Mi'raj (المعراج) adalah salah satu peristiwa agung dalam sejarah Islam yang terjadi pada malam Isra' dan Mi'raj, ketika Nabi Muhammad ﷺ diangkat dari bumi ke langit dan diperjalankan sampai ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah shalat dari Allah ﷻ.
1. Pengertian Mi'raj
- Secara bahasa: berasal dari kata Arab ‘araja – ya‘ruju yang berarti naik.
- Secara istilah: Mi'raj adalah bagian dari perjalanan malam Nabi Muhammad ﷺ dari Masjidil Aqsa ke langit, hingga ke tempat tertinggi, bertemu dengan Allah ﷻ.
Mi'raj adalah perjalanan vertikal, sementara Isra’ adalah perjalanan horizontal dari Masjidil Haram (Mekkah) ke Masjidil Aqsa (Palestina).
2. Dalil Peristiwa Isra' dan Mi'raj
-
Al-Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 1:
"Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
-
Hadis-hadis Shahih: Terdapat dalam banyak riwayat sahih, terutama dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, yang menceritakan bagaimana Nabi ﷺ diperjalankan hingga ke langit ke tujuh dan Sidratul Muntaha.
3. Rangkaian Perjalanan Mi’raj
-
Setelah tiba di Masjidil Aqsa, Nabi ﷺ shalat bersama para nabi lainnya.
-
Naik ke langit dengan kendaraan bernama Buraq ditemani malaikat Jibril.
-
Di setiap lapisan langit, Nabi ﷺ bertemu dengan para nabi:
- Langit 1: Nabi Adam ‘alayhis salam
- Langit 2: Nabi Isa dan Nabi Yahya
- Langit 3: Nabi Yusuf
- Langit 4: Nabi Idris
- Langit 5: Nabi Harun
- Langit 6: Nabi Musa
- Langit 7: Nabi Ibrahim
-
Sampai ke Sidratul Muntaha dan Al-Baitul Ma’mur.
-
Menerima perintah shalat 50 waktu, yang akhirnya dikurangi menjadi 5 waktu sehari semalam namun tetap mendapat pahala 50 waktu.
4. Makna Spiritual Peristiwa Mi’raj
- Shalat adalah hadiah langsung dari Allah kepada Nabi ﷺ dan umatnya.
- Mi’raj menunjukkan kedekatan Nabi ﷺ dengan Allah dan derajat spiritual beliau.
- Menunjukkan bahwa iman kepada yang ghaib adalah bagian penting dari Islam.
- Menjadi ujian keimanan umat (beberapa orang murtad karena tidak mempercayai peristiwa ini saat itu).
5. Pendapat Ulama
- Jumhur ulama menyatakan bahwa Mi’raj adalah peristiwa nyata secara ruh dan jasad, bukan mimpi atau roh saja.
- Ada pula sebagian ulama yang mengatakan itu hanya secara ruhani, tetapi pendapat kuat adalah secara fisik dan ruh sekaligus, karena Allah menyebutkan dalam istilah “asra bi ‘abdihi” (memperjalankan hamba-Nya), yang menunjukkan jasad dan ruh.
6. Waktu Terjadi Mi’raj
- Terjadi sekitar satu tahun sebelum hijrah ke Madinah, dalam kondisi Nabi ﷺ mengalami kesedihan mendalam setelah wafatnya Khadijah dan Abu Thalib (‘Amul Huzn – tahun duka cita).
7. Pelajaran dari Mi’raj
- Pentingnya shalat sebagai pilar utama agama.
- Keteguhan iman dalam menghadapi ujian (Nabi diuji dengan ejekan, tapi tetap menyampaikan kebenaran).
- Adanya kehidupan akhirat dan pembalasan.
- Nabi Muhammad ﷺ sebagai Imam para nabi.
