Kamis, 12 Juni 2025

SUMBER SUMBER PENETAPAN HUKUM DALAM ISLAM AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH

 

Sumber Sumber Penetapan Hukum Dalam Islam Berdasarkan Manhaj Salaafunash Sholih

AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH



Ketika ditanya tentang pengambilan hukum jika tidak ada dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, Ibnu Abbas akan merujuk pada ijtihad. Ijtihad adalah proses berpikir dan berusaha untuk menemukan hukum syariat Islam melalui penalaran dan pemahaman mendalam terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip umum dan nilai-nilai Islam.

Ijtihad sebagai Sumber Hukum: Jika suatu masalah tidak secara eksplisit dijelaskan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka ulama (mujtahid) dapat menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukumnya.

Proses Ijtihad: Proses ijtihad melibatkan pemahaman mendalam tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta penggunaan akal dan penalaran untuk menemukan solusi hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Ahlussunnah wal Jama'ah (ASWAJA)  sangat berbeda dengan SALAFI WAHABI, dimana mereka hanya berlandaskan atau berdalil hanya menggunakan Al Qur'an dan Hadits Shohih dan itupun dengan cara Pemahaman & Penafsiran yang SANGAT SEMPIT yaitu hanya Bertaqlid kepada MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB yang telah secara nyata banyak mengesampingkan pendapar para ulama sehingga mengakibatkan banyak bertentangan dengan "Kebanyakan Para Ulama' " (:Assawaad Al A'zhom).  Dengan demikian menjadikan banyak hal urusan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah dalam Hal ber-'Aqidah dan Ber-Syari'at Islam. 

Al-Asy'ariyyah dan Al-Maturidiyyah yang kebanyakan para 'ULAMA' SUNNI BERMADZHAB mengambil sumber hukum Islam "DALIL" berdasarkan prinsip-prinsip Para Salaafus Shoolih yaitu berpedoman kepada EMPAT SUMBER UTAMA! Berikut ini disusun secara berurutan dalam hal keutamaan dan keabsahannya:

  1. Al-Qur'an

    • Kitab suci yang merupakan firman Allah SWT, sumber hukum utama dalam Islam.
  2. As-Sunnah (Hadits Nabi ﷺ)

    • Perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi penjelas (bayan) terhadap Al-Qur'an.
  3. Ijma' (Konsensus Ulama)

    • Kesepakatan para ulama mujtahid dari generasi tertentu dalam masalah hukum syariat setelah wafatnya Nabi ﷺ.
  4. Qiyas (Analogi)

    • Menyamakan hukum suatu perkara yang tidak ada nash-nya dengan perkara lain yang sudah ada nash-nya, karena memiliki ‘illat (alasan hukum) yang sama.

Keempat sumber ini digunakan oleh ulama Ahlussunnah wal Jama'ah dengan metode ijtihad, terutama dalam mazhab-mazhab fiqih yang diakui seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.


Masing-masing sumber hukum dalam Ahlussunnah wal Jama'ah memiliki cabang-cabang atau penjabaran yang digunakan para ulama untuk memperluas penerapan hukum dalam berbagai situasi. Berikut penjelasan cabang-cabang dari masing-masing sumber hukum:


1. Al-Qur'an

Cabangnya:

  • Nash Sharih (teks yang jelas): Ayat yang tegas maknanya, tidak multitafsir.
  • Zanni ad-Dalalah (tafsiran yang bersifat dugaan): Ayat yang mengandung beberapa kemungkinan makna, sehingga perlu penafsiran.
  • Nasikh dan Mansukh: Ayat yang menghapus (nasikh) dan yang dihapus hukumnya (mansukh).
  • 'Am dan Khass: Ayat umum dan ayat khusus.
  • Mutlaq dan Muqayyad: Ayat yang mutlak (umum) dan yang dibatasi dengan syarat tertentu.

2. As-Sunnah

Cabangnya:

  • Hadits Shahih, Hasan, dan Dhaif: Klasifikasi kekuatan sanad hadits yang memengaruhi diterima atau tidaknya sebagai sumber hukum.
  • Sunnah Qauliyah: Sabda Nabi ﷺ.
  • Sunnah Fi’liyah: Perbuatan Nabi ﷺ.
  • Sunnah Taqririyah: Persetujuan Nabi ﷺ atas suatu perbuatan sahabat.
  • Nasikh dan Mansukh dalam hadits: Hadits yang saling menghapus hukum sebelumnya.

3. Ijma’

Cabangnya:

  • Ijma' Sharih: Kesepakatan ulama secara eksplisit.
  • Ijma' Sukuti: Kesepakatan yang tidak disuarakan, yaitu sebagian ulama berbicara dan yang lain diam (diam dianggap setuju).
  • Ijma’ Qath’i: Ijma’ yang bersifat pasti.
  • Ijma’ Zanni: Ijma’ yang masih dalam taraf dugaan kuat.

4. Qiyas

Cabangnya:

  • Qiyas Jali: Analogi yang jelas dan kuat, berdasarkan illat yang pasti.
  • Qiyas Khafi: Analogi yang tersembunyi, illat-nya tidak terlalu jelas.
  • Qiyas dengan syarat-syarat: Seperti ada asal (hukum asal), far’u (kasus baru), illat (alasan hukum), dan hukum yang ditetapkan pada far’u.
  • Istinbat hukum melalui qiyas: Menghasilkan hukum baru dari kasus yang tidak disebutkan dalam nash.

🔄 Tambahan: Metode lain yang sering digunakan ulama Ahlussunnah sebagai pelengkap:

Beberapa metode lain dianggap sebagai turunan atau pelengkap dari empat sumber pokok di atas, terutama oleh ulama ushul fiqh:

  • Istihsan (preferensi hukum) – memilih hukum yang lebih ringan/memudahkan untuk maslahat.
  • Maslahah Mursalah – kemaslahatan umum yang tidak ditolak oleh nash.
  • Urf (kebiasaan masyarakat) – selagi tidak bertentangan dengan syariat.
  • Saddudz dzari’ah – mencegah sesuatu yang bisa mengarah ke pelanggaran.
  • Istishab – mempertahankan hukum asal sampai ada dalil yang mengubahnya.


Berikut ini adalah contoh-contoh dari setiap sumber hukum beserta cabang-cabangnya dan dalilnya, berdasarkan pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah.


1. AL-QUR’AN

Sumber hukum utama, firman Allah.

🔹 Contoh Nash Sharih (tegas/jelas)

Dalil:
"Dirikanlah shalat..."
(QS. Al-Baqarah: 43)
➤ Perintah langsung yang tegas, tak multitafsir.

🔹 Contoh Zanni ad-Dalalah

Dalil:
"Dan bagi laki-laki ada bagian warisan dua kali bagian perempuan."
(QS. An-Nisa: 11)
➤ Perlu penafsiran konteks; tidak semua kasus warisan langsung begitu (misalnya jika jumlah ahli waris kompleks).

🔹 Contoh Nasikh dan Mansukh

Ayat awal:
"Jika ada 20 orang yang sabar di antaramu, mereka akan mengalahkan 200..."
(QS. Al-Anfal: 65)
Dinasakh oleh:
"Sekarang Allah meringankan kamu..."
(QS. Al-Anfal: 66)
➤ Kewajiban jihad berat diringankan.

🔹 Contoh ‘Am dan Khass

‘Am (umum):
"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
(QS. Al-Baqarah: 275)
Khass (khusus):
"Sesungguhnya riba yang diambil hanyalah riba yang berlipat ganda."
(QS. Ali Imran: 130)
➤ Penjelasan tambahan.


2. AS-SUNNAH

Sabda, perbuatan, dan ketetapan Nabi ﷺ.

🔹 Contoh Sunnah Qauliyah (perkataan)

Dalil:
"Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niatnya."
(HR. Bukhari no. 1, Muslim no. 1907)

🔹 Contoh Sunnah Fi’liyah (perbuatan)

Nabi ﷺ shalat tarawih berjamaah di masjid selama beberapa malam Ramadan.
➤ Hadits: HR. Bukhari & Muslim

🔹 Contoh Sunnah Taqririyah (persetujuan)

Para sahabat makan daging biawak di hadapan Nabi ﷺ, dan beliau tidak melarangnya.
(HR. Bukhari no. 5537)

🔹 Contoh Nasikh dan Mansukh dalam hadits

Awalnya Nabi ﷺ melarang ziarah kubur. Kemudian beliau bersabda:
"Dulu aku melarang kalian berziarah kubur. Sekarang berziarahlah kalian..."
(HR. Muslim no. 977)


3. IJMA’

Kesepakatan ulama setelah wafatnya Nabi ﷺ.

