Senin, 09 Juni 2025

Nasihat Rumah Tangga Islami

 

Rumah Tangga Islami:  Indah dalam Mencintai, Cerdas dalam Menjalani Peranan, dan Saling beradab Junjung Penghormatan

Dalam kehidupan pernikahan, wanita tidak hanya membutuhkan nafkah lahir berupa uang dan kebutuhan materi, tetapi juga perhatian, kasih sayang, dan hubungan emosional yang mesra. Islam mengajarkan bahwa rumah tangga dibangun bukan sekadar atas dasar kewajiban kaku, tetapi atas dasar cinta dan kasih sayang. Allah berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
(QS. Ar-Rum: 21)


KEWAJIBAN TERKAIT PERANAN SUAMI DAN ISTRI 

Suami bukan pengontrol kewajiban istri terhadap dirinya, dan istri bukan pengontrol kewajiban suami atas dirinya. Namun sebaliknya, keduanya diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan sesuai dengan peran masing-masing dalam rumah tangga. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku."
(HR. Tirmidzi no. 3895)

Karenanya, suami hendaknya fokus untuk belajar dan menerapkan kewajibannya sebagai pemimpin rumah tangga yang bijak dan penuh kasih. Allah berfirman:

"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."
(QS. An-Nisa: 34)

Begitu pula istri mengingatkan dirinya sendiri untuk memahami dan menjalankan kewajibannya sebagai pendamping, penjaga rumah tangga, dan ibu yang penuh cinta. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulannya, menjaga kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki."
(HR. Ahmad no. 1664, Shahih)

Inilah ruh dari rumah tangga Islam.... Saling menuntut hanya akan menjauhkan hati, sementara saling berlomba dalam kebaikan akan mendekatkan pada ridha Allah.


KEWAJIBAN AMAR MA'RUF ANTARA SUAMI DAN ISTRI 

Siapa yang beranggapan kalau menasehati atau mengingatkan pasangan dalam urusan agama hanya hak suami saja! Itu Salah Total. Saling mengingatkan antara suami dan istri dalam urusan agama adalah bagian dari 'Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang sangat dianjurkan dalam Islam, apalagi dalam ikatan suami istri. Dimana keduanya saling menanggung dan bertanggung jawab di hadapan Allah. 

Siapapun yang mengingatkan kepada seseorang tentang urusan agama dengan cara yang baik dan benar, sejatinya bukan dia yang menasehati, tetapi Allah sendirilah yang menghendaki sampainya Urusan Allah dan Rosulullaah itu kepada seseorang itu.


Berikut ini adalah dalil-dalil dari Al-Qur’an, Hadits, dan Dalil para 'ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah:



DALIL AL-QUR'AN

  1. QS. At-Tahrim: 6

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..."
(At-Tahrim: 6)

🔹 Tafsiran menurut para ulama:

  • Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri mengatakan:
    "Perintah ini berarti: ajari mereka kebaikan dan adab Islami, serta larang mereka dari kejahatan."
  1. QS. Al-‘Ashr: 1–3

"...dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran."

🔹 Ini berlaku umum, termasuk dalam rumah tangga.

  1. QS. Ali ‘Imran: 104

"Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar..."



DALIL HADITS NABI ﷺ

  1. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim

"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya..."
"Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya..."

🔹 Suami dan istri memiliki tanggung jawab untuk saling membimbing dalam kebaikan dan menjauhi dosa.

  1. Hadits riwayat Muslim

"Agama itu adalah nasihat." Kami berkata, "Untuk siapa wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin dan seluruh kaum Muslimin."

🔹 Ini termasuk istri memberi nasihat kepada suami dan sebaliknya.



DALIL ULAMA AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

  1. Imam Nawawi (dalam Syarh Shahih Muslim)

“Termasuk bagian dari agama adalah saling menasihati. Dan tidak sah sebuah keluarga tanpa saling mengingatkan dalam hal agama dan ibadah.”

  1. Imam Al-Ghazali (Ihya Ulumuddin, Jilid 2)

"Suami tidak hanya menafkahi secara lahir, tapi wajib membimbing istri dalam ibadah dan akhlak. Bila istri lalai, suami wajib mengingatkan, dengan cara yang lemah lembut terlebih dahulu."