- Menunjukkan kemuliaan Nabi Muhammad ﷺ sebagai pemimpin seluruh nabi. Shalat lima waktu adalah hadiah langsung dari langit, maka harus kita jaga dengan penuh cinta.
- Tanda bahwa hubungan antara hamba dan Allah terbuka—dan shalat adalah bentuk mi’raj harian bagi kita
Apa yang Terjadi di Sidratul Muntaha?
Di tempat itu:
- Rasulullah ﷺ bertemu langsung dengan Allah (tanpa perantara) dalam cara yang hanya diketahui oleh Allah.
- Allah memberikan perintah shalat 50 waktu, yang kemudian diringankan menjadi 5 waktu, dengan pahala tetap seperti 50.
PENJELASAN TASAWWUF
1. Sidratul Muntaha dalam Pandangan Sufi
a. Makna Bahasa & Syariat:
- Sidrah artinya pohon bidara.
- Al-Muntaha artinya batas akhir.
- Dalam syariat, Sidratul Muntaha adalah tempat di langit ketujuh yang menjadi ujung perjalanan makhluk, tidak ada malaikat atau nabi lain yang bisa melampauinya selain Nabi Muhammad ﷺ.
b. Makna Tasawuf:
Menurut para sufi, Sidratul Muntaha bukan sekadar pohon surgawi, melainkan simbol dari batas kesadaran dan makrifat:
- Ibnu Ajibah: Sidratul Muntaha adalah maqam sirr (rahasia ilahiah), di mana semua pemahaman dan penglihatan berhenti, dan hanya tajalli (penampakan) yang tersisa.
- Ibnu Arabi: Sidrah adalah lambang dari akhir perjalanan akal, dan setelahnya adalah wilayah cinta (mahabbah) dan penyaksian batin (musyahadah).
2. Tajalli (Tajalliyāt) – Penampakan Ilahi
a. Makna Umum:
Tajalli adalah ketika Allah memperlihatkan sifat atau cahaya-Nya pada hamba-Nya.
b. Tingkatan Tajalli menurut Sufi:
- Tajalli Af’al (Perbuatan Allah) – manusia menyaksikan keajaiban dan keteraturan ciptaan Allah.
- Tajalli Sifat (Sifat Allah) – hati mulai merasakan kelembutan, keperkasaan, keindahan dari sifat-sifat Allah.
- Tajalli Dzat (Zat Allah) – yang disebut makam fana’; lenyapnya diri dalam kehadiran-Nya, tanpa dualitas.
Di Sidratul Muntaha, Nabi ﷺ mengalami tajalli dzat, dalam bentuk Nur tanpa bentuk – ini yang oleh sebagian ulama disebut sebagai melihat Allah dengan hati.
3. Mi’raj dalam Diri (Miniatur Spiritual)
Para sufi menegaskan bahwa perjalanan Mi’raj bukan hanya sejarah luar, tetapi realitas batin yang bisa dialami dalam salat dan dzikir.
a. Dalam Salat:
- Takbiratul ihram = meninggalkan dunia
- Qiyam & bacaan = dialog dengan Allah
- Rukuk & sujud = kehinaan diri di hadapan keagungan-Nya
- Tasyahhud = maqam musyahadah
- Salam = kembali ke dunia membawa kedamaian dan cahaya Ilahi
Inilah makna dari:
الصلاة معراج المؤمن – “Salat adalah mi’rajnya orang beriman.”
4. Maqamat dan Ahwal – Tahapan Perjalanan Mi’raj Batin
a. Maqamat (tahapan tetap):
- Tobat
- Zuhud
- Sabar
- Tawakal
- Ridha
- Mahabbah
b. Ahwal (keadaan batin):
- Khusyu’, tajalli, syauq (rindu), uns (keintiman), fana’, baqa’
Mi’raj Nabi ﷺ adalah puncak dari fana’ dan baqa’ – lenyap dalam kehadiran Allah lalu kembali membawa syari’ah untuk umat.
0 komentar:
Posting Komentar