🔹 Contoh Ijma’ Sharih (eksplisit)

Ijma’: Wajibnya shalat lima waktu.
➤ Disepakati seluruh ulama Ahlussunnah tanpa perbedaan.

🔹 Contoh Ijma’ Sukuti

Contoh: Khalifah Abu Bakar memerangi orang yang tidak mau bayar zakat. Sebagian sahabat diam, lalu setuju.
➤ Tidak ada yang menyelisihi secara nyata. (HR. Bukhari no. 1400)


4. QIYAS

Analogi dari hukum yang ada pada kasus baru.

🔹 Contoh Qiyas Jali (jelas)

Kasus: Khamr (arak) diharamkan karena memabukkan.
Qiyas: Narkoba memabukkan → dihukumi haram karena memiliki ‘illat yang sama.
Dalil asal:
"...Sesungguhnya khamr, judi... adalah perbuatan keji..."
(QS. Al-Ma’idah: 90)

🔹 Contoh Qiyas Khafi (tidak langsung)

Kasus: Zakat hewan qurban tidak wajib.
Qiyas dengan hewan ternak: tapi karena tujuan dan pengelolaannya berbeda, maka hukumnya berbeda meski sama-sama hewan.


🔄 TAMBAHAN: METODE PELENGKAP / CABANG LAIN

🔹 Istihsan (preferensi hukum)

Ulama Hanafi membolehkan istihsan untuk tidak menerapkan qiyas jika hasilnya memberatkan.
Contoh: Seseorang menyewa rumah yang separuhnya rusak, masih boleh menempati sisanya tanpa batal akad.

🔹 Maslahah Mursalah

Pengadaan lampu merah atau undang-undang lalu lintas → demi keselamatan umat, meski tidak ada di nash.

🔹 Urf (kebiasaan)

Pemberian mahar secara tidak tunai di masyarakat → dibolehkan karena sudah jadi kebiasaan.

🔹 Saddudz dzari’ah (menutup pintu kerusakan)

Larangan khalwat (berduaan) antara laki-laki dan perempuan bukan mahram → untuk mencegah zina.



Berikut adalah penjelasan contoh-contoh kejadian nyata dalam kehidupan yang diambil dari masing-masing sumber hukum Ahlussunnah wal Jama’ah, lengkap dengan dalilnya dan penjelasan hukumnya:


1. AL-QUR’AN

🔸 Kejadian: Seorang Muslim membeli barang dagangan di pasar.

  • Dalil (QS. Al-Baqarah: 275):
    "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
  • Penjelasan:
    Jual beli dibolehkan selama tanpa unsur riba, penipuan, atau gharar (ketidakjelasan).
    ➤ Hukum: Mubah, selama syaratnya terpenuhi.

2. AS-SUNNAH

🔸 Kejadian: Seorang Muslim berniat puasa Ramadan di malam hari.

  • Dalil (HR. Abu Dawud no. 2454):
    "Barang siapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya."
  • Penjelasan:
    Niat adalah syarat sah puasa wajib seperti Ramadan.
    ➤ Hukum: Wajib berniat malam harinya.

🔸 Kejadian: Seorang laki-laki berwudhu dan lupa membasuh kakinya.

  • Dalil (HR. Muslim no. 241):
    Nabi ﷺ melihat seseorang shalat tapi tumitnya kering (tidak terkena air wudhu). Beliau bersabda:
    "Celakalah tumit-tumit yang tidak terkena air wudhu karena neraka."
  • Penjelasan:
    Wajib menyempurnakan wudhu; bila ada bagian yang tertinggal, wudhu tidak sah.

3. IJMA’

🔸 Kejadian: Seorang Muslim meninggalkan shalat lima waktu karena malas.

  • Dalil Ijma’:
    Disepakati seluruh ulama bahwa shalat lima waktu hukumnya wajib, dan meninggalkannya karena malas adalah dosa besar.
    ➤ Berdasarkan ijma’ sahabat dan ulama setelah Nabi ﷺ wafat.

  • Dalil dari hadits:
    "Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka ia telah kafir."
    (HR. Tirmidzi no. 2621, hasan shahih)


4. QIYAS

🔸 Kejadian: Seorang pemuda menggunakan narkoba jenis sabu.

  • Dalil asal (QS. Al-Ma’idah: 90):
    "Sesungguhnya khamr, judi, berhala, dan undian adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan..."
  • Qiyas:
    Khamr diharamkan karena memabukkan → sabu juga memabukkan bahkan lebih berbahaya → diharamkan.
  • Penjelasan:
    Meski sabu tak disebut dalam Al-Qur’an dan hadits secara eksplisit, para ulama mengqiyaskan hukumnya pada khamr.

🔄 TAMBAHAN: METODE CABANG / PELENGKAP

🔸 ISTIHSAN (Contoh Kejadian)

Seorang pemilik rumah menyewakan rumah, namun sebagian tembok roboh karena gempa.

  • Dalil metode istihsan:
    Ulama Hanafiyah memperbolehkan penyewa tetap tinggal selama bagian utama masih bisa digunakan, demi kemaslahatan dan tidak memberatkan.
  • Penjelasan:
    Tidak secara ketat membatalkan akad, padahal secara qiyas akad bisa dibatalkan.

🔸 MASLAHAH MURSALAH (Contoh Kejadian)

Pemerintah menetapkan aturan lalu lintas dan SIM.

  • Dalil konsep maslahah:
    Tujuannya menjaga jiwa (hifzhun nafs) dan tertib sosial, termasuk dalam maqashid syariah.
  • Penjelasan:
    Tak ada ayat khusus tentang SIM, tapi itu demi kemaslahatan umum → dibolehkan bahkan wajib ditaati jika menyangkut keselamatan.

🔸 URF (Contoh Kejadian)

Di Indonesia, mahar sering diberikan saat akad nikah, dan bisa dalam bentuk barang (emas, alat shalat).

  • Dalil (QS. An-Nisa: 4):
    "Berikanlah mahar kepada wanita sebagai pemberian yang wajib..."
  • Penjelasan:
    Bentuk dan cara pemberiannya mengikuti kebiasaan masyarakat (urf) selama tidak bertentangan dengan syariat.

🔸 SADDUDZ DZARI’AH (Contoh Kejadian)

Dilarang berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram.

  • Dalil (HR. Bukhari & Muslim):
    "Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah syaitan."
  • Penjelasan:
    Untuk menutup pintu kerusakan (zina) meski belum terjadi.


Berikut ini saya jelaskan contoh-contoh QIYAS dalam IBADAH dan MUAMALAH, lengkap dengan dalil asal, penjelasan, dan analoginya menurut metode Ahlussunnah wal Jama’ah:


✅ QIYAS DALAM IBADAH


🔹 Contoh 1: Hukum Mengusap Khuff (sepatu kulit) → Diqiyaskan ke Kaos Kaki

  • Dalil asal (khuff):
    Nabi ﷺ membolehkan mengusap khuff dalam wudhu.
    “Rasulullah ﷺ memberikan keringanan kepada musafir untuk mengusap khuff selama tiga hari tiga malam, dan untuk muqim sehari semalam.” (HR. Muslim no. 276)

  • Kasus baru: Apakah boleh mengusap kaos kaki biasa?

  • Qiyas:
    ➤ Kaos kaki berfungsi seperti khuff (menutupi kaki, dipakai terus-menerus, sulit dilepas di tempat umum) → boleh diusap, selama tidak transparan dan menempel erat.


🔹 Contoh 2: Salat Tahiyyatul Masjid Diqiyaskan kepada Tempat Ibadah Lain

  • Dalil asal:
    “Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka jangan duduk hingga salat dua rakaat.” (HR. Bukhari no. 444, Muslim no. 714)

  • Kasus baru: Apakah berlaku di mushalla, aula, atau tempat pertemuan yang dijadikan shalat?

  • Qiyas:
    ➤ Mushalla yang digunakan shalat berjamaah seperti masjid → dianjurkan juga salat tahiyyatul masjid.


