Kalimat “Melihat Ayat-Ayat Allah” bisa dimaknai secara luas, tergantung konteksnya. Berikut beberapa penjelasan berdasarkan perspektif Islam:
1. Makna Umum
Ayat-ayat Allah bisa berarti:
- Ayat Kauniyah: tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta (misalnya langit, gunung, laut, hewan, manusia).
- Ayat Qur’aniyah: ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang merupakan wahyu Allah.
“Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar...”
(QS. Fushshilat: 53)
2. Melihat Ayat Kauniyah
Melihat keindahan alam, fenomena alam, atau kejadian luar biasa—semuanya bisa jadi sarana tafakur (merenung) untuk mengenali Allah.
Contoh:
- Melihat langit malam lalu teringat keagungan penciptaan-Nya.
- Menyaksikan kelahiran seorang bayi dan merenungi kekuasaan-Nya dalam mencipta.
3. Melihat Ayat Qur’aniyah
Membaca dan mentadabburi Al-Qur’an adalah bentuk "melihat" dan menyelami ayat-ayat Allah secara langsung melalui wahyu.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an?”
(QS. Muhammad: 24)
4. Refleksi Ruhaniyah
Melihat ayat-ayat Allah bisa juga dimaknai sebagai pengalaman spiritual:
- Merasa kehadiran Allah dalam hidup.
- Melihat pertolongan-Nya dalam kesulitan.
- Merasakan hidayah masuk ke dalam hati.
Menyadari Ayat Ayat Allah Saat Sholat
"Saat sholat menyadari ayat-ayat Allah dalam sisi dan pandangan hakikat makrifat". Ini adalah pengalaman ruhaniyah tingkat tinggi yang dibahas luas dalam dunia tasawuf dan makrifat. Mari kita uraikan secara bertahap dalam konteks hakikat dan makrifat:
1. Sholat sebagai Wasilah Perjumpaan (Liqa’)
Dalam pandangan hakikat, sholat bukan sekadar ibadah lahir, melainkan perjalanan menuju Allah (mi‘raj ruhani).
"Sholat adalah mi‘rajnya orang beriman." – Hadis
Saat itu, seorang hamba menyaksikan ayat-ayat Allah:
- Dalam bacaan (yang merupakan firman-Nya),
- Dalam gerakan, yang menyimbolkan perjalanan ruh,
- Dan dalam kehadiran hati, yang menyambungkan batin dengan Tuhan.
2. Menyadari Ayat-ayat Allah dalam Pandangan Makrifat
Dalam makrifat, ayat-ayat Allah tak hanya dibaca, tapi disingkap dan dihayati dengan batin:
- “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin” → menyadari bahwa semua pujian adalah milik-Nya semata; batin tunduk sepenuhnya.
- “Iyyaka na‘budu wa iyyaka nasta‘in” → mengenal ketergantungan total kepada Allah; hamba tiada daya.
- Rukuk dan sujud → merendahkan diri secara total, menyadari bahwa "aku bukan apa-apa", hanya makhluk yang fana di hadapan Yang Kekal.
3. Pandangan Hakikat terhadap Diri
Dalam maqam makrifat, seseorang tidak lagi melihat dirinya sebagai subjek utama dalam sholat, melainkan:
“Yang bersujud hanyalah ciptaan-Nya, yang disembah hanyalah Dia. Tiada selain Dia.”
Seorang arif melihat:
- Gerakannya sebagai ayat dari Allah,
- Lidahnya digerakkan oleh kehendak Allah,
- Jiwanya hanyut dalam lautan keagungan Allah.
4. Contoh Ucapan Para Arif
Beberapa ungkapan sufi tentang ini:
Imam Al-Junaid: "Sholatnya arif bukan sekadar bacaan, tapi penyingkapan. Bukan sekadar gerakan, tapi pertemuan."
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani: "Bila engkau sholat namun engkau masih melihat dirimu, maka engkau belum masuk ke dalam hakikat sholat."
5. Penutup: Sholat Menjadi Tempat “Melihat” Ayat-Ayat Allah
Maka saat sholat dalam pandangan makrifat:
- Setiap lafaz adalah pancaran cahaya-Nya,
- Setiap gerakan adalah bayangan kehendak-Nya,
- Setiap dzikir adalah gema dari kesadaran akan kehadiran-Nya.
