Jumat, 14 Maret 2025

Prinsip Keyakinan Tasawuf: Zuhud (Menjauhi Dunia dengan Hati)

GenZArtDoc

Prinsip Keyakinan Tasawuf: Zuhud (Menjauhi Dunia dengan Hati)

Dalam tasawuf, zuhud bukan berarti meninggalkan dunia secara fisik atau hidup dalam kemiskinan mutlak, tetapi lebih kepada menjauhi dunia dengan hati. Seorang zahid (orang yang berzuhud) tetap bisa memiliki harta dan kekayaan, namun hatinya tidak terikat kepada dunia.

1. Definisi Zuhud dalam Tasawuf

Zuhud berarti tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama hidup, melainkan hanya sebagai sarana menuju Allah. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan:
"Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat."

Al-Junaid al-Baghdadi berkata:
"Zuhud adalah kosongnya tangan dari dunia, tetapi hati tetap bersandar kepada Allah."

2. Tingkatan Zuhud

Para ulama sufi membagi zuhud menjadi beberapa tingkatan:

  1. Zuhud terhadap perkara haram → Menjauhi segala yang dilarang oleh Allah.
  2. Zuhud terhadap perkara syubhat → Menghindari hal-hal yang meragukan.
  3. Zuhud terhadap perkara halal yang berlebihan → Menghindari sikap berlebihan dalam hal duniawi meskipun halal.
  4. Zuhud terhadap dunia secara keseluruhan → Tidak tergoda oleh kemewahan dunia, meskipun dunia mendatanginya.
  5. Zuhud terhadap selain Allah → Tidak menginginkan apa pun kecuali Allah semata. Ini adalah tingkat zuhud tertinggi.

3. Dalil Zuhud dalam Al-Qur’an dan Hadits

Allah ﷻ berfirman:
"Dan janganlah kamu tujukan pandanganmu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan dunia, untuk Kami uji mereka dengannya. Dan karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal." (QS. Tha-Ha: 131)

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang pengembara." (HR. Bukhari)

4. Zuhud dalam Kehidupan Para Ulama Sufi

  1. Hasan Al-Bashri berkata:
    "Zuhud bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta, tetapi zuhud adalah lebih percaya kepada apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan manusia."

  2. Ibrahim bin Adham meninggalkan kerajaan dan hidup sederhana sebagai pencari akhirat, karena baginya keselamatan hati lebih berharga daripada kekuasaan.

  3. Rabi’ah Al-Adawiyah, seorang sufi wanita, berkata:
    "Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena menginginkan surga, maka jauhkan aku darinya. Jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, maka masukkan aku ke dalamnya. Tetapi jika aku menyembah-Mu karena cinta kepada-Mu, maka jangan jauhkan aku dari-Mu."

5. Zuhud Bukan Berarti Meninggalkan Dunia

Sebagian orang salah paham bahwa zuhud berarti miskin dan meninggalkan usaha. Padahal, banyak sahabat Nabi ﷺ yang kaya, seperti Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan, tetapi mereka tetap zuhud karena kekayaan mereka tidak menguasai hati mereka.

Kesimpulan

  • Zuhud adalah menjauhi dunia dengan hati, bukan dengan fisik.
  • Zuhud bukan berarti tidak memiliki harta, tetapi tidak terikat kepada dunia.
  • Zuhud yang hakiki adalah lebih mencintai Allah daripada dunia dan segala isinya.

Sebagaimana perkataan Imam Al-Ghazali:
"Zuhud sejati adalah ketika dunia tidak tinggal di hatimu meskipun ia ada di tanganmu."

