IBLIS SANG PENCINTA SEJATI
Judul Asli: إبليس حبيب صحيح
Sumber: Kitab As-Sirrul Jalil fi Khawashi Hasbunallah wa Ni’mal Wakil
Karya: Syaikh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili
Pendahuluan
Anugerah tertinggi Sang Kekasih bagi sang pencinta — yaitu rasa damai sejati — tidak akan pernah dapat diperoleh oleh hati yang masih menyimpan kebencian, bahkan terhadap makhluk seperti iblis atau setan sekalipun.
Demikianlah seorang sufi wanita agung, Rabi’ah Al-Adawiyah, tidak menyisakan ruang kebencian di dalam hatinya, termasuk terhadap setan. Ketahuilah, bahwa hakikat segala sesuatu adalah milik Allah ‘Azza wa Jalla, termasuk hakikat Iblis itu sendiri.
Iblis Menurut Pandangan Sufi
Dalam pandangan sufistik:
- Al-Hallaj menyebut bahwa Iblis adalah figur sang pencinta sejati, yang teguh dan tulus.
Ia bahkan disebut sebagai "mursyid" bagi para malaikat. - Hazrat Sarmad menganjurkan manusia untuk belajar tentang tauhid murni dari Iblis.
- Ahmad al-Ghazali menegaskan bahwa manusia yang belum memahami hakikat Iblis, cenderung belum benar-benar bertauhid dan bisa terperosok ke dalam kemusyrikan.
Dialog Iblis dan Allah: Tafsir Sufistik
Dialog antara Allah dan Iblis dalam Al-Qur'an sesungguhnya sangat simbolik. Allah sedang mengajarkan umat manusia tentang mahabbah (cinta) yang murni, berupa penyerahan total kepada-Nya.
Iblis (Azazil), termasuk dari golongan jin — menurut makna sufistik: ia adalah makhluk "asing" di kalangan malaikat. Ia beribadah ribuan tahun hingga mencapai derajat malaikat agung.
Namun, saat Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam, semua taat kecuali Azazil.
Dialog Ilahi: Dikutip dari Kitab At-Tawasin karya Al-Hallaj
Allah bertanya:
“Wahai Azazil, mengapa engkau enggan bersujud kepada Adam?”
Azazil menjawab:
“Tiada yang patut kuagungkan selain Diri-Mu.”
Allah bertanya lagi:
“Meskipun engkau akan menerima kutukan-Ku?”
Azazil menjawab:
“Tak mengapa. Karena hasrat hatiku hanya kepada-Mu.”
Lalu Azazil bersyair:
“Kendati Kau membakarku dengan api suci-Mu yang menyala-nyala selamanya, aku tak akan pernah tunduk kepada kesadaran ego manusia. Karena cintaku berasal dari hati yang tulus… bagaimana mungkin aku menyembah selain-Mu?”
Syair Azazil Lainnya
“Segala sesuatu, termasuk diriku, adalah milik-Mu.
Kau telah memberikan pilihan, namun Kau pula yang menentukan pilihanku.
Jika Engkau melarangku, Engkaulah Pelarang.
Jika aku salah paham, jangan Kau tinggalkan aku.”
Sebagai bentuk kepasrahan total, Azazil menerima kutukan itu sebagai "anugerah tertinggi", dengan tanpa protes.
Catatan: Perbedaan Antara Kafir dan Murtad
Kenapa Azazil menerima kutukan “kafir” tanpa menolak?
Karena ia tahu, kafir artinya menolak sujud, namun tidak menyembah selain Allah. Berbeda dengan murtad, yaitu meninggalkan Allah dan menyembah selain-Nya — sesuatu yang tidak akan pernah dilakukan Azazil.
Rencana Ilahi dan Fungsi Iblis
Seandainya Iblis bersujud, maka:
- Adam tidak akan menjadi khalifah di bumi.
- Dunia tidak akan dihuni manusia.
- Surga dan neraka akan menjadi ciptaan yang sia-sia.
Maka, Iblis menjalankan tugas ilahiyah sebagai "penguji".
Para nabi dan rasul menjadi guru, Al-Qur'an sebagai pelajaran, dan hadis sebagai pedoman memahami pelajaran itu.
Kesetiaan Cinta: Pengakuan Azazil
Allah bertanya:
“Tidakkah engkau menolak Anugerah-Ku (kutukan)?”
Azazil menjawab:
“Dalam cinta ada penderitaan dan kesetiaan. Seorang pencinta sejati akan matang oleh kelembutan dan keadilan Sang Kekasih.”
Simbolisme “Aku dari Api, Adam dari Tanah”
Pernyataan ini bukanlah alasan sesungguhnya. Azazil yang memiliki kesadaran Ilahi tidak mungkin terjebak pada hal fisik. Ia tahu ini adalah ujian, bukan perintah mutlak.
Dengan itu, Allah menunjukkan kepada manusia tentang bahayanya ego, dan kepada para malaikat tentang makna kecintaan murni.
Iblis Sebagai Cermin Keburukan
Iblis menunjukkan jalan keburukan, agar manusia menghindarinya.
“Barang siapa tak mengenal keburukan, maka ia tak akan mengenal kebaikan.”
Makna Ayat “Tidak Kuciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk Menyembah-Ku”
Dalam QS. Adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman:
“Wa maa khalaqtul jinna wal insa illa liya’buduun.”
Makna “maa” dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa ada makna lain di balik penciptaan — bukan “tidak sama sekali”, melainkan “tidak utamanya kecuali…”.
Hal ini menunjukkan bahwa tujuan hidup manusia bukan hanya ibadah, tapi juga menggenapi rencana Allah tentang kekhalifahan dan kehidupan dunia.
Perumpamaan Rasulullah SAW dan Iblis
Rasulullah bersabda:
“Jangan mengkambinghitamkan iblis atas perbuatanmu.
Manusia memiliki kehendak dan bertanggung jawab atas pilihannya — atas izin Allah.”
Percakapan Iblis dan Rasulullah SAW (Riwayat Ibnu Abbas)
Iblis berkata:
“Aku tidak bisa menyesatkan siapa pun. Aku hanya membisikkan dan menghiasi.
Sebagaimana engkau, wahai Muhammad, tidak bisa memberi hidayah — engkau hanya penyampai amanah.
Yang celaka adalah yang telah dicap celaka oleh Allah.
Yang bahagia adalah yang sejak dalam rahim sudah dijadikan bahagia oleh-Nya.”
Penutup: Antara Nur dan Azab
“Baik dan buruk hanyalah refleksi dari Kebenaran.
Dan Allah berada di atas baik dan buruk, di atas cahaya dan gelap.
Dia adalah Nur ‘ala Nur — Cahaya di atas segala cahaya.”
Renungkan Syair Azazil Berikut
“Ya Allah, Engkau membebaskanku karena selubungku terbuka.
Engkau membuka selubungku karena Keesaan-Mu menyatu denganku.
Aku tak bersalah, tak bersekongkol dalam kejahatan.
Aku tidak pula menyesatkan, hanya menjadi sebab atas apa yang Kau kehendaki.”
Semoga kisah dan perenungan ini menyejukkan kalbu, membuka mata batin, dan menumbuhkan mahabbah sejati hanya kepada Allah semata.
Kebenaran hanya milik Dia Yang Maha Benar dan Maha Mengetahui.
0 komentar:
Posting Komentar