits Nabi ﷺ:
"Orang yang cerdas adalah orang yang selalu mengingat kematian dan mempersiapkan dirinya untuk kehidupan setelahnya. Sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah tanpa usaha." (HR. Tirmidzi)
Ahli dunia yang tidak mempersiapkan akhirat akan berharap bisa kembali ke dunia untuk beramal, tetapi semua itu sudah terlambat.
3. Penyesalan di Hari Kiamat
Ketika manusia dibangkitkan di Hari Kiamat, mereka akan melihat dengan jelas bahwa dunia yang mereka kejar tidak ada nilainya dibanding akhirat. Ahli dunia akan menyesali setiap detik yang mereka habiskan untuk kesenangan duniawi yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat mereka.
Allah berfirman:
"Pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; pada hari itu ingatlah manusia, tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.’" (QS. Al-Fajr: 23-24)
Al-Ghazali dalam Ihya' menggambarkan bagaimana ahli dunia akan menyesal ketika melihat orang-orang yang dahulu zuhud dan banyak beribadah mendapatkan kenikmatan surga, sedangkan mereka sendiri tersiksa karena kesalahan mereka dalam mencintai dunia secara berlebihan.
4. Dialog Ahli Dunia dengan Setan
Dalam Ihya', Al-Ghazali juga menyebut bahwa salah satu momen penyesalan terbesar bagi ahli dunia adalah ketika mereka menyadari bahwa mereka telah tertipu oleh setan. Setan yang dahulu menggoda mereka untuk mengejar dunia akhirnya akan berlepas tangan di akhirat.
Allah berfirman tentang ucapan setan di hari kiamat:
"Sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. Al-Hasyr: 16)
Saat itu, ahli dunia baru sadar bahwa mereka telah tertipu dan kehilangan segalanya.
5. Penyesalan di Surga yang Luput
Al-Ghazali juga menekankan bahwa tidak hanya ahli neraka yang menyesal, tetapi bahkan orang-orang beriman yang terlalu sibuk dengan dunia juga akan menyesali waktu yang terbuang sia-sia. Mereka akan melihat tingkat surga yang lebih tinggi dan menyesal karena tidak lebih banyak beribadah dan beramal saleh.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
"Tidak ada seorang pun di surga yang menyesal kecuali orang yang menyesali waktu yang ia lewatkan tanpa mengingat Allah." (HR. Thabrani)
Orang yang mencintai dunia akan menyesali bahwa jika saja mereka lebih fokus pada akhirat, mereka bisa mendapatkan derajat yang lebih tinggi di surga.
Kesimpulan
Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulum al-Din menggambarkan bahwa ahli dunia akan mengalami penyesalan dalam berbagai tahap: saat sakaratul maut, di alam kubur, di hari kiamat, saat setan berlepas tangan, dan ketika mereka melihat surga yang luput dari mereka. Oleh karena itu, beliau menekankan pentingnya mengendalikan cinta dunia dan menjadikannya sebagai sarana menuju akhirat, bukan sebagai tujuan utama hidup.
Sifat Hasad Sebab Duniawi dalam Pandangan Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menjelaskan bahwa hasad (dengki) adalah salah satu penyakit hati yang berbahaya, terutama ketika didorong oleh kecintaan terhadap dunia. Hasad terjadi ketika seseorang merasa tidak senang dengan nikmat yang diberikan Allah kepada orang lain, bahkan menginginkan nikmat itu hilang.
1. Penyebab Hasad yang Berkaitan dengan Dunia
Menurut Al-Ghazali, hasad sering kali muncul karena faktor duniawi, di antaranya:
-
Persaingan dalam Harta dan Kedudukan
Orang yang terlalu mencintai dunia sering merasa iri jika orang lain memiliki lebih banyak harta, jabatan, atau pengaruh. Ia merasa tersaingi dan ingin menjatuhkan saingannya. -
Ambisi untuk Menjadi yang Terbaik
Banyak orang ingin menjadi yang paling unggul dalam suatu bidang. Jika ada orang lain yang lebih sukses, mereka merasa tersaingi dan muncul rasa dengki. -
Kesombongan dan Merasa Lebih Pantas
Ada orang yang merasa dirinya lebih layak mendapatkan nikmat dibanding orang lain. Ketika orang yang dianggap lebih rendah mendapatkan rezeki lebih besar, muncul rasa tidak terima yang berujung pada hasad. -
Permusuhan dan Kebencian
Hasad juga muncul dari rasa dendam. Jika seseorang tidak menyukai orang lain, ia akan merasa sakit hati jika orang yang dibenci itu mendapatkan keberuntungan.