  1. Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilali
    (dalam penjelasannya terhadap kitab-kitab fiqih klasik):

"Jika istri melihat suaminya lalai dalam shalat atau akhlak, maka wajib baginya untuk menasihati dan mendoakan kebaikan baginya. Dan begitu pula sebaliknya."


 Jadi ... 

🔹 Suami istri harus saling mengingatkan dalam agama, dengan adab dan kasih sayang, karena:

  • Perintah menjaga keluarga dari neraka.
  • Perintah amar ma’ruf nahi munkar.
  • Tanggung jawab kepemimpinan dalam rumah tangga.
  • Kewajiban nasihat sebagai bentuk cinta karena Allah.


Ajaran agama dari Orang tua, dari Ustadz Ustadzah, dari Kyai / 'Ulama di Pesantren kepada Wanita 

Adapun nilai-nilai keagamaan yang telah ditanamkan oleh orang tua ataupun ustadz atau kyai / Pesantren yang didapatkannoleh istri, semasa sebelum menikah, tidak boleh dihapus atau diingkari. Itu adalah bagian dari pendidikan yang telah diperolehnya dan telah menjadi amal jariyah bagi siapapun telah mengajarkan kepadanya. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Apabila anak Adam wafat, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya."
(HR. Muslim no. 1631)

Maka, suami tidak boleh menghapus warisan keilmuan yang baik itu, kecuali jika nyata bertentangan dengan syariat dan Aqidah Islam. Ia hanya boleh menambahkan atau meluruskan dengan ilmu yang lebih benar, selama sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ yang disampaikan oleh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah.

Ulama besar seperti Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menekankan pentingnya sikap saling menghargai antara suami dan istri serta berpegang pada adab-adab Islam dalam rumah tangga. Beliau menulis:

"Pernikahan yang baik adalah yang dibangun atas dasar saling pengertian, bukan saling penguasaan. Suami dan istri adalah dua sahabat dalam jihad menuju ridha Allah."
(Ihya’ ‘Ulumuddin, Kitab Adab an-Nikah)

 

Suami dan istri juga tidak boleh memposisikan diri sebagai dua pihak yang saling bertentangan. 

Mereka adalah dua pribadi yang berbeda, namun harus diselaraskan. Allah berfirman:

"...Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka..."
(QS. Al-Baqarah: 187)

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud ayat ini adalah bahwa suami dan istri saling menutupi, melindungi, dan melengkapi satu sama lain.

Maka perbedaan bukanlah untuk dipertentangkan, tetapi untuk dijadikan kekuatan melalui kerja sama dan saling pengertian.

Yang paling baik sebagai suami adalah yang paling menghormati dan menyayangi istrinya. Dan yang paling baik sebagai istri adalah yang paling menyenangkan dan mentha’ati suaminya dalam batasan-batasan yang dibenarkan syariat Islam. Dalam hadits lain, Nabi ﷺ menegaskan:

"Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah."
(HR. Muslim no. 1467)

Al-Imam Nawawi menjelaskan bahwa wanita shalihah adalah yang taat kepada Allah dan menjaga hubungan dengan suaminya sesuai ketentuan agama. Tak ada keta'atan kepada makhluk (termasuk kepada suami) bila bermaksiat kepada  Allah!

Sebagaimana Rasulullah ﷺ juga mencontohkan akhlak terbaik terhadap para istrinya. Beliau memperlakukan mereka dengan kelembutan, tidak pernah memukul, dan senantiasa berdialog. Bahkan dalam masalah rumah tangga, beliau sering bermusyawarah dengan istrinya, termasuk dengan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Jadi sangat menyelisihi Nabi bila seorang suami beranggapan "Tak perlu dialog soal agama dengan suami, cukup dengar saja apa kata suami!"



Mewujudkan Suasana Saling: Salam, Berkah, Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah.

Suasana saling antara suami dan istri – saling memahami, saling menghargai, saling mendukung, dan saling mendoakan – harus ditegakkan dalam nuansa SalamBerkahSakinahMawaddah, dan Rahmah. Semua ini bukan sekadar perasaan sementara, tetapi kesadaran utuh dan komitmen bersama dalam menegakkan mahligai pernikahan yang telah diikrarkan dengan sumpah di hadapan Allah Ta‘ala.

