Masuk akal atau tidak secara logika bahwa mereka mengakui sebagai pengikut generasi awal atau salaf Sholih, sementara mereka tidak sama sekali bertemu dengan para salaf Ash Sholih. Dan secara nyata bahwa mereka mengikuti pendapat Muhammad bin Abdul Wahhab yaitu Ulama' kholaf (bukan salaf)?
Secara logika, klaim Salafi/Wahabi bahwa mereka adalah pengikut Salafus Shalih tidak masuk akal dan mengandung kontradiksi, karena beberapa alasan berikut:
1. Mereka Tidak Pernah Bertemu dengan Salafus Shalih
- Salafus Shalih adalah generasi Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in, yang hidup pada tiga abad pertama Islam.
- Salafi Wahabi baru muncul di abad ke-18 M, melalui Muhammad bin Abdul Wahhab di Najd, Arab Saudi.
- Tidak ada sanad langsung yang menghubungkan mereka dengan para salaf kecuali klaim sepihak.
- Kalau mengikuti logika mereka, maka semua ulama lain yang juga tidak bertemu dengan Salafus Shalih harus dianggap tidak sah.
⏩ Jadi, secara logis, mereka hanya mengikuti pemahaman yang dibuat belakangan, bukan Salafus Shalih itu sendiri.
2. Mereka Justru Mengikuti Pendapat Muhammad bin Abdul Wahhab, Bukan Ulama Salaf
- Mayoritas ajaran mereka berasal dari Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792 M), yang baru hidup lebih dari 1.000 tahun setelah generasi Salafus Shalih.
- Muhammad bin Abdul Wahhab bukan ulama Salaf, melainkan ulama khilaf (ulama belakangan yang kontroversial dan banyak ditolak ulama lain).
- Bahkan dalam mazhab Hanbali pun, banyak ulama yang menolak pendapatnya.
📌 Kontradiksi mereka:
❌ Mereka menuduh pengikut madzhab Asy’ariyah dan Maturidiyah sebagai menyimpang, padahal Imam Asy’ari dan Imam Maturidi hidup lebih dekat dengan zaman Salafus Shalih dibandingkan Muhammad bin Abdul Wahhab.
❌ Mereka menolak taklid (mengikuti ulama), tetapi mereka sendiri bertaklid kepada Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ibnu Taymiyyah.
3. Mayoritas Ulama Salaf Tidak Sependapat dengan Mereka
Jika mereka benar-benar mengikuti Salafus Shalih, maka seharusnya pendapat mereka selaras dengan para ulama yang lebih dekat dengan zaman salaf, seperti:
- Imam Abu Hanifah (699-767 M)
- Imam Malik (711-795 M)
- Imam Syafi’i (767-820 M)
- Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M)
🚨 Faktanya:
🔴 Mereka menolak banyak ajaran ulama besar ini dan malah menganggapnya "tercemar oleh bid’ah".
🔴 Justru Salafi/Wahabi banyak menggunakan fatwa Ibnu Taymiyyah (1263-1328 M), yang juga hidup 600 tahun setelah generasi Salaf.
4. Menggunakan Standar Ganda dalam Menilai Bid’ah
📌 Mereka sering berkata “Setiap bid’ah adalah sesat”, tetapi dalam praktiknya mereka:
- Menerima pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab, yang jelas merupakan pemikiran baru (bid’ah) di abad ke-18.
- Menolak madzhab Asy’ariyah dan Maturidiyah, yang sudah diikuti oleh mayoritas ulama Sunni sejak dulu.
- Menolak tasawuf, padahal tasawuf sudah ada sejak zaman Tabi’in dan diterima oleh banyak ulama salaf seperti Imam Hasan Al-Bashri, Imam Junaid Al-Baghdadi, dan Imam Al-Ghazali.
⏩ Jadi, klaim mereka tentang "kembali ke Salafus Shalih" justru bertentangan dengan realitas historis.
Kesimpulan: Tidak Masuk Akal Secara Logika
❌ Klaim bahwa mereka adalah pengikut Salafus Shalih bertentangan dengan fakta sejarah.
❌ Mereka sebenarnya lebih mengikuti Muhammad bin Abdul Wahhab, bukan ulama Salaf.
❌ Mayoritas ulama Salaf tidak mendukung ajaran mereka.
❌ Mereka menggunakan standar ganda dalam menilai bid’ah dan ijtihad.
✔ Yang lebih logis dan konsisten adalah mengikuti Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah & Maturidiyah), yang memiliki sanad keilmuan jelas hingga generasi Salaf.
0 komentar:
Posting Komentar