2. Bahaya Hasad dalam Kehidupan Dunia dan Akhirat
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa hasad adalah penyakit yang bukan hanya merugikan pelakunya di akhirat, tetapi juga menyiksanya di dunia.
-
Hasad Membuat Hati Gelisah dan Tidak Bahagia
Orang yang hasad selalu merasa tidak puas dan tersiksa melihat kebahagiaan orang lain. Ia tidak bisa menikmati hidup karena pikirannya dipenuhi rasa iri. -
Hasad Menghancurkan Amal Kebaikan
Dalam Ihya', Al-Ghazali menukil hadits Nabi ﷺ:
"Hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar." (HR. Abu Dawud)
Artinya, amal ibadah seseorang bisa sia-sia karena sifat dengki dalam hatinya. -
Hasad Dapat Memicu Dosa Besar
Orang yang dikuasai hasad bisa terjerumus ke dalam dosa lain, seperti ghibah (menggunjing), fitnah, bahkan berusaha mencelakai orang yang ia iri.
3. Cara Mengobati Hasad Duniawi
Al-Ghazali memberikan beberapa cara untuk menghilangkan hasad:
-
Menyadari bahwa Nikmat adalah Ketentuan Allah
Allah memberikan rezeki sesuai kehendak-Nya. Jika seseorang hasad, itu berarti ia tidak ridha terhadap ketentuan Allah. -
Mengingat Bahaya Hasad bagi Akhirat
Orang yang hasad akan kehilangan ketenangan dan terancam kehilangan pahala amalnya. -
Banyak Bersyukur dan Qana'ah (Merasa Cukup)
Orang yang selalu bersyukur dengan rezekinya tidak akan merasa iri terhadap rezeki orang lain. -
Mendoakan Orang yang Dihasadi
Salah satu cara menghilangkan hasad adalah dengan memaksa diri untuk mendoakan kebaikan bagi orang yang kita iri. Ini bisa melembutkan hati dan menghilangkan dengki. -
Menjaga Hati dari Kebencian dan Dendam
Jika ada perasaan tidak suka kepada seseorang, sebaiknya segera diatasi agar tidak berkembang menjadi hasad.
Kesimpulan
Sifat hasad sering muncul karena kecintaan terhadap dunia, seperti persaingan dalam harta dan kedudukan. Hasad adalah penyakit hati yang berbahaya, bisa menghilangkan kebahagiaan di dunia dan merusak amal di akhirat. Oleh karena itu, Al-Ghazali mengajarkan agar kita selalu bersyukur, menerima takdir Allah, dan berusaha menghilangkan perasaan iri dengan cara-cara yang baik.
Sifat Tamak Sebab Duniawi dalam Pandangan Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menjelaskan bahwa tamāk (rakus atau serakah) adalah salah satu penyakit hati yang muncul karena kecintaan berlebihan terhadap dunia. Tamak adalah sifat tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki dan selalu ingin lebih banyak harta, kekuasaan, atau kesenangan duniawi, bahkan jika harus mengorbankan nilai-nilai agama.