Allah Subhanahu wa Ta‘ala telah menggambarkan idealnya rumah tangga dalam firman-Nya:

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah).”
(QS. Ar-Rum: 21)

Sumpah pernikahan adalah ikatan suci yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai “mîtsâqan ghalîzhâ” (perjanjian yang kuat dan berat):

“...Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (mîtsâqan ghalîzhâ).”
(QS. An-Nisa: 21)

Imam Al-Qurthubi menafsirkan bahwa “mîtsâqan ghalîzhâ” menunjukkan bahwa akad nikah bukan kontrak biasa, tetapi ikatan yang disaksikan langit dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Oleh karena itu, hubungan dalam pernikahan tidak boleh dijalankan dengan sikap acuh, kasar, atau saling menjatuhkan. 

Melainkan dengan semangat membawa salam (kedamaian), menciptakan berkah dalam kehidupan rumah tangga, menjaga sakinah (ketenteraman), menumbuhkan mawaddah (rasa cinta yang penuh kehangatan), dan memperluas rahmah (kasih sayang) dalam setiap interaksi.

Rasulullah ﷺ sendiri mencontohkan bahwa rumah tangga yang ideal adalah yang penuh rahmah. Beliau bersabda:

“Orang-orang yang penuh kasih sayang akan dikasihi oleh Ar-Rahman. Sayangilah siapa saja yang di bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh yang di langit.”
(HR. Tirmidzi no. 1924)

Dan beliau juga bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.”
(HR. Tirmidzi no. 3895)

Dengan kesadaran itu, setiap pasangan muslim hendaknya menjaga ruh dari pernikahan mereka. Bukan sekadar hidup bersama secara fisik, tetapi juga bersatu dalam ruh, visi, dan misi menuju ridha Allah. Karena hakikatnya, rumah tangga bukan hanya untuk dunia, tapi juga bekal menuju akhirat.



Sadari Adanya Perbedaan: Kelebihan untuk Diberikan, Kekurangan untuk Dimaafkan

Yang terpenting dari kesadaran suami dan istri adalah menyadari bahwa setiap individu memiliki kekurangan, kelebihan, dan keutamaan. Perbedaan itu bukanlah untuk dihinakan, dan kelebihan bukanlah untuk disombongkan. Akan tetapi, semua kelebihan dan keutamaan itu hanyalah untuk diberikan kepada pasangannya sebagai bentuk cinta dan pengabdian. Sedangkan kekurangan adalah untuk dimaafkan, dimaklumi, dan diberi ruang untuk diperbaiki secara bijak dan penuh kasih.

Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman:

“Dan janganlah kamu melupakan keutamaan (fadl) di antara kamu...”
(QS. Al-Baqarah: 237)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa ayat ini mengajarkan pentingnya berlapang dada dalam relasi antar pasangan, serta mengingat kebaikan yang pernah dilakukan satu sama lain.

Rasulullah ﷺ juga mengajarkan prinsip ini dengan sangat mendalam:

“Seorang mukmin yang satu terhadap mukmin yang lain itu seperti bangunan, yang satu menguatkan yang lain.”
(HR. Bukhari no. 2446, Muslim no. 2585)

“Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istrinya), jika ia membenci satu sifat darinya maka ia akan meridhai sifat yang lain.”
(HR. Muslim no. 1469)

Ini menunjukkan bahwa memahami kekurangan pasangan dan tidak mengabaikan kebaikannya adalah bagian dari iman.

Imam Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn menjelaskan:

“Sifat seorang suami dan istri yang saling mencintai karena Allah adalah menerima kekurangan pasangannya dan memperbaiki dengan kelembutan, bukan dengan celaan dan marah-marah.”

Begitu pula Sayyid Abdullah Al-Haddad rahimahullah menegaskan dalam Nasaih Ad-Diniyyah:

“Rumah tangga yang damai dibangun di atas dua pilar utama: kesabaran dalam menghadapi kekurangan pasangan dan keikhlasan dalam memberi kebaikan tanpa menuntut balasan.”

Karena itulah, setiap suami dan istri perlu menyadari bahwa perbedaan bukan untuk saling menghakimi, tetapi untuk saling melengkapiKelebihan adalah hadiah untuk diberikan, bukan untuk disombongkan. Dan kekurangan adalah ujian untuk saling memaafkan, bukan dijadikan bahan hinaan.



