"Ash-shalātu mi’raj al-mu’min" berarti "Shalat adalah mi’raj (naik spiritual) bagi seorang mukmin." Ini adalah ungkapan populer di kalangan ulama sufi, yang menunjukkan bahwa shalat adalah puncak perjalanan ruhani seorang hamba.
Dari penjelasan di atas, berikut bagian yang menerangkan makna itu secara implisit atau eksplisit:
- Penjelasan Imam Al-Ghazali (Ihya’ Ulumuddin)
- Menyebut bahwa tahiyyat (bagian dari shalat) adalah maqam fana’ dan pengakuan total bahwa segala kehormatan milik Allah.
- Ini menunjukkan bahwa shalat membawa hamba melewati tingkatan pembersihan diri dan pengosongan ego — suatu bentuk mi’raj batin.
- Penjelasan Imam Al-Qusyairi (Risalah Qusyairiyah)
- Amal yang thayyib (baik) dan shalawat yang ikhlas adalah bentuk penghormatan kepada Allah dan pembersihan hati.
- Dengan kata lain, shalat bukan hanya ritual, tapi jalan naik menuju kesucian dan kedekatan dengan Allah.
- Ibnu ‘Arabi (Futuhat al-Makkiyyah)
- Menyatakan bahwa salam Allah kepada Nabi adalah tajalli cinta Ilahi, maqam kedekatan tertinggi (qurb).
- Shalat sebagai sarana mendekatkan diri ke hadirat Allah, ini adalah bentuk mi’raj ruhani.
- Al-Luma’ (Sahl At-Tustari)
- Menggambarkan maqam ikhlas dan penyucian amal dalam shalat sebagai tahapan awal suluk.
- Shalat di sini berfungsi sebagai mi’raj karena membawa hati kepada pengosongan dan kesadaran total pada Allah.
- Mawāqif (Al-Niffarī)
- Melukiskan keadaan dimana shalat dan dzikir membawa fana’ dan tajalli, yaitu ‘mi’raj batin’—berdiri di hadirat Allah, menyaksikan-Nya, dan hanya melihat keesaan-Nya.
Jadi, kalimat "Ash-shalātu mi’raj al-mu’min" secara langsung atau tidak langsung dijelaskan terutama oleh:
- Imam Al-Ghazali (Ihya’)
- Imam Al-Qusyairi (Risalah)
- Ibnu ‘Arabi (Futuhat)
- Sahl At-Tustari (Al-Luma’)
- Al-Niffarī (Mawāqif)
Mereka menjelaskan bahwa shalat (termasuk tahiyyat, shalawat, salam) adalah perjalanan ruhani yang membawa mukmin melewati maqamat fana, qurb, dan baqa’—mirip dengan “mi’raj” spiritual.
Beberapa dalil dan kutipan langsung dari para ulama sufi yang secara eksplisit menyatakan atau menjelaskan makna kalimat:
1. Hadis Nabi Muhammad ﷺ:
Kalimat "Ash-shalātu mi’raj al-mu’min" secara langsung berasal dari hadis shahih:
“الصَّلاةُ مِعْرَاجُ الْمُؤْمِنِ”
“Shalat adalah mi’rajnya seorang mukmin.”
— HR. Muslim (Hadis no. 553)
Ini adalah sumber utama kalimat tersebut, dan menjadi pijakan para sufi dalam memahami shalat sebagai perjalanan spiritual.
2. Imam Al-Ghazali — Ihya’ Ulumuddin
Dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali menjelaskan makna shalat sebagai:
“Shalat adalah mi’raj ruhani, di mana jiwa naik menuju kedekatan dengan Allah, melewati berbagai maqam pembersihan dan penghambaan yang membawa kepada fana’ dan baqa’.”
(Ihya’ Ulumuddin, Bab Shalat)
3. Imam Al-Qusyairi — Risalah Qusyairiyah
Beliau menulis:
“Shalat adalah wasilah menuju qurb ilahi (kedekatan dengan Allah), di mana seorang hamba meninggalkan segala yang selain Allah dan bertemu dengan-Nya dalam maqam kesucian.”
(Risalah Qusyairiyah, Bab Shalat)
4. Ibnu ‘Arabi — Futuhat al-Makkiyyah
Ibnu ‘Arabi menjelaskan:
“Mi’raj sejati bukan sekedar perjalanan jasmani, melainkan perjalanan hati yang terjadi dalam shalat, yang mengantarkan kepada penglihatan tajalli Ilahi dan kedekatan dengan Zat Maha Esa.”
(Futuhat al-Makkiyyah, Bab Mi’raj dan Shalat)
5. Sahl At-Tustari (dalam Al-Luma’)
Dijelaskan:
“Shalat adalah maqam tertinggi di mana seorang hamba meninggalkan identitas duniawi dan merasakan kehadiran hakiki Allah.”
(Al-Luma’)
6. Al-Niffarī — Mawāqif
Dalam pengalaman spiritualnya, Al-Niffarī menyebut:
“Shalat adalah saat-saat ‘berdiri’ di hadirat Allah, sebuah mi’raj batin di mana hanya Allah yang tampak dan disaksikan.”
(Mawāqif)
Kalimat “Ash-shalātu mi’raj al-mu’min” adalah sebuah ringkasan sempurna yang menyatukan semua penjelasan di atas: shalat bukan hanya ritual fisik, tapi perjalanan spiritual yang mengangkat jiwa seorang mukmin menuju kedekatan dengan Allah—sebuah mi’raj batiniah.
0 komentar:
Posting Komentar