Pendapat-pendapat tentang zuhud yang saya sampaikan berasal dari berbagai sumber klasik dalam tasawuf, termasuk perkataan para sufi dan ulama terkemuka. Berikut referensinya:

1. Imam Al-Ghazali – Ihya’ ‘Ulum ad-Din

  • Al-Ghazali menjelaskan bahwa zuhud bukan berarti meninggalkan dunia secara total, tetapi tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama.
  • Ia membagi zuhud menjadi beberapa tingkatan dan menekankan bahwa zuhud tertinggi adalah ketidakbergantungan hati kepada dunia.
  • Ia juga mengutip hadis Nabi ﷺ:
    "Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati." (HR. Bukhari & Muslim)

2. Imam Al-Qusyairi – Ar-Risalah Al-Qusyairiyah

  • Menjelaskan bahwa zuhud adalah kosongnya hati dari kecintaan kepada dunia meskipun seseorang masih memiliki harta.
  • Ia mengutip perkataan Al-Junaid Al-Baghdadi:
    "Zuhud bukanlah dengan tidak memiliki sesuatu, tetapi dengan tidak dikuasai oleh sesuatu."

3. Imam Ibnul Qayyim – Madarij As-Salikin

  • Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang sia-sia demi yang lebih baik di sisi Allah.
  • Ia membagi zuhud ke dalam tingkatan, termasuk zuhud terhadap dunia dan zuhud terhadap selain Allah.

4. Imam Hasan Al-Bashri (Riwayat dalam Kitab Hilyat al-Awliya' oleh Abu Nu’aim)

  • Hasan Al-Bashri berkata:
    "Zuhud adalah lebih percaya kepada janji Allah daripada apa yang ada di tangan manusia."
  • Ia juga menekankan bahwa zuhud bukan berarti tidak bekerja atau meninggalkan usaha, tetapi tidak mengikat hati dengan dunia.

5. Kisah Ibrahim bin Adham (Diriwayatkan dalam Tazkirat al-Awliya’ oleh Fariduddin Attar)

  • Ia meninggalkan kerajaan demi hidup sederhana karena hati yang terlalu terikat dengan dunia akan sulit mencapai Allah.

Kesimpulan

  • Zuhud bukan sekadar meninggalkan dunia, tetapi menjauhi keterikatan hati dengan dunia.
  • Banyak ulama sufi seperti Al-Ghazali, Al-Qusyairi, Ibnul Qayyim, Hasan Al-Bashri, dan Ibrahim bin Adham yang menjelaskan zuhud dalam kitab-kitab mereka.
  • Dasar utama zuhud berasal dari Al-Qur'an, hadits, serta pengalaman para sufi dan ulama.

Prinsip keyakinan dalam tasawuf zuhd (kesederhanaan dan menjauhi dunia) yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ dapat dirangkum dalam beberapa poin utama:

1. Dunia Bukan Tujuan, Akhirat yang Utama

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Apa urusanku dengan dunia? Aku di dunia ini hanyalah seperti seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon, lalu pergi meninggalkannya." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Prinsip ini menanamkan bahwa dunia hanyalah tempat singgah sementara, sedangkan kehidupan yang hakiki adalah akhirat.

2. Sederhana dalam Harta dan Gaya Hidup

Rasulullah ﷺ adalah pemimpin umat tetapi hidup sangat sederhana. Beliau tidur di atas pelepah kurma, makan seadanya, dan tidak mengumpulkan harta. Ketika diberikan pilihan antara menjadi nabi yang kaya atau nabi yang miskin, beliau memilih kemiskinan dengan kehormatan.

Beliau juga bersabda:
"Bukanlah kaya itu karena banyaknya harta, tetapi kaya (yang sejati) adalah kaya hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Tidak Bergantung pada Makhluk, Hanya kepada Allah

Salah satu ciri zuhud adalah tidak menggantungkan hati pada dunia dan makhluk. Rasulullah ﷺ mengajarkan doa:
"Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal agar aku tidak butuh kepada yang haram, dan kayakanlah aku dengan anugerah-Mu agar aku tidak bergantung kepada selain-Mu." (HR. Tirmidzi)

4. Menjadikan Dunia sebagai Sarana Ibadah

Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi memanfaatkannya untuk mendekat kepada Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sebaik-baik harta adalah harta yang berada di tangan orang shalih." (HR. Ahmad)

Seorang zahid tidak diperbudak oleh dunia, tetapi menjadikan dunia sebagai jalan menuju akhirat.