Kesimpulan: Sebagai Nasihat Rumah Tangga Islami: Sakinah, Mawaddah, Rahmah




1. Hakikat Kebutuhan Seorang Istri

Wanita tidak hanya membutuhkan uang, tetapi juga hubungan yang mesra dan penuh kasih sayang. Kekakuan dalam pernikahan yang hanya dilandaskan pada kewajiban semata justru bertentangan dengan semangat agama Islam.


2. Sadari Peranan Masing-masing 

Suami bukan pengontrol kewajiban istri dan sebaliknya istri bukan pengontrol kewajiban suami. Keduanya seharusnya berlomba-lomba dalam menegakkan peranannya masing-masing:

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa..."
(QS. Al-Ma'idah: 2)


2. Pendidikan Agama Sang Istri

Adapun hasil pendidikan agama yang telah diterapkan oleh pendidiknya kepada istri semasa ia dalam asuhan ayahandanya, tidak boleh dihapuskan atau dilarang oleh suami. Karena hal itu merupakan bagian dari amal jariyah ayah si istri.

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim no. 1631)

Namun demikian, suami tetap boleh menambahkan ajaran yang baik dan benar menurut syariat dan aqidah Islam yang lurus.


3. Bukan Untuk Bertentangan, Tapi Menyelaraskan

Suami istri tidak boleh memposisikan diri sebagai lawan atau pesaing, melainkan harus berusaha menyelaraskan dua pribadi yang berbeda.

"...Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka..."
(QS. Al-Baqarah: 187)

Imam Al-Qurthubi menafsirkan bahwa pakaian adalah simbol perlindungan, kehangatan, dan keindahan. Maka pasangan adalah penutup kekurangan, penambah keindahan, dan pelindung satu sama lain.


4. Kriteria Suami dan Istri Terbaik

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Orang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya. Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku."
(HR. Tirmidzi no. 3895)

Dan beliau juga bersabda:

"Sebaik-baik wanita adalah yang apabila engkau melihatnya maka ia menyenangkanmu, apabila engkau perintah maka ia mentaatimu, dan apabila engkau tidak ada, ia menjaga dirinya dan hartamu."
(HR. Abu Dawud no. 1664)


5. Nuansa Sakinah, Mawaddah, Rahmah dan Berkah

Pernikahan adalah ikatan suci yang disebut Allah sebagai mîtsâqan ghalîzhâ (perjanjian yang kuat dan berat):

"...Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (mîtsâqan ghalîzhâ)."
(QS. An-Nisa: 21)

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Orang-orang yang penuh kasih sayang akan dikasihi oleh Ar-Rahman. Sayangilah siapa yang ada di bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh yang di langit."
(HR. Tirmidzi no. 1924)

 

6. Kelebihan untuk Diberikan, Kekurangan untuk Dimaafkan

Kesadaran yang penting dalam pernikahan adalah bahwa setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan. Perbedaan bukan untuk saling merendahkan, dan kelebihan bukan untuk disombongkan. Akan tetapi, kelebihan adalah untuk diberikan kepada pasangannya, dan kekurangan untuk dimaafkan serta diberi ruang memperbaiki diri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

"Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istrinya), jika ia membenci satu sifat darinya maka ia akan meridhai sifat yang lain." (HR. Muslim no. 1469)

"Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu."
(QS. Al-Baqarah: 237)

Imam Al-Ghazali berkata:

"Menerima kekurangan pasangan dan memperbaiki dengan kelembutan, bukan celaan, adalah jalan menuju sakinah."

Sayyid Abdullah Al-Haddad berkata:

"Rumah tangga yang damai dibangun di atas dua pilar utama: kesabaran dan keikhlasan dalam memberi."



PENUTUP

Rumah tangga Islami dibangun dengan saling cinta, pengertian, dan bimbingan menuju ridha Allah. Sakinah, mawaddah, rahmah, dan berkah adalah buah dari amal-amal yang ikhlas, bukan dari tuntutan ego. Semoga Allah memberkahi seluruh rumah tangga kaum Muslimin.

"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan-pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa."
(QS. Al-Furqan: 74)


0 komentar:

Posting Komentar