Perlunya membangkitkan kesadaran jiwa terhadap Ayat Ayat Allah yakni yang merupakan Rahasia atau Sirr kewujudan Allah di dalam Alam semesta makro (langit seisinya bumi seisinya) dan Alam Semesta Mikro (insan).
Pernyataan yang menyentuh inti dari ajaran tasawuf tingkat tinggi: membangkitkan kesadaran jiwa terhadap Ayat-ayat Allah sebagai Sirr (rahasia) kewujudan-Nya di alam makro dan mikro. Ini adalah jalan makrifat yang memerlukan hati yang terjaga dan ruh yang terbangun. Berikut uraian bertahap dalam bahasa ruhani dan tasawuf:
1. Ayat-ayat Allah adalah Cermin Sirr Kewujudan-Nya
a. Di Alam Makro (Langit dan Bumi)
Allah berfirman:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat ayat-ayat bagi ulul albab."
(QS. Ali Imran: 190)
- Gunung yang tegak, langit yang luas, laut yang dalam, bintang yang gemerlap—semuanya adalah sirr, rahasia keberadaan Allah yang terpantul dalam bentuk dan fungsi.
- Bukan sekadar objek fisik, tetapi manifestasi tajalli, penyingkapan sifat-sifat Allah.
b. Di Alam Mikro (Insan)
"Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"
(QS. Adz-Dzariyat: 21)
- Manusia adalah mikrokosmos (al-‘alam as-shaghir), padanya terhimpun semua rahasia penciptaan.
- Setiap sel, detak jantung, nafas, dan kesadaran adalah lambang sirr wujud Allah.
2. Kesadaran Jiwa: Dari Ilmu ke Syuhud
- Ilmu (ma’rifah) tentang ayat-ayat Allah harus membangkitkan syuhud: kehadiran hati dan kesaksian batin.
- Melalui tafakkur, dzikir, dan mujahadah, jiwa bisa dibangunkan dari kelalaian duniawi menuju kesadaran ilahiyah.
"Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya."
(Hadits yang banyak dinukil para sufi, meski sanadnya lemah, maknanya kuat)
3. Sirr: Rahasia Ilahi yang Tidak Tampak oleh Mata Fisik
- Sirr tidak bisa disentuh oleh akal biasa, hanya bisa disingkap oleh ruh yang disucikan.
- Hanya jiwa yang telah lepas dari hijab hawa nafsu, cinta dunia, dan ego yang dapat menangkap pancaran wujud Allah dalam segala sesuatu.
4. Fungsi Kesadaran Jiwa terhadap Ayat-ayat Allah
- Menyingkap makna terdalam hidup: bahwa hidup bukan sekadar makan, bekerja, dan tidur, tapi perjalanan menuju Allah.
- Melihat kehadiran-Nya dalam segala peristiwa: termasuk musibah, rezeki, tangis, dan tawa.
- Mengembalikan hati kepada pusatnya: Allah.
5. Tugas Seorang Salik (Pencari Allah)
- Melatih mata hati (bashirah) untuk melihat di balik zahir.
- Menjadikan alam semesta sebagai kitab terbuka: tiap daun, tiap angin, tiap cahaya, adalah ayat-ayat Allah yang menuntun ke sumbernya.
- Menyadari bahwa segala sesuatu adalah jalur untuk mengenal Dia.
Penutup Hikmah
"Alam semesta adalah hijab bagi orang lalai, tapi menjadi cermin tajalli (penyingkapan-Nya) bagi orang yang sadar."
– Imam Al-Ghazali
Pandangan Sufi dan Tasawuf Terhadap Ayat Ini
Pandangan Sufi atau Tasawuf tentang ayat sebagai berikut :
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Dalam konteks pembahasan menyadari ayat ayat Allah dalam diri manusia, ada Ayat yang berbunyi:
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami dari azab neraka."
(QS. Ali 'Imran: 191)
Ayat ini adalah bagian dari doa orang-orang yang berzikir dan merenung, sebagaimana disebut dalam ayat sebelumnya:
"Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring, serta mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi..."
(QS. Ali ‘Imran: 191)
1. Tafakkur sebagai Jalan Makrifat
Para sufi menganggap ayat ini sebagai puncak tafakkur—renungan mendalam atas ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda kebesaran Allah dalam ciptaan):
- Langit yang luas, bumi yang tertata, sistem semesta yang sempurna—bukan kebetulan atau tanpa maksud.