5. Ridha dan Qana’ah (Merasa Cukup)

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikannya qana’ah (merasa cukup) dengan apa yang diberikan kepadanya." (HR. Muslim)

Sikap qana’ah menjaga hati dari kegelisahan karena dunia, sehingga seseorang tetap tenang dan bersyukur dalam setiap keadaan.

6. Menghindari Kesenangan Berlebihan

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Jauhilah kemewahan, karena hamba-hamba Allah yang shalih tidak hidup bermewah-mewah." (HR. Ahmad)

Maka, tasawuf zuhud tidak hanya sekadar menjauhi dunia, tetapi juga menata hati agar tidak tergoda oleh kesenangan dunia yang berlebihan.


Kesimpulan:

Tasawuf zuhud yang diajarkan Rasulullah ﷺ bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi menjadikannya sebagai sarana menuju Allah. Zuhud berarti memiliki dunia tanpa diperbudak olehnya, bersikap sederhana, merasa cukup, dan selalu mengutamakan kehidupan akhirat.

Pendapat-pendapat tentang zuhud yang saya sampaikan berasal dari berbagai sumber klasik dalam tasawuf, termasuk perkataan para sufi dan ulama terkemuka. Berikut referensinya:

1. Imam Al-Ghazali – Ihya’ ‘Ulum ad-Din

  • Al-Ghazali menjelaskan bahwa zuhud bukan berarti meninggalkan dunia secara total, tetapi tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama.
  • Ia membagi zuhud menjadi beberapa tingkatan dan menekankan bahwa zuhud tertinggi adalah ketidakbergantungan hati kepada dunia.
  • Ia juga mengutip hadis Nabi ﷺ:
    "Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati." (HR. Bukhari & Muslim)

2. Imam Al-Qusyairi – Ar-Risalah Al-Qusyairiyah

  • Menjelaskan bahwa zuhud adalah kosongnya hati dari kecintaan kepada dunia meskipun seseorang masih memiliki harta.
  • Ia mengutip perkataan Al-Junaid Al-Baghdadi:
    "Zuhud bukanlah dengan tidak memiliki sesuatu, tetapi dengan tidak dikuasai oleh sesuatu."

3. Imam Ibnul Qayyim – Madarij As-Salikin

  • Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang sia-sia demi yang lebih baik di sisi Allah.
  • Ia membagi zuhud ke dalam tingkatan, termasuk zuhud terhadap dunia dan zuhud terhadap selain Allah.

4. Imam Hasan Al-Bashri (Riwayat dalam Kitab Hilyat al-Awliya' oleh Abu Nu’aim)

  • Hasan Al-Bashri berkata:
    "Zuhud adalah lebih percaya kepada janji Allah daripada apa yang ada di tangan manusia."
  • Ia juga menekankan bahwa zuhud bukan berarti tidak bekerja atau meninggalkan usaha, tetapi tidak mengikat hati dengan dunia.

5. Kisah Ibrahim bin Adham (Diriwayatkan dalam Tazkirat al-Awliya’ oleh Fariduddin Attar)

  • Ia meninggalkan kerajaan demi hidup sederhana karena hati yang terlalu terikat dengan dunia akan sulit mencapai Allah.

Kesimpulan

  • Zuhud bukan sekadar meninggalkan dunia, tetapi menjauhi keterikatan hati dengan dunia.
  • Banyak ulama sufi seperti Al-Ghazali, Al-Qusyairi, Ibnul Qayyim, Hasan Al-Bashri, dan Ibrahim bin Adham yang menjelaskan zuhud dalam kitab-kitab mereka.
  • Dasar utama zuhud berasal dari Al-Qur'an, hadits, serta pengalaman para sufi dan ulama.

1. Kitab "Al-Risalah Al-Qusyairiyah" – Imam Al-Qusyairi

  • Imam Al-Qusyairi (w. 465 H) menyebutkan bahwa zuhud adalah keadaan hati, bukan sekadar tindakan fisik.
  • Ia mengutip perkataan Sahl bin Abdullah at-Tustari:
    “Zuhud di dunia adalah meninggalkan segala sesuatu yang memalingkanmu dari Allah.”
  • Al-Qusyairi juga menyebutkan bahwa zuhud terbagi menjadi beberapa tingkat, yang tertinggi adalah zuhud terhadap diri sendiri, yaitu meninggalkan kepentingan pribadi demi Allah.