🔹 Contoh 3: Menyentuh Mushaf Tanpa Wudhu

  • Dalil asal:
    “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.” (HR. Malik, dari surat Amr bin Hazm – hasan)

  • Kasus baru:
    Menyentuh HP/tablet yang menampilkan mushaf.

  • Qiyas:
    ➤ HP menampilkan ayat seperti mushaf, maka sebaiknya tetap berwudhu, meski tidak diwajibkan sebagaimana mushaf cetak.


✅ QIYAS DALAM MUAMALAH


🔹 Contoh 1: Hukum Jual Beli Online

  • Dalil asal:
    Jual beli secara langsung antara penjual dan pembeli adalah halal (QS. Al-Baqarah: 275).

  • Kasus baru:
    Bagaimana hukum jual beli via internet?

  • Qiyas:
    ➤ Online shop juga melibatkan akad, harga, dan kerelaan kedua belah pihak → hukumnya boleh, dengan syarat jelas dan bebas dari penipuan.


🔹 Contoh 2: Hukum Asuransi Syariah

  • Dalil asal:
    Nabi ﷺ bersabda:
    “Tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa.” (QS. Al-Ma’idah: 2)

  • Kasus baru:
    Apakah boleh ikut asuransi kesehatan syariah?

  • Qiyas:
    ➤ Asuransi syariah diqiyaskan pada akad tabarru’ (tolong-menolong) dan dana sosial, bukan akad jual beli untung-rugi → boleh, berbeda dengan asuransi konvensional.


🔹 Contoh 3: Kredit Barang (Bayar Cicilan)

  • Dalil asal:
    “Sesungguhnya jual beli itu atas dasar kerelaan.” (HR. Ibn Majah no. 2185)

  • Kasus baru:
    Bolehkah jual beli kredit (angsuran), misalnya motor atau rumah?

  • Qiyas:
    ➤ Kredit = jual beli biasa, hanya pembayarannya ditangguhkan → boleh, asal harga disepakati di awal dan tidak ada riba tambahan.


🔹 Contoh 4: Hukum Menjual Barang yang Belum Dimiliki

  • Dalil asal:
    Nabi ﷺ melarang:
    "Janganlah kamu menjual sesuatu yang belum kamu miliki." (HR. Abu Dawud no. 3503)

  • Kasus baru:
    Sistem dropship atau jual barang dari supplier tanpa stok sendiri.

  • Qiyas:
    ➤ Jika dropship belum memiliki kepemilikan atau kuasa atas barang, maka diqiyaskan pada larangan menjual barang yang belum dimiliki → tidak sah, kecuali akadnya sebagai wakil (agen).




Qiyas dalam zakat fitrah adalah topik penting dalam fiqih, terutama ketika muncul pertanyaan baru tentang bentuk harta yang boleh dizakatkan, seperti penggunaan uang sebagai pengganti makanan pokok. Berikut penjelasan qiyas-nya secara lengkap menurut pendekatan Ahlussunnah wal Jama’ah:


Zakat Fitrah: Hukum Asal

📌 Dalil:

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitrah satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum..."
(HR. Bukhari no. 1503, Muslim no. 984)

📌 Hukum asal:

  • Zakat fitrah wajib dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok (beras, kurma, gandum, dsb.).
  • Ukuran: 1 sha’ (± 2.5 – 3 kg menurut konversi berbagai madzhab).

🔄 Qiyas yang Muncul: Bolehkah mengganti zakat fitrah dengan uang?

🔍 Kasus baru:

  • Di beberapa tempat, lebih praktis dan bermanfaat jika diberikan dalam bentuk uang tunai.

✅ Pendapat Ulama & Qiyas

🔸 Pendapat mayoritas ulama (Jumhur): Tidak boleh diganti uang.

  • Alasannya: Nabi ﷺ dan para sahabat selalu mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk makanan, meskipun uang sudah ada saat itu.
  • Maka qiyas tidak diberlakukan, karena ibadah mahdhah (murni) tidak boleh diubah bentuknya.

📌 Madzhab yang memegang ini:

  • Malikiyah
  • Syafi’iyah
  • Hanabilah

🔸 Pendapat Abu Hanifah (Hanafiyah): Boleh diganti dengan uang, berdasarkan qiyas.

Dalil Qiyas-nya:

  • Tujuan zakat fitrah adalah:
    • Mensucikan jiwa orang yang berpuasa (QS. Al-Baqarah: 183, hadits).
    • Memberi makan orang miskin (HR. Abu Dawud).
  • Maka segala yang dapat memenuhi tujuan memberi kebutuhan dasar (makanan/hidup) kepada fakir miskin boleh digunakan.

📌 Qiyas-nya:

  • Memberikan uang senilai makanan pokok diqiyaskan dengan memberi langsung makanan, karena:
    • Tujuan tercapai (memberi kebutuhan dasar).
    • Uang bisa lebih bermanfaat bagi sebagian fakir miskin.
    • Lebih fleksibel dan tidak menyulitkan.

📌 Contoh analogi pendukung:

  • Nabi ﷺ menerima harga barang dalam banyak transaksi.
  • Dalam zakat mal, harta juga bisa dalam berbagai bentuk.

🟰 Ringkasan Qiyas Zakat Fitrah:

Pendekatan Hukum Dalil Keterangan
Literal (jumhur) Tidak boleh uang HR. Bukhari-Muslim Ibadah mahdhah, ikuti bentuk asal
Qiyas manfaat (Hanafiyah) Boleh uang Qiyas tujuan Jika manfaat lebih tepat bagi fakir miskin

✅ Contoh Qiyas Zakat Fitrah (Uang):

Di sebuah desa, beras melimpah. Tetapi fakir miskin lebih butuh uang untuk beli kebutuhan lain (obat, sabun, transportasi). Maka menurut qiyas ala Hanafiyah, boleh diganti uang yang senilai 1 sha’ makanan.


💬 Penutup:

  • Pendekatan qiyas dalam zakat fitrah menunjukkan bagaimana fiqih menyesuaikan hukum dengan maqasid (tujuan syariat).
  • Dalam kondisi tertentu (darurat, maslahat yang kuat), pemberian zakat fitrah dalam bentuk uang dapat dibenarkan, berdasarkan qiyas ‘illat manfaat.


Penetapan hukum tawassul, tabarruk, istighatsah, dan ziarah kubur dalam Ahlussunnah wal Jama’ah ditetapkan bukan semata berdasarkan qiyas, tapi melalui gabungan beberapa sumber dan metode istinbath hukum (penetapan hukum) utama, yaitu:


✅ 1. Al-Qur’an

Sebagai sumber hukum utama, hal-hal ini memiliki indikasi keumuman dan isyarat pembolehan dalam ayat-ayat tertentu.

Contoh untuk masing-masing:

  • Tawassul:
    ➤ QS. Al-Ma’idah: 35
    "Carilah wasilah kepada Allah..."
    → digunakan untuk membolehkan bertawassul kepada Allah dengan amal saleh, dan menurut sebagian ulama, juga dengan orang saleh yang masih hidup.

  • Tabarruk:
    ➤ QS. Yusuf: 93 – Nabi Ya’qub mendapatkan kesembuhan lewat baju Nabi Yusuf.

  • Istighatsah:
    ➤ QS. Al-Qashash: 15 – Seorang dari kaumnya memohon pertolongan (استغاثه) kepada Musa.

  • Ziarah Kubur:
    Tidak disebut eksplisit dalam Al-Qur’an, tetapi didukung oleh hadits shahih.


✅ 2. As-Sunnah (Hadits Nabi ﷺ)

Inilah dasar kuat pembolehan dan pelaksanaan amalan-amalan tersebut.

Contoh-contohnya:

  • Tawassul:
    ➤ Hadits riwayat al-Bukhari, ketika orang buta datang kepada Nabi ﷺ dan Nabi mengajarkan doa tawassul:
    “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad…”
    → HR. at-Tirmidzi, disahihkan oleh al-Hakim.

