Selasa, 03 Juni 2025

CARA PENGAMBILAN HUKUM DALAM ISLAM MENURUT AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH



Cara pengambilan hukum dalam Islam menurut Ahlussunnah wal Jama’ah (berdasarkan manhaj salaf yang otentik) dibandingkan dengan pendekatan Salafi-Wahabi (yang mengklaim sebagai salafiyun, tapi sering menyimpang dari metodologi salaf itu sendiri).



📌 PERBANDINGAN METODOLOGI PENGAMBILAN HUKUM ISLAM

No

Aspek

Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah (Salaf Asli)

Manhaj Salafi-Wahabi (Klaim Salaf)

1

Sumber Hukum

Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istihsan, Istishlah, ‘Urf, Saddu Dzari’ah, Maqashid Syari’ah

Fokus pada Al-Qur’an & Hadits sahih saja; menolak qiyas, istihsan, istishlah dalam banyak hal

2

Pendekatan terhadap Hadits

Memahami hadits melalui konteks, maqashid, dan penggabungan dalil; hadits sahih bisa ditinggalkan jika bertentangan dengan dalil lebih kuat atau amal sahabat

Pegang hadits sahih secara literal tanpa memperhatikan maqashid, qiyas, atau kontekstualisasi; mengabaikan ijma’ dan pendapat imam mujtahid

3

Pendekatan terhadap Ulama Madzhab

Mengikuti madzhab mu’tabar (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali); memuliakan ijma’ dan ijtihad para imam

Menolak madzhab, menuduh taklid; namun pada praktiknya taqlid ke tokoh Wahabi modern seperti Albani, Utsaimin, Bin Baz

4

Konsep Bid’ah

Memilah antara bid’ah hasanah & dhalalah (seperti Imam Syafi’i); mempertimbangkan tujuan syariat

Semua hal baru dianggap bid’ah sesat, meskipun memiliki landasan syar’i atau maslahat yang jelas

5

Penggunaan Akal

Menggunakan akal sehat dalam batas syariat: ijtihad, qiyas, maqashid, dan hikmah

Menolak pendekatan rasional; menganggap semua bentuk istinbath rasional sebagai ahlu kalam dan bid’ah

6

Tafsir Ayat Sifat

Tafwidh (menyerahkan makna kepada Allah), atau takwil bila perlu, tanpa menyerupakan (tanzih)

Memahami secara literal, bahkan menyiratkan tajsim (Allah duduk, bertempat, dll); menuduh tafwidh dan takwil sebagai sesat

7

Pendekatan terhadap Perbedaan

Menerima khilaf sebagai bagian dari rahmat; tidak mudah memvonis sesat

Menganggap perbedaan adalah penyimpangan; sering membid’ahkan, bahkan menuduh syirik pada amalan populer umat

8

Dakwah dan Akhlak

Lembut, santun, hikmah; seperti salaf asli dalam berdakwah

Kasar, menyudutkan, merendahkan ulama; menciptakan konflik sesama Muslim



🧭 Penjelasan Sistem Pengambilan Hukum Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah (Manhaj Salaf Asli)

  1. Al-Qur’an
    → Landasan utama hukum. Tapi tidak ditafsirkan secara liar. Salaf memahami Al-Qur’an dengan tafsir Nabi ﷺ, sahabat, tabi’in, dan ijma’ ulama.

  2. Sunnah
    → Sunnah Nabi ﷺ, baik berupa ucapan, perbuatan, dan ketetapan. Namun tidak semua hadits sahih langsung diamalkan tanpa filter:

    • Harus dicek kesesuaiannya dengan Qur’an.
    • Dipahami dalam konteks hukum dan maqashid.
    • Bisa ditinggalkan bila bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.
  3. Ijma’ (Konsensus Ulama)
    → Salaf sangat menjunjung ijma’. Bahkan Imam Syafi’i menyatakan bahwa ijma’ adalah hujjah syar’iyyah yang harus diikuti. Wahabi sering mengabaikan ijma’.

  4. Qiyas (Analogi)
    → Alat penting untuk mengeluarkan hukum baru dalam hal-hal yang tidak disebut langsung dalam Qur’an dan Sunnah.
    Salafi-Wahabi cenderung menolak qiyas kecuali yang sangat terbatas, sehingga kaku dalam menyikapi masalah kontemporer.

  5. Maqashid Syari’ah
    → Tujuan hukum Islam: menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.
    → Ulama salaf menyaring semua dalil dengan tujuan dan hikmah ini. Wahabi jarang sekali mempertimbangkan maqashid, karena terlalu tekstual.

  6. Urf (Kebiasaan Setempat)
    → Diakui oleh salaf bila tidak bertentangan dengan syariat.
    → Wahabi menolak urf dan memaksakan satu pemahaman tunggal dalam semua konteks budaya dan zaman.

  7. Saddu Dzari’ah (Menutup Celah Kerusakan)
    → Digunakan salaf dalam melarang hal-hal mubah yang berpotensi merusak.
    → Wahabi kadang menggunakannya, tapi tidak proporsional.



⚠️ Kekeliruan Wahabi-Salafi Dalam Pengambilan Hukum:

  1. Literalisme ekstrem:
    → Mereka membaca hadits dan ayat secara kaku. Padahal ulama salaf menggunakan hikmah dan pemahaman kontekstual.

  2. Menolak peran imam madzhab:
    → Mereka mengaku kembali ke Qur’an dan Sunnah, tapi sering salah tafsir. Sementara madzhab punya metodologi yang kokoh.

  3. Tendensi takfir (mengkafirkan):
    → Menyempitkan makna syirik dan bid’ah, hingga menganggap umat Islam yang bertawassul atau ziarah sebagai ahli bid’ah atau musyrik.

  4. Mengambil pendapat dari ulama belakangan tapi mengaku hanya ikut salaf:
    → Misalnya sangat taqlid kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, Albani, Utsaimin — padahal menuduh orang lain sebagai taqlid.



Penutup: Kembali ke Salaf yang Benar

Mengikuti salaf bukan hanya dengan slogan "Qur’an dan Sunnah", tapi dengan mewarisi metode mereka dalam memahami, mengkaji, dan menerapkan ajaran Islam secara utuh:

  • Menghormati ijma’,
  • Menggunakan qiyas dan maqashid,
  • Tidak tergesa menyesatkan,
  • Beradab dalam dakwah,
  • Dan menghindari kesempitan dalam agama.


0 komentar:

Posting Komentar