1. Sebab-sebab Tamak yang Berkaitan dengan Dunia
Menurut Al-Ghazali, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi tamak terhadap dunia:
-
Kecintaan Berlebihan terhadap Harta
Orang yang tamak selalu merasa kurang dengan apa yang ia miliki dan berusaha mengumpulkan harta sebanyak mungkin, tanpa peduli halal atau haram. -
Ambisi Berlebihan terhadap Jabatan dan Kekuasaan
Tamak juga muncul dalam bentuk keinginan untuk berkuasa dan memiliki kedudukan tinggi, sehingga seseorang rela melakukan segala cara untuk mencapainya. -
Takut Miskin dan Kurang Percaya kepada Allah
Orang yang tamak sering kali merasa takut kehilangan harta atau takut jatuh miskin. Ini menunjukkan kurangnya tawakal kepada Allah. -
Menjadikan Dunia Sebagai Tujuan Utama Hidup
Orang yang tamak lupa bahwa dunia hanyalah sementara. Mereka menghabiskan seluruh tenaga dan pikirannya hanya untuk mengejar kesenangan duniawi tanpa memikirkan akhirat.
2. Bahaya Tamak terhadap Kehidupan Dunia dan Akhirat
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa tamak bukan hanya merusak hati, tetapi juga membahayakan kehidupan dunia dan akhirat seseorang.
-
Tamak Membawa Kehinaan
Orang yang tamak sering kali kehilangan harga diri karena mau melakukan apa saja demi mendapatkan dunia, termasuk merendahkan diri di hadapan manusia. -
Tamak Menjadi Penyebab Dosa Besar
Seseorang yang dikuasai tamak bisa terjerumus ke dalam berbagai dosa, seperti kecurangan, penipuan, riba, korupsi, atau bahkan kezaliman terhadap orang lain. -
Tamak Menyebabkan Keresahan Hati
Orang yang tamak tidak akan pernah merasa puas dan selalu cemas kehilangan apa yang telah diperolehnya. Ini menyebabkan hidupnya tidak pernah tenang dan bahagia. -
Tamak Menjauhkan Seseorang dari Akhirat
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Seandainya anak Adam memiliki dua lembah emas, ia pasti akan menginginkan yang ketiga, dan tidak akan pernah puas sampai tanah kuburan memenuhi perutnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, orang yang tamak akan terus mengejar dunia hingga kematian menjemputnya tanpa sempat mempersiapkan bekal akhirat.
3. Cara Mengobati Sifat Tamak Duniawi
Imam Al-Ghazali memberikan beberapa cara untuk menghilangkan tamak:
-
Menyadari Sifat Sementara Dunia
Dunia tidak akan bertahan selamanya, dan semua yang dimiliki akan ditinggalkan saat kematian tiba. -
Meningkatkan Rasa Tawakal kepada Allah
Percaya bahwa rezeki sudah ditentukan oleh Allah, sehingga tidak perlu berlebihan dalam mengejarnya dengan cara yang tidak halal. -
Melatih Qana’ah (Merasa Cukup)
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Kekayaan yang sebenarnya bukanlah banyaknya harta, tetapi kekayaan hati (merasa cukup)." (HR. Bukhari dan Muslim) -
Mengingat Kematian dan Kehidupan Akhirat
Orang yang sering mengingat kematian akan lebih fokus pada akhirat daripada dunia. -
Memperbanyak Sedekah dan Berbagi
Orang yang gemar bersedekah akan lebih mudah melepaskan keterikatan kepada dunia dan menghilangkan sifat tamak.
Kesimpulan
Sifat tamak muncul karena kecintaan berlebihan terhadap dunia, baik dalam bentuk harta, jabatan, maupun kesenangan. Tamak membawa kehinaan, dosa, keresahan hati, dan menjauhkan seseorang dari akhirat. Oleh karena itu, Al-Ghazali mengajarkan untuk selalu bersyukur, bertawakal, dan mengingat bahwa dunia hanyalah ujian sementara sebelum menuju kehidupan yang kekal di akhirat.
Sifat Thūl al-Amal Sebab Duniawi dalam Pandangan Imam Al-Ghazali
Dalam Ihya’ Ulum al-Din, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa thūl al-amal (panjang angan-angan) adalah salah satu penyakit hati yang berbahaya. Sifat ini membuat seseorang terlalu berharap panjang terhadap kehidupan dunia, sehingga ia lupa akan kematian dan kehidupan akhirat.