  • Tabarruk:
    ➤ Para sahabat mengambil berkah dari keringat, rambut, air wudhu, dll. dari Nabi ﷺ.
    (HR. Bukhari & Muslim)

  • Istighatsah:
    ➤ Nabi ﷺ pernah beristighatsah (memohon pertolongan) kepada Allah di medan perang Badr dengan mengangkat tangan.
    (HR. Muslim)

  • Ziarah Kubur:
    “Dulu aku melarang kalian ziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian, karena itu mengingatkan pada akhirat.”
    (HR. Muslim no. 977)


✅ 3. Ijma’ (Konsensus Ulama Salaf)

  • Seluruh generasi awal Islam (salaf) membolehkan ziarah kubur, bertabarruk kepada Nabi ﷺ, dan tawassul dengan syarat tidak menyembah atau memohon pada selain Allah.
  • Tidak ada riwayat bahwa para sahabat melarang bertabarruk dengan Nabi ﷺ, baik semasa hidup maupun setelah wafatnya.

✅ 4. Qiyas (Analogi)Digunakan secara pendukung, bukan utama

  • Contoh:
    Tabarruk kepada benda-benda peninggalan Nabi ﷺ diqiyaskan dengan barang-barang yang disentuh oleh Nabi. → Karena beliau penuh berkah, maka segala yang menyentuhnya ikut mendapat keberkahan (dengan izin Allah).

✅ 5. Istihsan & Maslahah Mursalah

  • Digunakan oleh sebagian ulama dalam pembolehan istighatsah dengan orang saleh yang hidup, jika ada kemaslahatan kuat dan tidak ada unsur syirik.

📌 Jadi Kesimpulannya:

Amalan Dasar Penetapan Hukumnya
Tawassul Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, Qiyas (terbatas)
Tabarruk Hadits Nabi, Ijma’, Qiyas
Istighatsah Al-Qur’an, Hadits, Maslahah, Qiyas (terbatas)
Ziarah Kubur Hadits shahih, Ijma’, Qiyas

⚠️ Catatan Penting:

Ahlussunnah wal Jama’ah membolehkan tawassul, tabarruk, istighatsah, dan ziarah kubur selama tidak disertai dengan keyakinan syirik, misalnya meyakini orang mati bisa memberi manfaat sendiri tanpa izin Allah, atau meminta kepada selain Allah secara langsung.



Berikut adalah tabel perbandingan mengenai hukum tawassul, tabarruk, istighatsah, dan ziarah kubur menurut 3 kelompok besar:


🟩 Tabel Perbandingan Pandangan Ulama

Amalan Ahlussunnah Wal Jama’ah Wahhabi/Salafi Syiah
Tawassul ✔️ Boleh, jika wasilah bukan disembah ❌ Dilarang, kecuali dengan amal shalih ✔️ Boleh, bahkan dianjurkan
Tabarruk ✔️ Boleh dengan peninggalan Nabi & orang saleh ❌ Haram, dianggap bid'ah ✔️ Boleh, bahkan sangat umum
Istighatsah (memohon pertolongan selain Allah) ✔️ Boleh jika minta doanya, bukan menyembahnya ❌ Dilarang total, dianggap syirik ✔️ Boleh minta syafaat dan bantuan dari imam atau wali
Ziarah Kubur ✔️ Sunnah, dengan adab syar’i ✔️ Boleh, tapi terbatas (tanpa tabarruk, dll) ✔️ Sangat dianjurkan, bahkan ritual khusus

📚 Rujukan Pandangan Ahlussunnah (Madzhab 4)

🔹 Tawassul

  • Imam Nawawi dalam al-Adzkar:

    "Bertawassul kepada Allah dengan Nabi ﷺ atau orang saleh adalah perkara yang disepakati kebolehannya."

  • Imam Ahmad bin Hanbal:

    Mengakui hadis orang buta yang bertawassul kepada Nabi ﷺ sebagai dalil kebolehan bertawassul (lihat dalam al-Mughni Ibn Qudamah).


🔹 Tabarruk

  • Imam Ibn Hajar dalam Fathul Bari:

    Menjelaskan bahwa para sahabat biasa mengambil rambut Nabi, air wudhunya, baju beliau, dan bertabarruk dengannya.

  • Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim:

    Menguatkan kebolehan tabarruk, bahkan setelah wafat Nabi ﷺ, selama tidak disertai keyakinan salah.


🔹 Istighatsah

  • Imam Subki (Syafi'iyah) dalam Syifa as-Saqam membolehkan istighatsah kepada Nabi ﷺ setelah wafat untuk memohon doa beliau kepada Allah.
  • Imam al-Kawthari (Hanafiyah) juga membela kebolehan istighatsah selama tetap menyandarkan hasilnya pada Allah semata.

🔹 Ziarah Kubur

  • Hadits Nabi ﷺ:
    “Dulu aku melarang kalian ziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian…” (HR. Muslim)
  • Imam As-Suyuthi, As-Subki, dan Nawawi menulis kitab khusus tentang keutamaan ziarah kubur dan ziarah ke makam Nabi ﷺ.

⚠️ Kritik terhadap Pandangan Wahhabi

  • Wahhabi menolak semua bentuk tawassul dan tabarruk karena dianggap bisa menuju syirik.
  • Namun, mayoritas ulama dunia menolak pendekatan kaku ini, karena bertentangan dengan praktik sahabat dan tabi'in.

🕌 Pandangan Syiah

  • Dalam mazhab Syiah, tawassul dan istighatsah kepada imam atau ahlul bait sangat dianjurkan.
  • Namun, sebagian bentuknya berlebihan, seperti meminta langsung kepada imam tanpa menyebut Allah — hal ini ditolak dalam Ahlussunnah karena bisa menimbulkan syubhat syirik.

📌 Kesimpulan Akhir:

✅ Ahlussunnah wal Jama’ah:

  • Membolehkan amalan-amalan ini dengan syarat tauhid tetap terjaga.
  • Landasannya: dalil Qur'an, Hadits shahih, ijma', dan praktik ulama salaf.


Berikut ini adalah dalil-dalil dari Ahlussunnah Wal Jama’ah yang secara khusus membantah dan menggugurkan dalil-dalil Wahhabi/Salafi yang melarang tawassul, tabarruk, istighatsah, dan ziarah kubur. Fokus kita adalah mementahkan tuduhan syirik dan bid’ah yang sering dilontarkan oleh mereka.


🟨 1. Masalah Tawassul

❌ Klaim Wahhabi:

“Bertawassul kepada Nabi ﷺ atau wali = syirik, karena meminta kepada selain Allah.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 Hadits Orang Buta – Tawassul Diajarkan Langsung oleh Nabi ﷺ

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ...
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad..."
➡️ (HR. Tirmidzi, disahihkan al-Hakim dan al-Thabrani)

🔸 Nabi tidak melarang tawassul kepada dirinya, justru mengajarkan lafaznya.

🔸 Bahkan setelah wafatnya Nabi ﷺ, sahabat Utsman bin Hunaif mengajarkan doa yang sama kepada orang lain, tanpa dianggap bid’ah (lihat dalam Musnad Ahmad dan Mu'jam Kabir al-Thabrani).


🟨 2. Masalah Tabarruk (mencari berkah dari peninggalan Nabi)

❌ Klaim Wahhabi:

“Tabarruk kepada bekas tubuh atau peninggalan Nabi = bid’ah syirik.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 Para Sahabat Bertabarruk dengan Air Wudhu Nabi ﷺ

"Jika Nabi berwudhu, mereka berebut bekas airnya dan mengusapkannya ke wajah dan kulit."
➡️ (HR. Bukhari no. 186 & Muslim no. 232)

🔹 Bilal membawa rambut Nabi ﷺ ke Damaskus dan dijadikan azimat

→ Diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, juga disebut oleh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari.

🔸 Ini bukan hanya “diizinkan”, tapi dipraktikkan langsung oleh para sahabat Nabi.


🟨 3. Masalah Istighatsah (minta tolong kepada selain Allah dalam perkara ghaib)

❌ Klaim Wahhabi:

“Istighatsah kepada Nabi atau wali = syirik akbar, karena meminta kepada selain Allah.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 QS. Al-Ma’idah: 35

“Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (perantara) kepada-Nya.”
➡️ Ulama tafsir seperti Imam al-Qurtubi, Imam Nawawi, menyatakan bahwa wasilah bisa melalui Nabi dan orang saleh.

🔹 Hadits: "Jika kalian kehilangan sesuatu, mintalah pertolongan kepada hamba-hamba Allah."

➡️ Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dan disebut oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Fath.
➡️ Digunakan oleh Imam al-Subki dan as-Suyuthi untuk membolehkan istighatsah selama dalam bentuk "doakan saya di sisi Allah".


