🌿 Sifat Orang yang Terjangkit Riyaa’
Riyaa’ adalah penyakit hati yang membuat seseorang melakukan ibadah bukan semata-mata karena Allah, tapi karena ingin dilihat, dipuji, atau dihormati oleh manusia. Ciri-cirinya bisa sangat halus dan samar, bahkan seringkali tidak disadari.
Orang yang terjangkit riyaa’ biasanya menunjukkan beberapa tanda berikut:
1. Merasa pantas dimuliakan, dan mudah marah jika tidak dimuliakan.
Ia merasa dirinya istimewa, dan jika perlakuan orang tidak sesuai harapan, ia kecewa, bahkan tersinggung.
2. Mudah mengancam atau menyindir orang lain jika merasa tidak dihormati.
Kadang ia sampai berkata atau berpikir, “Orang itu akan kena balasan dari Allah karena tidak menghormatiku.”
3. Menutupi amal, tetapi diam-diam merasa layak dihormati karena amalnya.
Perasaan ini adalah bentuk Riyaa’ yang tersembunyi (Riyaa’ Khofi), yang sangat berbahaya karena menyerupai bentuk syirik halus. Tidak ada yang benar-benar selamat dari hal ini kecuali orang-orang yang telah mengenal Allah secara mendalam (Al-‘Aarifuun).
⚠️ Catatan penting:
Jika seseorang meninggalkan amal kebaikan hanya karena takut dibilang riyaa’, maka itu pun sudah termasuk riyaa’.
Sebab ia masih menjadikan manusia sebagai pertimbangan utama, bukan Allah.
💬 Maka tanyakan pada diri sendiri:
Apakah aku masih...
- Merasa perlu diperhatikan?
- Merasa perlu dihormati?
- Marah jika ibadahku tidak dihargai?
- Takut jika dikritik, dicela, atau dihina karena ibadahku?
- Takut kehilangan manfaat dunia dari ibadah yang kulakukan?
Jika jawabannya “iya”, maka itu tanda-tanda riyaa’ masih melekat dalam diri kita.
🤲 Contoh sederhana riyaa’ yang tak terasa:
Seseorang berkata:
“Tidak usah dibuatkan minuman, saya sedang puasa.”
“Saya ikhlas, kok.”
Ucapan seperti itu mungkin terdengar biasa, tapi bisa jadi ada harapan untuk dipuji atau diperhatikan.
Padahal orang yang benar-benar memahami sabda Nabi:
“Puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya.”
(Wash-shoumu Lii wa Ana Ajziibih)
...justru tidak ingin orang lain tahu bahwa ia sedang berpuasa, dan tidak berharap apa pun dari manusia.
💡 Lalu, kapan seseorang bisa dikatakan terbebas dari riyaa’?
Yaitu saat seseorang sudah tidak mengaitkan amal ibadahnya dengan siapa pun atau apa pun, entah itu:
- Manusia
- Uang
- Jabatan
- Keadaan
- atau hawa nafsunya sendiri
Ia cukup merasa cukup dan puas hanya dengan pandangan Allah kepadanya. Saat itulah ia mulai terbebas dari riyaa’.
🧘♂️ Latihan menyembuhkan hati dari riyaa’
Latihlah hati untuk senantiasa bermuroqobah (merasa diawasi Allah), misalnya dengan mengucap dalam hati:
- Allahu Ma’ii — “Allah bersamaku”
- Allahu Naazhirun Ilayya — “Allah melihatku”
- Allahu Syaahidii — “Allah menyaksikanku”
🌱 Ucapkan dalam hati, tanpa perlu menggerakkan bibir.
Inilah salah satu cara menyembunyikan amal dari pandangan manusia, sebagai obat dari riyaa’.
Namun sebaliknya...
Jika perhatian kita lebih tertuju pada manusia, jika lisan berdzikir tapi hati lalai, maka itu bisa menjadi bentuk riyaa’ atau kelalaian.
🤍 Ciri orang yang sudah mengenal Allah:
- Tidak mudah marah saat dihina.
- Tidak merasa lebih tinggi dari orang lain.
- Menyadari bahwa segala yang dimilikinya hanyalah titipan dari Allah.
- Tidak pernah merasa dirinya paling baik, paling ikhlas, atau paling mulia.
Meski ia menampakkan nikmat Allah dalam hidupnya (tahadduts bin-ni‘mah), ia tidak melakukannya karena ingin dipuji atau dihargai.
Ia hanya ingin bersyukur kepada Allah, tanpa berharap balasan apa pun dari manusia.
🧭 Penutup:
Riyaa’ bukan hanya soal pamer ibadah, tapi lebih dalam:
soal siapa yang kita harapkan ketika beramal?
Jika jawabannya bukan Allah, maka hati kita perlu dibersihkan kembali.
Jika Anda ingin versi ini disesuaikan untuk ceramah, kajian, konten video, atau materi tulisan lain, saya siap bantu menyesuaikan juga.
0 komentar:
Posting Komentar