Orang yang memiliki thūl al-amal cenderung menunda-nunda amal saleh dan lebih sibuk mengejar dunia, seakan-akan ia akan hidup selamanya.
1. Penyebab Thūl al-Amal yang Berkaitan dengan Dunia
Menurut Al-Ghazali, ada beberapa faktor yang membuat seseorang memiliki angan-angan panjang terhadap dunia:
-
Kecintaan Berlebihan terhadap Dunia
Orang yang terlalu mencintai dunia akan terus berangan-angan untuk memiliki lebih banyak harta, jabatan, dan kesenangan, sehingga ia tidak memikirkan kematian dan akhirat. -
Lupa akan Kematian
Ketika seseorang jarang mengingat kematian, ia akan merasa bahwa usianya masih panjang dan terus menunda amal kebaikan. -
Tertipu oleh Kesehatan dan Kekuatan Fisik
Banyak orang yang merasa sehat dan kuat mengira bahwa mereka masih memiliki waktu lama untuk hidup, sehingga menunda-nunda ibadah dan taubat. -
Pengaruh Lingkungan dan Godaan Setan
Setan membisikkan kepada manusia agar terus mengejar dunia dan menunda urusan akhirat, sehingga mereka terjebak dalam angan-angan yang tidak berkesudahan.
2. Bahaya Thūl al-Amal terhadap Kehidupan Dunia dan Akhirat
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa sifat ini memiliki banyak dampak buruk, di antaranya:
-
Menunda-nunda Taubat dan Amal Saleh
Orang yang memiliki thūl al-amal sering berpikir bahwa masih ada waktu untuk bertobat dan beribadah di kemudian hari, padahal kematian bisa datang kapan saja. -
Meningkatkan Kecintaan terhadap Dunia
Karena merasa akan hidup lama, seseorang akan terus sibuk mengejar dunia tanpa memikirkan kehidupan setelah mati. -
Melemahkan Semangat dalam Beribadah
Orang yang panjang angan-angan biasanya malas dalam beribadah karena merasa masih ada waktu di masa depan untuk melaksanakannya. -
Membuat Seseorang Lalai dari Persiapan Akhirat
Orang yang dikuasai thūl al-amal akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kesenangan dunia, tanpa menyiapkan bekal untuk akhirat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Ada empat hal yang membinasakan manusia: kikir yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dunia yang lebih diutamakan, dan panjang angan-angan." (HR. Abu Nu’aim)
3. Cara Mengobati Sifat Thūl al-Amal
Imam Al-Ghazali memberikan beberapa cara untuk menghilangkan sifat ini:
-
Sering Mengingat Kematian
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (kematian)." (HR. Tirmidzi)
Mengingat kematian akan membuat seseorang sadar bahwa dunia ini fana dan akhiratlah yang kekal. -
Merenungi Nasib Orang yang Telah Meninggal
Melihat bagaimana orang-orang sebelum kita telah mati dan meninggalkan dunia bisa menjadi pelajaran bahwa umur manusia terbatas. -
Tidak Menunda Amal Kebaikan
Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya segera melakukan kebaikan dan tidak menunggu waktu yang tepat, karena kematian bisa datang kapan saja. -
Mengurangi Kecintaan terhadap Dunia
Dengan memahami bahwa dunia hanya sementara, seseorang akan lebih fokus pada akhirat dan tidak terjebak dalam angan-angan panjang. -
Menjaga Hubungan dengan Orang Saleh
Bergaul dengan orang-orang yang mengingatkan tentang akhirat bisa membantu seseorang untuk tidak tenggelam dalam panjang angan-angan duniawi.
Kesimpulan
Sifat thūl al-amal (panjang angan-angan) adalah penyakit hati yang membuat seseorang terlalu fokus pada dunia dan lupa mempersiapkan akhirat. Penyebabnya adalah kecintaan terhadap dunia, kelalaian dari kematian, dan godaan setan. Untuk mengobatinya, seseorang harus sering mengingat kematian, mengurangi kecintaan terhadap dunia, serta tidak menunda-nunda amal kebaikan.