🟨 4. Masalah Ziarah Kubur dan Bertawassul di Makam Nabi ﷺ

❌ Klaim Wahhabi:

“Ziarah ke kubur Nabi atau wali lalu berdoa di sana = bid’ah syirik.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 Hadits Nabi ﷺ:

"Dulu aku melarang kalian ziarah kubur. Sekarang ziarahlah, karena itu mengingatkan akhirat."
➡️ (HR. Muslim)

🔹 Hadits:

"Barang siapa berziarah kepadaku setelah aku wafat, maka dia seolah-olah menziarahiku saat hidup."
➡️ (HR. al-Bazzar dan ad-Daruquthni — Hasan lighairihi menurut sebagian ulama)

🔹 Imam Malik ketika ditanya apakah berdoa di dekat makam Nabi dibenci, beliau menjawab:

"Bagaimana mungkin tidak mencari perantara dan bertawassul dengan beliau? Beliau adalah perantara kita dan perantara umatnya!"
➡️ (Lihat: al-Shifa’ oleh Qadhi Iyadh)


📌 Tambahan Bantahan Terhadap Klaim Wahhabi dari Ulama Besar Ahlussunnah

  1. Imam al-Subki (Syafi’iyah) dalam Syifa’ as-Saqam:

    “Orang yang mengharamkan tawassul dan tabarruk adalah orang yang menyempitkan rahmat Allah tanpa dalil.”

  2. Imam Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Jawahir al-Mudhiyyah:

    “Mengingkari tawassul dengan Nabi ﷺ adalah kedunguan dan penyimpangan dari ijma’ ulama.”

  3. Imam as-Suyuthi dalam al-Khasais al-Kubra dan al-Durr al-Mantsur:

    Menjelaskan praktik para sahabat dan tabiin yang tabarruk dan bertawassul kepada Nabi ﷺ setelah wafat.


✅ Kesimpulan:

Wahhabi menyatakan “syirik dan bid’ah” karena keliru dalam:

  • Mencampur antara tawassul dengan ibadah kepada selain Allah.
  • Menolak dalil-dalil praktik sahabat dan tabi'in.
  • Menafsirkan Qur'an dan Hadits secara zhahir tanpa qawaid ushul.

Sebaliknya, Ahlussunnah Wal Jama’ah:

  • Memiliki dalil eksplisit dari hadits sahih dan amal sahabat.
  • Menggunakan kaidah:
    "Setiap yang dilakukan sahabat dan tidak dilarang Nabi ﷺ, maka itu bagian dari syariat."


Berikut lanjutan dalil-dalil dan argumen Ahlussunnah wal Jama’ah yang menggugurkan tuduhan sesat, bid’ah, syirik, bahkan kafir yang sering dilontarkan oleh kaum Wahhabi/Salafi kepada praktik-praktik amaliah umat Islam seperti maulid, tahlilan, talqin, haul, zikir berjamaah, bacaan qunut, wirid setelah shalat, dan sebagainya.


🟦 5. Maulid Nabi ﷺ

❌ Klaim Wahhabi:

“Maulid Nabi adalah bid’ah dhalalah karena tidak dilakukan Rasulullah ﷺ.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 QS. Ibrahim: 5

"Dan ingatkanlah mereka pada hari-hari Allah."
➡️ Kata “ayyāmillāh” menurut sebagian mufassir seperti Mujahid, termasuk hari kelahiran para nabi.

🔹 Hadits Sahih Muslim

"Aku berpuasa hari Senin karena hari itu aku dilahirkan."
➡️ (HR. Muslim no. 1162)
➡️ Rasulullah sendiri menunjukkan penghormatan terhadap hari kelahirannya.

🔹 Kaidah Ushuliyyah:

"ما ثبت أصله شرعاً، ولم ينكر عليه، فليس بدعة"
➡️ “Sesuatu yang asalnya ada dalam syariat, lalu dilakukan dalam bentuk baru selama tidak bertentangan, maka tidak bid’ah.”

🔹 Imam as-Suyuthi dalam Husn al-Maqshid fi Amal al-Maulid:

“Maulid adalah amal kebaikan dan bentuk kecintaan kepada Nabi ﷺ, dan siapa pun yang melakukannya dengan adab syar’i maka dia berpahala.”


🟦 6. Tahlilan dan Doa untuk Mayit

❌ Klaim Wahhabi:

“Tahlilan (doa bersama untuk mayit) adalah bid’ah karena tidak dilakukan Nabi ﷺ.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 QS. Al-Hasyr: 10

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berkata: ‘Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah lebih dahulu dalam iman…’”

➡️ Ayat ini membolehkan bahkan memerintahkan doa untuk orang yang sudah wafat.

🔹 Hadits Sahih Muslim

“Mintalah ampunan untuk saudara kalian dan mohonkan keteguhan hati baginya, karena sekarang dia sedang ditanya.”
➡️ (HR. Muslim, no. 2877)

🔹 Ulama besar seperti Imam Nawawi, Imam as-Subki, Imam Ghazali, dll., menyatakan bahwa doa berjamaah untuk mayit adalah mubah dan tidak termasuk bid’ah dhalalah.


🟦 7. Talqin Mayit setelah dikuburkan

❌ Klaim Wahhabi:

“Talqin setelah mayit dikubur adalah bid’ah mungkarah.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 Hadits (dengan sanad hasan):

“Talqinu mautākum lā ilāha illallāh.”
➡️ HR. Muslim no. 916 — meskipun dalam riwayat ini untuk orang menjelang wafat, ulama menganalogikan boleh untuk setelah dikubur.

🔹 Imam al-Nawawi dalam Majmu’ dan Imam al-Ghazali dalam Ihya’ menyatakan:

“Disunnahkan talqin setelah mayit dikubur, karena berdasarkan riwayat dari banyak sahabat.”


🟦 8. Zikir Berjamaah dan Wirid Setelah Shalat

❌ Klaim Wahhabi:

“Zikir keras bersama setelah shalat adalah bid’ah dan riya’.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 Hadits riwayat Bukhari & Muslim:

"Kami mengetahui shalat telah selesai dari suara takbir."
➡️ (HR. Bukhari no. 841, Muslim no. 583)
➡️ Zikir keras setelah shalat adalah sunnah Nabi ﷺ.

🔹 Ibn Abbas berkata:

“Aku tahu shalat mereka telah selesai karena aku mendengar suara zikir dari luar masjid.”
➡️ (HR. Bukhari)

🔹 Imam Nawawi:

“Disunnahkan berdzikir dengan suara keras setelah shalat fardhu bagi imam dan makmum.”


🟦 9. Bacaan Qunut Subuh

❌ Klaim Wahhabi:

“Qunut Subuh bid’ah karena tidak dilakukan oleh Nabi secara terus-menerus.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 Hadits:

“Rasulullah ﷺ membaca qunut pada shalat Subuh sampai beliau wafat.”
➡️ (HR. Ahmad dan al-Baihaqi, shahih menurut al-Nawawi)

🔹 Imam Syafi’i dalam al-Umm:

“Aku memilih qunut subuh sebagaimana dilakukan Umar bin Khattab, Utsman, dan Ali.”


🟦 10. Haul (peringatan tahunan wafat ulama/wali)

❌ Klaim Wahhabi:

“Haul adalah tasyabbuh dengan Yahudi-Nasrani dan bid’ah.”

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil Ahlussunnah:

🔹 QS. Maryam: 15

“Dan kesejahteraan atasnya (Yahya) pada hari ia dilahirkan, hari ia wafat, dan hari ia dibangkitkan hidup kembali.”
➡️ Menunjukkan hari wafat adalah hari yang dimuliakan.

🔹 Para sahabat mengenang wafat Rasulullah setiap tahun, dan banyak tabiin seperti Hasan al-Bashri mengingat hari wafat Imam Ali.

🔹 Imam Suyuthi:

“Mengadakan haul itu sunnah hasanah karena mengingat jasa dan ilmu para ulama serta memperkuat semangat keagamaan.”


