Cara pengambilan hukum dalam Islam menurut Ahlussunnah wal Jama’ah (berdasarkan manhaj salaf yang otentik) dibandingkan dengan pendekatan Salafi-Wahabi (yang mengklaim sebagai salafiyun, tapi sering menyimpang dari metodologi salaf itu sendiri).
📌 PERBANDINGAN METODOLOGI PENGAMBILAN HUKUM ISLAM
No |
Aspek |
Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah (Salaf Asli) |
Manhaj Salafi-Wahabi (Klaim Salaf) |
---|---|---|---|
1 |
Sumber Hukum |
Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istihsan, Istishlah, ‘Urf, Saddu Dzari’ah, Maqashid Syari’ah |
Fokus pada Al-Qur’an & Hadits sahih saja; menolak qiyas, istihsan, istishlah dalam banyak hal |
2 |
Pendekatan terhadap Hadits |
Memahami hadits melalui konteks, maqashid, dan penggabungan dalil; hadits sahih bisa ditinggalkan jika bertentangan dengan dalil lebih kuat atau amal sahabat |
Pegang hadits sahih secara literal tanpa memperhatikan maqashid, qiyas, atau kontekstualisasi; mengabaikan ijma’ dan pendapat imam mujtahid |
3 |
Pendekatan terhadap Ulama Madzhab |
Mengikuti madzhab mu’tabar (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali); memuliakan ijma’ dan ijtihad para imam |
Menolak madzhab, menuduh taklid; namun pada praktiknya taqlid ke tokoh Wahabi modern seperti Albani, Utsaimin, Bin Baz |
4 |
Konsep Bid’ah |
Memilah antara bid’ah hasanah & dhalalah (seperti Imam Syafi’i); mempertimbangkan tujuan syariat |
Semua hal baru dianggap bid’ah sesat, meskipun memiliki landasan syar’i atau maslahat yang jelas |
5 |
Penggunaan Akal |
Menggunakan akal sehat dalam batas syariat: ijtihad, qiyas, maqashid, dan hikmah |
Menolak pendekatan rasional; menganggap semua bentuk istinbath rasional sebagai ahlu kalam dan bid’ah |
6 |
Tafsir Ayat Sifat |
Tafwidh (menyerahkan makna kepada Allah), atau takwil bila perlu, tanpa menyerupakan (tanzih) |
Memahami secara literal, bahkan menyiratkan tajsim (Allah duduk, bertempat, dll); menuduh tafwidh dan takwil sebagai sesat |
7 |
Pendekatan terhadap Perbedaan |
Menerima khilaf sebagai bagian dari rahmat; tidak mudah memvonis sesat |
Menganggap perbedaan adalah penyimpangan; sering membid’ahkan, bahkan menuduh syirik pada amalan populer umat |
8 |
Dakwah dan Akhlak |
Lembut, santun, hikmah; seperti salaf asli dalam berdakwah |
Kasar, menyudutkan, merendahkan ulama; menciptakan konflik sesama Muslim |
🧭 Penjelasan Sistem Pengambilan Hukum Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah (Manhaj Salaf Asli)
-
Al-Qur’an
→ Landasan utama hukum. Tapi tidak ditafsirkan secara liar. Salaf memahami Al-Qur’an dengan tafsir Nabi ﷺ, sahabat, tabi’in, dan ijma’ ulama. -
Sunnah
→ Sunnah Nabi ﷺ, baik berupa ucapan, perbuatan, dan ketetapan. Namun tidak semua hadits sahih langsung diamalkan tanpa filter:- Harus dicek kesesuaiannya dengan Qur’an.
- Dipahami dalam konteks hukum dan maqashid.
- Bisa ditinggalkan bila bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.
-
Ijma’ (Konsensus Ulama)
→ Salaf sangat menjunjung ijma’. Bahkan Imam Syafi’i menyatakan bahwa ijma’ adalah hujjah syar’iyyah yang harus diikuti. Wahabi sering mengabaikan ijma’. -
Qiyas (Analogi)
→ Alat penting untuk mengeluarkan hukum baru dalam hal-hal yang tidak disebut langsung dalam Qur’an dan Sunnah.
→ Salafi-Wahabi cenderung menolak qiyas kecuali yang sangat terbatas, sehingga kaku dalam menyikapi masalah kontemporer. -
Maqashid Syari’ah
→ Tujuan hukum Islam: menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.
→ Ulama salaf menyaring semua dalil dengan tujuan dan hikmah ini. Wahabi jarang sekali mempertimbangkan maqashid, karena terlalu tekstual. -
Urf (Kebiasaan Setempat)
→ Diakui oleh salaf bila tidak bertentangan dengan syariat.
→ Wahabi menolak urf dan memaksakan satu pemahaman tunggal dalam semua konteks budaya dan zaman. -
Saddu Dzari’ah (Menutup Celah Kerusakan)
→ Digunakan salaf dalam melarang hal-hal mubah yang berpotensi merusak.
→ Wahabi kadang menggunakannya, tapi tidak proporsional.
⚠️ Kekeliruan Wahabi-Salafi Dalam Pengambilan Hukum:
-
Literalisme ekstrem:
→ Mereka membaca hadits dan ayat secara kaku. Padahal ulama salaf menggunakan hikmah dan pemahaman kontekstual. -
Menolak peran imam madzhab:
→ Mereka mengaku kembali ke Qur’an dan Sunnah, tapi sering salah tafsir. Sementara madzhab punya metodologi yang kokoh. -
Tendensi takfir (mengkafirkan):
→ Menyempitkan makna syirik dan bid’ah, hingga menganggap umat Islam yang bertawassul atau ziarah sebagai ahli bid’ah atau musyrik. -
Mengambil pendapat dari ulama belakangan tapi mengaku hanya ikut salaf:
→ Misalnya sangat taqlid kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, Albani, Utsaimin — padahal menuduh orang lain sebagai taqlid.
✅ Penutup: Kembali ke Salaf yang Benar
Mengikuti salaf bukan hanya dengan slogan "Qur’an dan Sunnah", tapi dengan mewarisi metode mereka dalam memahami, mengkaji, dan menerapkan ajaran Islam secara utuh:
- Menghormati ijma’,
- Menggunakan qiyas dan maqashid,
- Tidak tergesa menyesatkan,
- Beradab dalam dakwah,
- Dan menghindari kesempitan dalam agama.
0 komentar:
Posting Komentar