Sifat Kikir Sebab Duniawi dalam Pandangan Imam Al-Ghazali
Dalam Ihya’ Ulum al-Din, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa kikir (bakhīl) adalah salah satu penyakit hati yang berbahaya dan sering kali muncul karena kecintaan berlebihan terhadap dunia. Kikir adalah sifat enggan mengeluarkan harta untuk kebaikan, baik dalam bentuk sedekah, infak, maupun membantu orang lain, karena terlalu takut kehilangan harta atau merasa lebih cinta terhadap kekayaan dibanding ridha Allah.
1. Penyebab Sifat Kikir yang Berkaitan dengan Dunia
Menurut Al-Ghazali, beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi kikir dalam urusan duniawi antara lain:
-
Cinta Berlebihan terhadap Harta
Orang yang terlalu mencintai harta akan merasa sayang untuk mengeluarkannya, karena ia menganggap harta sebagai sumber kebahagiaan dan keamanan. -
Takut Miskin atau Kehilangan Harta
Sebagian orang tidak mau bersedekah karena takut jika hartanya berkurang dan ia tidak bisa mencukupi kebutuhannya di masa depan. -
Ketidaktahuan akan Keutamaan Sedekah
Banyak orang tidak memahami bahwa bersedekah justru akan mendatangkan keberkahan dan rezeki yang lebih banyak dari Allah. -
Sifat Tamak dan Serakah
Orang yang tamak selalu ingin menumpuk harta sebanyak-banyaknya tanpa peduli kebutuhan orang lain, bahkan jika ia sendiri sudah memiliki lebih dari cukup. -
Tertipu oleh Kenikmatan Dunia
Orang yang kikir sering kali merasa bahwa harta yang ia miliki adalah miliknya sendiri, tanpa menyadari bahwa itu hanyalah titipan dari Allah yang harus digunakan dengan bijak.
2. Bahaya Sifat Kikir terhadap Kehidupan Dunia dan Akhirat
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa sifat kikir tidak hanya merusak hubungan sosial di dunia, tetapi juga bisa menghancurkan kehidupan akhirat seseorang.
-
Kikir Menjadikan Hati Keras dan Tidak Peka terhadap Kesulitan Orang Lain
Orang yang kikir tidak akan peduli terhadap penderitaan orang lain, sehingga sulit baginya untuk berempati dan berbagi. -
Kikir Mengundang Kemurkaan Allah
Dalam Ihya’, Al-Ghazali menukil hadits Nabi ﷺ:
"Orang yang kikir akan dijauhkan dari Allah, dijauhkan dari manusia, dan dijauhkan dari surga serta dekat dengan neraka." (HR. Tirmidzi) -
Kikir Menyebabkan Penyesalan di Akhirat
Orang yang kikir akan menyesal di akhirat karena ia tidak memanfaatkan hartanya untuk kebaikan, padahal semua hartanya ditinggalkan saat mati. -
Kikir Bisa Menghancurkan Kehidupan Dunia
Orang yang kikir sering kali tidak disukai oleh keluarga, teman, dan masyarakat. Ia akan dijauhi karena sifatnya yang pelit dan tidak mau berbagi.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Takutlah kalian terhadap sifat kikir, karena kikir telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Kikir mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan yang haram.” (HR. Muslim)
3. Cara Mengobati Sifat Kikir
Imam Al-Ghazali memberikan beberapa cara untuk menghilangkan sifat kikir:
-
Menyadari bahwa Harta adalah Titipan Allah
Harta yang dimiliki bukanlah milik kita sepenuhnya, melainkan amanah dari Allah yang harus digunakan sesuai dengan kehendak-Nya. -
Memahami Keutamaan Sedekah dan Infak
Allah berjanji bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta, tetapi justru akan mendatangkan keberkahan dan rezeki yang lebih banyak. -
Merenungkan Nasib Orang yang Kikir di Akhirat
Orang yang kikir akan dimintai pertanggungjawaban atas hartanya, dan jika tidak digunakan dengan baik, itu bisa menjadi penyebab siksa di akhirat. -
Melatih Diri untuk Bersedekah Secara Rutin
Cara terbaik menghilangkan kikir adalah dengan mulai bersedekah, meskipun sedikit, dan melakukannya secara konsisten. -
Mengamalkan Doa agar Dijauhkan dari Kikir
Rasulullah ﷺ mengajarkan doa:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan
Sifat kikir muncul karena kecintaan terhadap dunia, ketakutan kehilangan harta, dan ketidaktahuan akan manfaat sedekah. Sifat ini berbahaya karena bisa membuat hati keras, mendatangkan kemurkaan Allah, dan menyebabkan penyesalan di akhirat. Untuk mengatasinya, seseorang harus menyadari bahwa harta adalah titipan Allah, memahami keutamaan sedekah, dan membiasakan diri untuk berbagi dengan orang lain.