🟨 Kesimpulan Umum:

Tuduhan Wahhabi Dalil Mereka Bantahan Ahlussunnah dengan Dalil
Tawassul = Syirik QS. Al-Fatihah: hanya kepada Allah Hadits orang buta, QS. Al-Ma’idah:35, praktik sahabat
Tabarruk = Syirik Tidak ada contoh sahabat (klaim) Hadits air wudhu Nabi, rambut Nabi ﷺ, benda Nabi ﷺ
Istighatsah = Syirik QS. Al-Fatihah, QS. Al-Jin Hadits meminta doa pada orang saleh, tafsir QS. Al-Ma’idah:35
Maulid = Bid’ah Tidak dilakukan Nabi ﷺ QS. Ibrahim:5, Hadits puasa Senin, ijma’ ulama setelahnya
Tahlilan = Bid’ah Tidak dilakukan sahabat QS. Al-Hasyr:10, HR. Muslim, ijma’ ulama doa untuk mayit
Talqin = Bid’ah Tidak ada dalam hadits shahih Diterapkan oleh sahabat, Imam Nawawi dan Imam Ghazali membolehkan
Zikir Jamaah = Bid’ah Tidak sesuai sunnah Nabi ﷺ HR. Bukhari dan Muslim, Imam Nawawi menyatakan sunnah
Qunut = Bid’ah Nabi kadang-kadang melakukannya HR. Ahmad, Baihaqi, pendapat Syafi’iyah
Haul = Bid’ah Tasyabbuh QS. Maryam:15, ijma’ ulama nusantara dan masyaikh klasik


Berikut saya lanjutkan contoh-contoh amaliah Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) yang sering dianggap sesat, bid'ah, musyrik, atau kafir oleh kalangan Wahhabi/Salafi, beserta dalil-dalil yang digunakan oleh ulama Ahlussunnah untuk membantah dan menggugurkan tuduhan-tuduhan tersebut:


🟦 11. Membaca al-Qur’an dan hadiah pahala kepada mayit

❌ Klaim Wahhabi:

Menghadiahkan bacaan al-Qur’an kepada orang mati tidak sampai pahalanya karena tidak ada dalil dari Nabi ﷺ.

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil-dalil:

  • QS. Al-Hasyr: 10

    "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berkata: Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami..."
    ➤ Bukti doa untuk mayit itu dianjurkan.

  • HR. Bukhari & Muslim:

    "Jika seseorang meninggal dunia, terputus amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya."
    ➤ Doa anak saleh sampai kepada orang tuanya — dan membaca Qur’an adalah ibadah yang kemudian dihadiahkan pahalanya sebagai doa.

  • Ijma' sebagian besar ulama madzhab (terutama Syafi’iyyah, Hanafiyyah, Hanabilah) menyatakan bahwa pahala bacaan Qur'an bisa sampai kepada mayit jika diniatkan.


🟦 12. Membaca Yasin Malam Jumat

❌ Klaim Wahhabi:

Membaca Yasin malam Jumat adalah bid’ah karena Nabi ﷺ tidak melakukannya.

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil-dalil:

  • Hadits riwayat Ahmad:

    "Siapa yang membaca Surah Yasin pada malam Jumat maka Allah akan mengampuni dosanya."
    ➤ Meskipun sebagian haditsnya dhaif, ulama menyatakan hadits dhaif dapat diamalkan dalam fadha'il a'mal.

  • Imam Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin dan Imam Nawawi dalam Al-Adzkar menyatakan disunnahkan membaca Yasin malam Jumat.


🟦 13. Shalawat Nariyah, Shalawat Badar, dll.

❌ Klaim Wahhabi:

Shalawat seperti Nariyah dan Badar adalah bid’ah karena tidak diajarkan Nabi ﷺ.

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil-dalil:

  • QS. Al-Ahzab: 56

    "Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam dengan sempurna."
    ➤ Ayat ini bersifat umum, dan ulama sepakat boleh menyusun redaksi shalawat selama isinya benar.

  • Imam Sakhawi (murid Ibnu Hajar al-Asqalani) berkata:

    “Tidak ada batasan tertentu dalam bentuk shalawat kepada Nabi, yang penting tidak mengandung makna yang bertentangan syariat.”

  • Imam Nawawi dan al-Qurthubi tidak mengingkari shalawat yang disusun oleh para wali dan ulama, bahkan menganjurkannya jika membawa ketenangan jiwa dan kecintaan kepada Nabi ﷺ.


🟦 14. Menulis Lafadz Muhammad ﷺ berdampingan dengan Lafadz Allah ﷻ

❌ Klaim Wahhabi:

Menulis nama Nabi ﷺ berdampingan dengan Allah ﷻ dianggap syirik atau tasybih.

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil-dalil:

  • QS. Al-Fath: 8–9

    "Sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan. Agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."
    ➤ Ayat-ayat ini secara eksplisit menggandengkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

  • Dalam banyak naskah Al-Qur’an kuno dan kaligrafi masjid Nabawi, tertulis lafadz “Allah” dan “Muhammad” berdampingan. Ulama sepakat tidak ada kesyirikan di situ karena yang disembah tetap Allah ﷻ.


🟦 15. Menziarahi makam para wali atau ulama

❌ Klaim Wahhabi:

Ziarah kubur wali dianggap sesat dan mengarah pada syirik karena minta-minta kepada selain Allah.

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil-dalil:

  • HR. Muslim

    "Aku dahulu melarang kalian menziarahi kubur. Sekarang ziarahilah karena itu mengingatkan akhirat."
    ➤ Hadits ini menghapus larangan dan menjadi sunnah.

  • Dalam Shahih Muslim, Rasulullah ﷺ sendiri menziarahi makam Baqi’ dan berdoa di sana, serta mengajarkan doa khusus ketika ziarah.

  • Imam Nawawi dalam Al-Adzkar:

    “Disunnahkan menziarahi makam orang saleh untuk mengambil berkah dan mendoakan mereka.”


🟦 16. Berdoa di kubur orang saleh dengan niat tabarruk

❌ Klaim Wahhabi:

Berdoa di kuburan wali adalah syirik karena dianggap meminta kepada mayit.

✅ Bantahan Ahlussunnah:

Dalil-dalil:

  • Riwayat dalam Musnad Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah:

    Ketika Umar bin Khattab terkena musim kemarau, ia mendatangi makam Nabi ﷺ dan berkata: "Ya Allah, kami meminta kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu, maka kirimkanlah hujan."
    ➤ Ini adalah istighatsah dan tabarruk di makam Nabi ﷺ, tidak dianggap syirik oleh para sahabat.

  • Imam Nawawi dalam al-Majmu’ dan Imam Subki mengatakan:

    “Boleh berdoa di sisi makam orang saleh dengan niat tabarruk karena tempat itu penuh rahmat.”



Baik, kita lanjutkan semua amaliah Ahlussunnah wal Jama’ah yang sering dituduh bid’ah oleh Wahhabi/Salafi, dilengkapi dalil serta jawaban ilmiah dari ulama Aswaja untuk membantah dan menggugurkan tuduhan mereka.


🟦 17. Membaca Barzanji dan Diba’

❌ Tuduhan Wahhabi:

Pembacaan Barzanji dan Diba’ (maulid Nabi ﷺ) adalah bid’ah dhalalah karena tidak dilakukan Nabi ﷺ.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

Dalil & Penjelasan:

  • QS. Ibrahim: 5

    "...dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah."
    ➤ Al-Hafizh Ibn Katsir menafsirkan: “Hari-hari Allah adalah hari di mana Allah memberi nikmat besar kepada makhluk-Nya.” ➤ Kelahiran Nabi ﷺ adalah salah satunya.

  • HR. Muslim

    Ketika Nabi ﷺ ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab:
    “Hari itu adalah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkan wahyu kepadaku.”
    ➤ Ini dalil mensyukuri hari kelahiran beliau, dan membacakan kisah maulid adalah bentuk syukur dan pengagungan.

  • Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Husn al-Maqshid”:

    “Perbuatan memperingati maulid Nabi ﷺ adalah perbuatan terpuji dan diberi pahala karena termasuk bentuk mengagungkan Rasulullah ﷺ.”


🟦 18. Khataman al-Qur’an berjamaah dan doa bersama

❌ Tuduhan Wahhabi:

Khataman al-Qur’an secara berjamaah dan doa bersama adalah bid’ah karena tidak ada tuntunannya dari Nabi.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

Dalil & Penjelasan:

  • HR. Bukhari

    “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan turun kepada mereka ketenangan...”