2. Kitab "Ihya' 'Ulum ad-Din" – Imam Al-Ghazali

  • Dalam Bab Zuhud, Al-Ghazali menjelaskan bahwa zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi mengendalikan hati dari ketergantungan pada dunia.
  • Ia membagi zuhud menjadi tiga tingkatan:
    1. Zuhud terhadap hal yang haram → Ini adalah zuhud paling dasar.
    2. Zuhud terhadap hal yang halal namun berlebihan → Menjaga diri dari kesenangan dunia yang tidak perlu.
    3. Zuhud terhadap dunia secara keseluruhan → Hati hanya bergantung kepada Allah, meskipun tetap hidup di dunia.
  • Al-Ghazali juga mengutip perkataan Yahya bin Mu’adz:
    “Dunia adalah khamr (minuman memabukkan) bagi setan. Siapa yang meminumnya, ia akan mabuk dan melupakan akhirat.”

3. Kitab "Al-Hikam" – Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari

  • Ibnu Athaillah (w. 709 H) menjelaskan bahwa zuhud sejati bukan meninggalkan dunia secara fisik, tetapi meninggalkan keterikatan hati terhadap dunia.
  • Salah satu hikmahnya yang terkenal:
    "Dunia ini hanyalah bayangan, jika engkau mengejarnya, ia akan menjauh. Jika engkau berpaling darinya, ia akan mendatangimu."
  • Beliau juga berkata:
    "Siapa yang lebih mencintai dunia daripada Allah, ia akan tersiksa dengan dunia itu."

4. Kitab "Qut al-Qulub" – Abu Talib Al-Makki

  • Al-Makki (w. 386 H) dalam kitabnya Qut al-Qulub membahas zuhud secara mendalam.
  • Ia menjelaskan bahwa zuhud tidak bertentangan dengan bekerja mencari nafkah.
  • Ia menukil hadits Nabi ﷺ:
    "Zuhud di dunia bukan berarti mengharamkan yang halal, tetapi lebih percaya kepada janji Allah daripada apa yang ada di tangan manusia." (HR. Tirmidzi)

5. Kitab "Tazkirat al-Awliya’" – Fariduddin Attar

  • Dalam kitab ini, Fariduddin Attar menuliskan kisah para sufi besar yang menjalankan zuhud, seperti:
    • Ibrahim bin Adham yang meninggalkan kerajaan demi mencari akhirat.
    • Rabi’ah Al-Adawiyah yang tidak memedulikan dunia karena hanya menginginkan Allah.
    • Dzul Nun Al-Mishri yang berkata: "Zuhud bukanlah meninggalkan dunia, tetapi meninggalkan segala sesuatu selain Allah dari hatimu."

6. Kitab "Madarij As-Salikin" – Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

  • Ibnul Qayyim (w. 751 H) dalam kitab ini membahas bahwa zuhud bukan berarti tidak memiliki harta, tetapi tidak menjadikan harta sebagai tujuan utama.
  • Ia berkata:
    “Zuhud yang paling tinggi adalah ketika hati tidak tergantung kepada dunia, meskipun dunia berada di tanganmu.”

Kesimpulan

  • Zuhud tidak berarti meninggalkan dunia, tetapi menjauhkan hati dari ketergantungan pada dunia.
  • Referensi utama zuhud dalam tasawuf berasal dari kitab-kitab seperti:
    1. Ar-Risalah Al-Qusyairiyah – Imam Al-Qusyairi
    2. Ihya’ ‘Ulum ad-Din – Imam Al-Ghazali
    3. Al-Hikam – Ibnu Athaillah As-Sakandari
    4. Qut al-Qulub – Abu Talib Al-Makki
    5. Tazkirat al-Awliya’ – Fariduddin Attar
    6. Madarij As-Salikin – Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Jika Anda ingin kutipan lebih spesifik dari kitab-kitab ini, saya bisa mencarikannya lebih rinci.

0 komentar:

Posting Komentar