Orang yang Cinta Dunia, Panjang Angan, Kikir, Tamak, dan Hasad dalam Urusan Duniawi: Bertentangan dengan Allah?
Menurut Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din, seseorang yang terlalu mencintai dunia, mengutamakannya di atas segalanya, memiliki panjang angan-angan (thūl al-amal), kikir, tamak, dan hasad dalam urusan duniawi pada hakikatnya sedang bertentangan dengan kehendak Allah.
Mengapa demikian? Karena sifat-sifat tersebut menunjukkan kecenderungan hati yang berlebihan kepada dunia, padahal Allah telah menegaskan bahwa dunia hanyalah tempat ujian, bukan tujuan akhir.
1. Dunia dalam Pandangan Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa dunia bukanlah sesuatu yang buruk pada dirinya sendiri, tetapi menjadi berbahaya ketika seseorang terlalu mencintai dan mengutamakannya dibanding akhirat.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
"Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia, tetapi tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai." (QS. Ar-Rum: 7)
Al-Ghazali mengutip ayat ini untuk menjelaskan bahwa ketika dunia dijadikan tujuan utama, maka hati seseorang akan lalai dari Allah, dan inilah yang bertentangan dengan-Nya.
2. Mengapa Cinta Dunia Berlebihan Bertentangan dengan Allah?
Berikut adalah bagaimana masing-masing sifat tersebut bertentangan dengan kehendak Allah menurut Al-Ghazali:
A. Cinta Dunia Berlebihan
Orang yang mencintai dunia secara berlebihan akan lebih mengutamakan dunia dibanding Allah dan akhirat. Padahal, Allah berfirman:
"Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya." (QS. Ali Imran: 185)
Al-Ghazali mengatakan, cinta dunia yang berlebihan adalah bentuk keterikatan hati yang menghalangi seseorang dari mengingat Allah, sehingga membuatnya lupa kepada kematian dan akhirat.
B. Panjang Angan-Angan (Thūl al-Amal)
Seseorang yang panjang angan-angan merasa masih memiliki banyak waktu untuk hidup dan menunda taubat serta amal saleh.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Hati orang tua tetap muda dalam dua hal: dalam cinta dunia dan panjang angan-angan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Al-Ghazali, ini bertentangan dengan kehendak Allah karena manusia seharusnya selalu bersiap untuk akhirat dan tidak menunda amal kebaikan.
C. Kikir (Bakhīl)
Allah menyebutkan sifat kikir sebagai sesuatu yang berbahaya dalam Al-Qur’an:
"Dan siapa yang dilindungi dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Hasyr: 9)
Al-Ghazali menjelaskan bahwa kikir bertentangan dengan sifat Allah yang Maha Pemurah, dan orang yang kikir pada hakikatnya lebih mencintai hartanya daripada perintah Allah.
D. Tamak (Serakah terhadap Dunia)
Tamak adalah penyakit hati yang membuat seseorang tidak pernah merasa cukup, sehingga terus mengejar dunia dengan segala cara, termasuk yang haram.