  • HR. Darimi (hasan)

    Diriwayatkan bahwa Anas bin Malik jika telah khatam al-Qur’an, mengumpulkan keluarganya dan berdoa bersama.

  • Ulama mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki menganggap khataman berjamaah itu boleh dan berpahala.


🟦 19. Peringatan Isra’ Mi’raj dan Nuzulul Qur’an

❌ Tuduhan Wahhabi:

Peringatan Isra’ Mi’raj dan Nuzulul Qur’an adalah bid’ah muhdats karena tidak pernah dirayakan Nabi ﷺ.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

Dalil & Penjelasan:

  • QS. Ibrahim: 5 (lagi-lagi):

    "...Dan ingatkanlah mereka pada hari-hari Allah."

  • HR. Muslim:
    Nabi ﷺ sendiri menyebut dan mengisahkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj di hadapan para sahabat — dan berulang kali menyampaikan kisahnya.

  • Peringatan itu adalah bentuk ta’lim (pengajaran sejarah Islam), syukur atas mukjizat Nabi ﷺ, dan pembelajaran akidah serta iman, maka termasuk dalam bab bid’ah hasanah yang tidak keluar dari syariat.


🟦 20. Mengamalkan Hizib dan Ratib

❌ Tuduhan Wahhabi:

Mengamalkan wirid seperti Hizib Bahr, Hizib Nashr, Ratib Haddad, Ratib al-Attas adalah bid’ah dan tidak ada tuntunannya.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

Dalil & Penjelasan:

  • QS. Al-Ahzab: 41–42

    “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah kamu kepada Allah dengan zikir yang banyak dan bertasbihlah kepada-Nya pagi dan petang.”

  • HR. Muslim

    “Barang siapa mengucapkan ‘La ilaha illallah wahdahu la syarikalah...’ 100x dalam sehari...”
    ➤ Nabi sendiri memberi contoh wirid rutin, dan tidak melarang zikir lain yang tidak bertentangan.

  • Hizib dan ratib adalah kompilasi ayat dan doa yang masyru’ (syar’i) — disusun oleh para wali dan ulama untuk menguatkan ruhani umat Islam.

  • Ijma’ ulama sufi dan jumhur fuqaha menyatakan boleh mengamalkan wirid yang tidak menyelisihi syariat.


🟦 21. Bersalaman setelah shalat berjamaah

❌ Tuduhan Wahhabi:

Bersalaman setelah shalat adalah bid’ah yang tidak diajarkan Nabi ﷺ.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

Dalil & Penjelasan:

  • HR. Abu Dawud dan Tirmidzi

    “Tidaklah dua orang Muslim bertemu, lalu bersalaman, kecuali dosa mereka diampuni sebelum berpisah.”

  • Bersalaman adalah bagian dari adab pergaulan dan bentuk akhlak, bukan bagian dari inti ibadah. Jika dilakukan tanpa meyakini sebagai bagian shalat, maka tidak mengapa.

  • Imam Nawawi dalam Al-Majmu':

    “Jika orang-orang melakukan salaman setelah shalat sebagai bentuk ta’aruf dan silaturahmi, maka itu tidak masalah.”


🟦 22. Menggunakan tasbih saat berzikir

❌ Tuduhan Wahhabi:

Menghitung zikir dengan biji tasbih adalah bid’ah karena Nabi ﷺ tidak menggunakan tasbih.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

Dalil & Penjelasan:

  • HR. Abu Dawud dan Tirmidzi

    “Rasulullah ﷺ melihat seorang wanita menggunakan kerikil untuk menghitung zikir dan tidak melarangnya.”

  • Dalam riwayat lain, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu memiliki tali dengan seribu simpul untuk menghitung zikir.

  • Imam As-Subki dan Imam Nawawi menyatakan:

    “Menggunakan alat bantu zikir (seperti tasbih) boleh jika memudahkan konsentrasi dan hitungan.”


🟦 23. Berpakaian khusus untuk acara keagamaan

❌ Tuduhan Wahhabi:

Memakai baju tertentu (seperti baju putih atau bersorban) untuk acara maulid, haul, zikir, dianggap bid’ah.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

Dalil & Penjelasan:

  • HR. Abu Dawud

    Rasulullah ﷺ bersabda: “Pakailah pakaian putih, karena itu lebih baik dan lebih suci.”

  • Memakai pakaian yang rapi dan bersih untuk ibadah dan majelis zikir adalah bentuk memuliakan syiar agama.

  • QS. Al-A’raf: 31

    “Wahai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid.”


🟦 24. Menulis ﷺ atau صلعم setelah nama Nabi

❌ Tuduhan Wahhabi:

Menulis singkatan shalawat adalah penghinaan terhadap Nabi ﷺ.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

Dalil & Penjelasan:

  • Tujuan penulisan singkatan ﷺ (ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam) adalah mempercepat penulisan, bukan mengurangi penghormatan.

  • Dalam kitab-kitab ulama klasik seperti “Fath al-Bari”, “I’anatut Thalibin”, “Hasyiyah al-Bujairimi”, penggunaan singkatan sangat umum, misalnya:

    • “SAW” = ﷺ
    • “RA” = radiyallahu ‘anhu
    • “AS” = ‘alaihis salam
  • Yang dilarang adalah meninggalkan shalawat sama sekali, bukan menyingkat penulisannya dalam teks.



Daftar amaliah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) yang sering dituduh sesat, bid’ah, musyrik, bahkan kafir oleh kelompok Wahhabi/Salafi, beserta dalil-dalil dan bantahan ilmiah para ulama Aswaja yang menggugurkan tuduhan tersebut.


🟦 25. Tahlilan: Membaca Tahlil dan Doa untuk Mayit secara berjamaah

❌ Tuduhan Wahhabi:

Tahlilan adalah bid’ah karena Nabi ﷺ tidak pernah mengajarkan acara ini.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Dalil Al-Qur'an:

  • QS. Al-Hasyr: 10
    “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: ‘Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah lebih dahulu beriman...’”
    ➤ Ini dalil doa untuk orang mati dianjurkan.

🔹 Dalil Hadis:

  • HR. Muslim:
    “Apabila seseorang meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.”
    ➤ Doa anak shalih dan orang lain untuk mayit diperbolehkan dan dianjurkan.

🔹 Dalil dari Sahabat:

  • Dalam “Musannaf Ibn Abi Syaibah”, sahabat Nabi, Sayyidina Ibn Mas’ud, menganjurkan untuk berkumpul dan membaca Al-Qur’an dan berdoa untuk mayit.

🔹 Ijma’ Ulama:

  • Ulama mazhab Syafi’i seperti Imam Nawawi dan Imam As-Suyuthi membolehkan berkumpul untuk membaca Al-Qur’an dan mendoakan mayit.

🟦 26. Membangun Kubah atau Bangunan di Atas Makam

❌ Tuduhan Wahhabi:

Membangun kubah di atas makam dianggap bid’ah bahkan syirik karena menyerupai penyembahan berhala.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Dalil Hadis:

  • Dalam HR. Bukhari, Nabi ﷺ sendiri dikuburkan di dalam kamar Sayyidah Aisyah, yang merupakan bangunan.

  • Makam para Nabi di bawah kubah hijau (Qubbah Khadra') di Madinah — yang tak pernah dibongkar oleh generasi salaf maupun sahabat.

🔹 Penjelasan Ulama:

  • Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ dan Imam Ibnu Hajar dalam Tuhfah al-Muhtaj membolehkan membangun makam berstruktur selama tidak dihiasi berlebihan dan tidak disembah.

🟦 27. Ziarah Kubur Rutin dan Haul Waliyullah

❌ Tuduhan Wahhabi:

Ziarah rutin dan haul dianggap sebagai perbuatan musyrik atau memuliakan orang mati secara berlebihan.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Dalil Hadis:

  • HR. Muslim

    “Dahulu aku melarang kalian ziarah kubur. Sekarang ziarahlah, karena ziarah kubur mengingatkan kematian.”

  • Dalam HR. Thabrani, Rasulullah ﷺ menziarahi makam ibunya dan menangis.

  • HR. Muslim dari Aisyah:

    Nabi ﷺ bersabda: “Berziarahlah ke kubur, karena itu akan mengingatkan kalian kepada akhirat.”

🔹 Praktik Sahabat dan Ulama:

  • Sahabat Bilal bin Rabah setelah wafat Nabi ﷺ pernah datang jauh-jauh dari Syam untuk menziarahi makam Nabi ﷺ.