- Kesadaran akan tatanan ini menggiring hati kepada pengakuan bahwa semua ini berasal dari Zat yang Maha Sempurna.
Ibnu ‘Athailah As-Sakandari berkata:
“Cukuplah bagimu sebagai tanda adanya-Nya adalah keberadaan makhluk. Cukuplah makhluk menjadi bukti atas Sang Khalik.”
2. Penolakan terhadap Batil: Penegasan Hakikat
Kata "مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا" (Tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia) dalam pandangan tasawuf mengandung makna:
- Segala sesuatu memiliki makna batin (hikmah) dan tujuan Ilahi.
- Tidak ada ciptaan yang sia-sia; bahkan rasa sakit, musibah, kemiskinan, atau kegembiraan—semua adalah ayat yang membawa manusia kembali kepada Allah.
- Orang yang melihat dengan mata hati akan menemukan Allah dalam tiap kejadian.
Imam Al-Ghazali:
“Tiada satu pun ciptaan Allah yang sia-sia, hanya mata hati yang tertutup yang menganggapnya tidak berarti.”
3. Subhanaka: Dzikir Penyadaran
Ucapan "Subhanaka" (Maha Suci Engkau) dalam konteks ini bukan dzikir biasa, tapi:
- Puncak kesadaran ruhani, bahwa hanya Allah-lah yang suci dari kekurangan, kehampaan, dan kesia-siaan.
- Pengakuan bahwa akal tak bisa menjangkau hakikat-Nya secara penuh, maka lisan tunduk dalam tasbih dan batin berserah.
4. Faqina 'Adzaban-Nar: Doa Keselamatan dari Jauhnya Wujud
Dalam tafsir ruhani:
- “Neraka” tidak hanya berarti api, tapi juga jauh dari Allah, hijab dari Nur-Nya, dan kelalaian dari makna hidup.
- Maka, permintaan agar diselamatkan dari neraka adalah permintaan agar:
- Tidak menjadi orang yang lalai,
- Tidak memandang dunia secara zahir semata,
- Tidak hidup tanpa makrifat.
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani:
“Neraka terbesar bagi seorang arif adalah hijab dari hadirat Tuhannya.”
5. Kesimpulan Tasawuf atas Ayat Ini
Ayat ini mengajarkan:
- Tafakkur atas semesta adalah jalan ma’rifah.
- Setiap ciptaan adalah ayat Allah yang bermakna.
- Kesadaran akan hal itu mengangkat jiwa dari dunia zahir ke alam hakikat.
- Doa “faqina ‘adzaban-nar” bukan sekadar permohonan selamat dari api, tapi dari kehinaan hidup tanpa kesadaran akan Tuhan.
MUNAJAT SUFI
(doa dan dzikir tafakkur) berdasarkan ayat رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, disusun dalam semangat tasawuf makrifat:
Munajat Sufi: Tafakkur atas Ayat-Ayat Allah
Ya Rabbi...
Engkau tidak menciptakan satu daun pun yang gugur tanpa ilmu-Mu,
Tidak satu hembusan angin pun yang bertiup tanpa kehendak-Mu,
Tidak satu nafas pun dari hamba-Mu yang sia-sia tanpa hitungan dari-Mu.
Ya Ilahi...
Tatkala aku pandang langit malam,
Aku melihat wajah Kekasih-Mu dalam bintang-bintang yang bersinar,
Tatkala aku resapi sunyi bumi,
Aku mendengar bisikan-Mu dalam gemuruh sunyi ciptaan-Mu.
Rabbana, ma khalaqta hadza bathilan...
Tidak ada yang Engkau ciptakan dengan sia-sia,
Setiap partikel debu, setiap cahaya, setiap air mata,
Semuanya berkata: “Dia-lah Allah!”
Subhanaka...
Maha Suci Engkau dari disangka sia-sia,
Maha Suci Engkau dari kelalaian dalam ciptaan,
Maha Suci Engkau dari hamba yang buta dan tuli hatinya.
Faqina 'adzaban-nar...