Nabi ﷺ bersabda:
“Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, dia pasti ingin memiliki dua lembah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Al-Ghazali, ketamakan terhadap dunia menunjukkan kurangnya tawakal kepada Allah dan terlalu mengandalkan dunia sebagai sumber kebahagiaan, yang justru menjauhkan seseorang dari Allah.
E. Hasad dalam Urusan Dunia
Hasad atau iri hati terhadap dunia menunjukkan bahwa seseorang tidak menerima takdir Allah dan selalu merasa kurang dibanding orang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah kalian saling hasad, saling membenci, dan saling memutuskan hubungan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Menurut Al-Ghazali, hasad adalah bukti ketidakridhaan terhadap kehendak Allah, karena orang yang iri pada hakikatnya merasa tidak senang dengan apa yang Allah berikan kepada orang lain.
3. Bagaimana Seharusnya Sikap terhadap Dunia?
Al-Ghazali mengajarkan keseimbangan dalam menyikapi dunia:
-
Jangan terlalu mencintai dunia, tetapi gunakanlah dunia untuk akhirat.
→ Dunia adalah alat, bukan tujuan. Orang beriman harus menjadikannya sebagai sarana mendekat kepada Allah. -
Selalu mengingat kematian agar tidak berpanjang angan.
→ Rasulullah ﷺ bersabda: "Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (kematian)." (HR. Tirmidzi) -
Gunakan harta untuk kebaikan dan jangan menjadi kikir.
→ Infak dan sedekah membersihkan hati dari cinta dunia. -
Jangan tamak, tetapi qana’ah (merasa cukup).
→ Rasulullah ﷺ bersabda: "Kekayaan yang sebenarnya bukanlah banyaknya harta, tetapi kekayaan hati (merasa cukup)." (HR. Bukhari dan Muslim) -
Hilangkan hasad dengan bersyukur dan menerima takdir Allah.
→ Fokus pada apa yang Allah berikan dan jangan membandingkan diri dengan orang lain.
Kesimpulan
Menurut Imam Al-Ghazali, seseorang yang terlalu mencintai dunia, panjang angan-angan, kikir, tamak, dan hasad dalam urusan dunia pada hakikatnya sedang bertentangan dengan kehendak Allah, karena ia menjadikan dunia sebagai tujuan utama dan melupakan akhirat.
Dunia hanyalah ujian dan sarana, bukan tujuan. Oleh karena itu, seorang mukmin harus menjadikan dunia sebagai jalan untuk mencari ridha Allah, bukan sebagai tempat menetap yang membuatnya lupa pada kehidupan yang kekal di akhirat.
Masih ada beberapa keterangan tambahan dari Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din yang dapat dikaitkan dengan berbagai macam persoalan terkait dunia dan bagaimana manusia menyikapinya. Berikut adalah beberapa tambahan perspektif:
1. Dunia sebagai Fitnah dan Perangkap Syaitan
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa dunia adalah fitnah (ujian) yang sering kali menjadi alat bagi syaitan untuk menyesatkan manusia.
- Syaitan menggoda manusia agar menganggap dunia sebagai tujuan hidup, bukan sekadar sarana.
- Syaitan membuat manusia terlena dengan kenikmatan dunia, sehingga melupakan akhirat.
- Syaitan menanamkan kecintaan terhadap harta, jabatan, dan popularitas agar manusia lalai dari ketaatan.
Allah berfirman:
"Janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan janganlah syaitan memperdayakan kamu terhadap Allah!" (QS. Luqman: 33)
Al-Ghazali menyebut bahwa keselamatan hanya bagi mereka yang menyadari tipu daya dunia dan menjaga diri dari jebakan syaitan.
2. Dunia dan Hati: Dua Hal yang Tidak Bisa Bersatu
Imam Al-Ghazali mengumpamakan dunia dan hati seperti air dan perahu:
- Jika air berada di luar perahu, maka perahu akan tetap berjalan dengan aman.
- Jika air masuk ke dalam perahu, maka perahu akan tenggelam.