  • Haul adalah bentuk syukur atas keberkahan ilmu dan perjuangan waliyullah – bukan penyembahan kubur.


🟦 28. Berdoa Bersama setelah Shalat Berjamaah

❌ Tuduhan Wahhabi:

Doa bersama setelah shalat jamaah adalah bid’ah karena Nabi ﷺ tidak mengamalkannya.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Dalil Hadis:

  • HR. Bukhari dan Muslim

    Nabi ﷺ berzikir dan berdoa bersama para sahabat setelah shalat berjamaah.

  • Dalam Musannaf Ibnu Abi Syaibah, disebutkan Sayyidina Umar bin Khattab dan para sahabat lainnya membaca doa bersama setelah shalat.

🔹 Penjelasan Ulama:

  • Imam Nawawi dan Imam Syafi’i:

    “Disunnahkan berdoa setelah shalat, baik sendiri maupun berjamaah, dengan suara keras maupun pelan, tergantung situasi dan maslahat.”


🟦 29. Menghormati dan Mencium Tangan Ulama atau Kiai

❌ Tuduhan Wahhabi:

Mencium tangan ulama adalah penghormatan berlebihan, bahkan dianggap syirik kecil.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Dalil Hadis:

  • HR. Abu Dawud

    Para sahabat mencium tangan Rasulullah ﷺ.

  • Dalam HR. Bukhari, disebutkan bahwa para sahabat mencium tangan dan kaki Nabi ﷺ.

🔹 Ijma’ Ulama:

  • Ulama mazhab Syafi’i menyebut bahwa mencium tangan ulama sebagai bentuk penghormatan (ta’zhim), bukan ibadah.
    ➤ Jadi tidak termasuk syirik, karena bukan menyembah.

🟦 30. Menabur bunga di makam

❌ Tuduhan Wahhabi:

Menabur bunga dianggap sebagai bid’ah dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Dalil Hadis:

  • HR. Bukhari dan Muslim

    Rasulullah ﷺ meletakkan pelepah kurma basah di atas dua kuburan dan berkata:
    “Semoga dengan ini diringankan azab keduanya selama pelepah ini belum kering.”

  • Ulama seperti Imam Nawawi menjelaskan bahwa benda hidup seperti bunga dan tanaman yang bertasbih dapat memberi manfaat di alam kubur.



Berikut ini adalah penjelasan lengkap dari sudut pandang Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) beserta dalil-dalil yang menjawab tuduhan bid’ah/syirik dari Wahhabi/Salafi mengenai:


🟦 1. Doa Tawassul dengan Nama Nabi ﷺ dan Para Wali

❌ Tuduhan Wahhabi:

Tawassul dengan Nabi atau wali dianggap syirik karena meminta kepada selain Allah.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Dalil-dalil:

QS. Al-Ma'idah: 35

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (perantara) kepada-Nya...”

🔹 Kata wasilah mencakup amal, orang shalih, atau Nabi ﷺ menurut mayoritas ulama tafsir.

HR. Al-Bukhari (tentang tawassul Umar bin Khattab):

Ketika terjadi kemarau, Sayyidina Umar bertawassul:
"Ya Allah, dahulu kami bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu, kini kami bertawassul dengan paman Nabi-Mu (Abbas).”

🔹 Ini menunjukkan tawassul kepada orang shalih diperbolehkan bahkan oleh sahabat besar.

HR. Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir:

Seorang buta datang meminta doa kepada Nabi ﷺ. Nabi ﷺ menyuruhnya bertawassul dengan dirinya dalam doa:
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan bertawassul dengan Nabi-Mu Muhammad…”

➡️ Ini adalah dalil paling jelas membolehkan tawassul dengan menyebut nama Nabi ﷺ.


🟦 2. Hukum Peringatan 100 Hari, 1000 Hari Kematian

❌ Tuduhan Wahhabi:

Ini adalah bid’ah yang tidak dicontohkan Nabi ﷺ.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Kaidah Usul:

“ما لا يخالف الشرع ولا فيه ضرر، فهو مباح أو مستحب إن قصد به الخير”

“Sesuatu yang tidak bertentangan dengan syariat dan diniatkan kebaikan, maka hukumnya mubah atau sunnah.”

🔹 Dalil Umum Anjuran Doa dan Sedekah untuk Mayit:

  • HR. Muslim: “Amal anak Adam terputus kecuali tiga: ...anak shalih yang mendoakannya.”

  • HR. Ahmad dan Abu Dawud:
    Nabi ﷺ bersabda, “Jika seseorang meninggal, maka (pahala) sedekah dari keluarganya untuknya diterima.”

🔹 Penjelasan Ulama:

  • Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ dan Imam Suyuthi dalam Al-Hawi membolehkan acara berkumpul mendoakan mayit berulang-ulang selama tidak diisi dengan hal haram.

➡️ Maka peringatan 7, 40, 100, 1000 hari hanyalah kemasan waktu yang tidak mengubah esensi ibadah doa & sedekah.


🟦 3. Pemberian Sedekah atas Nama Mayit

✅ Dibolehkan oleh ijma' mayoritas ulama.

🔹 Dalil Hadis:

  • HR. Bukhari dan Muslim:
    Seorang sahabat bertanya:
    “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan tidak sempat berwasiat. Bolehkah aku bersedekah untuknya?”
    Nabi ﷺ menjawab:
    “Ya, bersedekahlah untuk ibumu.”

🔹 Ijma’ Ulama:

  • Semua ulama dari mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali sepakat pahala sedekah bisa ditujukan untuk mayit.

🟦 4. Amalan Rukyah dan Air Bekas Wudhu

✅ Dibenarkan oleh Nabi ﷺ dan para sahabat.

🔹 Dalil Rukyah:

  • HR. Muslim: Nabi ﷺ meruqyah dengan doa dan ayat-ayat Al-Qur’an, contohnya: “A’udzu bikalimātillāhit-tāmmāti min syarri mā khalaq.”

  • HR. Bukhari: Sahabat meruqyah orang tersengat kalajengking dengan membaca Al-Fatihah, Nabi ﷺ membenarkannya.

🔹 Dalil Air Wudhu:

  • HR. Bukhari-Muslim:
    Para sahabat mengambil air bekas wudhu Nabi ﷺ dan mengusapkannya ke tubuh mereka.
    ➤ Menunjukkan tabarruk dan keberkahan ada pada bekas tubuh orang shalih.

🟦 5. Zikir Jahr (Zikir dengan Suara Keras)

❌ Tuduhan Wahhabi:

Zikir harus pelan. Zikir keras bid’ah dan tasyabbuh dengan orang Hindu/Buddha.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Dalil Hadis:

  • HR. Bukhari dari Ibn Abbas:

    “Kami mengetahui shalat telah selesai pada masa Nabi ﷺ dari suara zikir yang keras.”

  • HR. Abu Dawud dan Ahmad:
    Nabi ﷺ bersabda:

    “Sesungguhnya dzikir itu salah satu tanda shalat.”

🔹 Penjelasan Ulama:

  • Imam Nawawi dalam Al-Adzkar:

    “Zikir jahr sesudah shalat diperbolehkan, bahkan dianjurkan jika tidak mengganggu orang lain.”


🟦 6. Doa Kolektif seperti Qunut Nazilah & Qunut Subuh

❌ Tuduhan Wahhabi:

Qunut Subuh dan Qunut Nazilah adalah bid’ah karena tidak dilakukan terus-menerus oleh Nabi ﷺ.

✅ Jawaban Ahlussunnah:

🔹 Qunut Subuh:

HR. Ahmad, Nasai, Hakim (shahih):

“Nabi ﷺ membaca qunut dalam shalat Subuh hingga beliau wafat.”
➤ Dipegang oleh Imam Syafi’i sebagai dalil kuat sunnahnya qunut Subuh.

🔹 Qunut Nazilah:

HR. Bukhari dan Muslim:

Nabi ﷺ melakukan qunut nazilah selama sebulan penuh mendoakan kaum lemah dan melaknat orang dzalim.

➡️ Maka qunut (baik subuh atau nazilah) adalah bagian dari sunnah yang bersifat kontekstual, boleh dilakukan terus atau kadang-kadang sesuai mazhab dan maslahat.





0 komentar:

Posting Komentar