Maksudnya, jika dunia hanya ada di tangan dan tidak masuk ke hati, maka seseorang akan selamat. Tetapi jika dunia telah menguasai hati, maka ia akan binasa.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Dunia itu terlaknat, dan segala isinya juga terlaknat, kecuali dzikir kepada Allah dan segala yang mendukungnya.” (HR. Tirmidzi)
Artinya, dunia pada dirinya sendiri tidak memiliki nilai, kecuali jika digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat bagi akhirat.
3. Dunia sebagai Cermin Akhirat
Al-Ghazali menekankan bahwa keadaan seseorang di dunia mencerminkan keadaannya di akhirat.
- Jika seseorang sibuk dengan dunia tanpa memikirkan akhirat, maka di akhirat ia akan termasuk orang yang merugi.
- Jika seseorang menggunakan dunia untuk mendekat kepada Allah, maka dunia justru menjadi penyebab kebahagiaannya di akhirat.
Dalam hadis disebutkan:
“Barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan menjadikan kekayaannya dalam hatinya, menyatukan urusannya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Tetapi barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan menjadikan kemiskinan di depan matanya, mencerai-beraikan urusannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sekadar yang telah ditentukan baginya.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini ditekankan oleh Al-Ghazali sebagai kaidah penting dalam menyikapi dunia dengan benar.
4. Dunia dan Ilmu: Kecenderungan yang Berbahaya
Imam Al-Ghazali juga menyoroti bahaya kecintaan terhadap dunia dalam ilmu dan agama.
- Ada orang yang mencari ilmu agama bukan untuk mencari ridha Allah, tetapi untuk mencari status, kekuasaan, atau kekayaan.
- Ada ulama yang menjual agamanya demi kepentingan duniawi, misalnya dengan menyembunyikan kebenaran atau mengikuti hawa nafsu penguasa.
Al-Ghazali mengutip hadis:
“Barang siapa yang menuntut ilmu untuk mendebat orang bodoh, menyaingi para ulama, atau menarik perhatian manusia, maka ia di neraka.” (HR. Ibnu Majah)
Maka, seseorang harus berhati-hati dalam mencari ilmu, agar tidak terjerumus dalam perangkap dunia yang merusak niat dan amalnya.
5. Dunia dan Kematian: Ingatlah Hakikat Kehidupan
Al-Ghazali menekankan bahwa orang yang terbuai dunia sering kali lupa bahwa kematian adalah kepastian.
- Dunia membuat manusia merasa seolah-olah akan hidup selamanya.
- Orang yang sibuk dengan dunia jarang memikirkan kematian dan sering menunda taubat.
- Ketika kematian tiba, barulah ia sadar bahwa semua harta, kekuasaan, dan kesenangan dunia tidak bisa menyelamatkannya.
Dalam Al-Qur’an disebutkan:
"Hingga ketika kematian datang kepada salah seorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Rabbku, kembalikanlah aku ke dunia, agar aku bisa beramal saleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.’ Tetapi sekali-kali tidak! Itu hanyalah kata-kata yang diucapkannya saja." (QS. Al-Mu’minun: 99-100)
Al-Ghazali sering mengingatkan bahwa mengingat kematian adalah cara terbaik untuk mengendalikan nafsu dunia.
Kesimpulan Tambahan
- Dunia bisa menjadi baik atau buruk tergantung bagaimana manusia menyikapinya.
- Dunia adalah fitnah dan alat syaitan untuk menyesatkan manusia.
- Dunia dan hati tidak bisa bersatu; jika dunia masuk ke hati, maka hati akan binasa.
- Keadaan seseorang di dunia akan menentukan keadaannya di akhirat.
- Ilmu juga bisa menjadi sarana untuk dunia, sehingga niat dalam menuntut ilmu harus lurus.
- Mengingat kematian adalah cara terbaik untuk menjaga diri dari tipuan dunia.
Pesan Al-Ghazali:
"Jangan biarkan dunia menipumu! Dunia hanyalah bayangan yang akan hilang, sedangkan akhirat adalah hakikat yang kekal."
0 komentar:
Posting Komentar