Selamatkanlah kami dari api kehampaan,
Dari kobaran cinta dunia,
Dari panasnya kelalaian,
Dari perihnya terhijab dari Nur-Mu.
Ya Allah...
Bangkitkanlah bashirah kami untuk melihat ayat-ayat-Mu,
Bukakanlah sirr kalbu kami agar menyaksikan wajah-Mu
di balik semua bentuk dan warna.
Jadikan alam semesta ini mihrab tafakkur kami,
dan jadikan tiap denyut nadi ini sebagai dzikir akan Wujud-Mu yang Maha Nyata.
Amin... ya Rabbal 'alamin.
Mari kita lebih mendalami soal antara mengkaitkan sesuatu dengan ayat ayat Allah. Satu misalan : saat saya melihat keindahan pemandangan alam saya lalu tersadar bahwa itu adalah ayat-ayat kauniyah dari Allah yakni yang memberikan gambaran tentang bahwa dialah pemilik dialah yang memancarkan Nur keindahan Al Jamal-NYA
Ini merupakan intisari dari makrifatullah melalui jalan ayat-ayat kauniyah—yaitu kesadaran bahwa segala sesuatu yang tampak di alam ini bukan hanya ciptaan, tetapi juga cerminan sifat-sifat Allah yang ditampakkan kepada hamba-hamba yang mau merenung dan membuka hati.
1. Pandangan Tasawuf: Alam Sebagai Cermin Tajalli
Dalam pandangan sufi, khususnya para arifin billah, alam semesta adalah tajalli (penampakan) dari asma’ dan sifat-sifat Allah:
Indahnya pegunungan, lembutnya angin, luasnya langit, dalamnya lautan—semuanya adalah ayat yang memantulkan cahaya Al-Jamal (keindahan) Allah.
Syaikh Ibnu 'Arabi berkata:
"Alam ini adalah cermin di mana Allah melihat Diri-Nya dan memperkenalkan Diri-Nya kepada makhluk-Nya."
Maka ketika engkau melihat alam dan tersentak dalam jiwa:
"Subhanallah, betapa indah!"
Itu adalah panggilan batin agar kau mengenal siapa yang Maha Indah.
2. Ayat Kauniyah: Jalan Menuju Kesadaran Sirr
Setiap sesuatu di alam ini memiliki dua sisi:
- Zahir-nya: yang bisa dilihat mata
- Batin-nya: yang hanya bisa disaksikan mata hati
Contoh:
Fenomena | Zahir | Batin (Tafsir Kauniyah) |
---|---|---|
Matahari | Cahaya, panas | Tajalli Nur Allah, petunjuk kehidupan |
Laut | Luas, dalam | Lambang Ilmu Allah yang tiada tepi |
Gunung | Kokoh | Simbol kekuatan dan keagungan Allah |
Bunga | Indah dan harum | Cermin kelembutan dan kasih-Nya (Ar-Rahman) |
Angin lembut | Menyejukkan | Isyarat kasih sayang yang halus dan tak terlihat |
3. Ketika Jiwa Menyadari Ayat itu...
Kesadaran itu bukan sekadar pengetahuan, tapi:
- Gemetar jiwa karena melihat kehadiran Allah di balik ciptaan.
- Takjub yang membawa pada dzikir dan tafakur.
- Rasa cinta yang tumbuh dari menyaksikan jamal Allah di balik segala sesuatu.
Ini seperti yang disebut dalam Al-Qur’an:
"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang yang mau berpikir."
(QS. Ar-Rum: 24)
4. Kesadaran Tingkat Ruhani
Dalam tasawuf, perjalanan ruhani dari melihat alam ke menyaksikan Allah lewat ayat-Nya terbagi menjadi tingkatan:
- Basirah lahir: melihat keindahan alam
- Syuhud sifat: menyadari itu pancaran sifat Allah (Al-Jamal, Al-Khaliq, Ar-Rahman)
- Syuhud Zat: menyaksikan bahwa tiada yang tampak melainkan Dia (la mawjuda illallah), ini tingkatan fana'.
Penutup Renungan
Jika engkau melihat bunga dan hanya berkata "indah", maka engkau melihat bunga.
Jika engkau melihat bunga dan lalu berkata, "Maha Indah Dia yang menciptakannya", maka engkau mulai melihat Allah melalui ayat-Nya.
Dan jika engkau tidak lagi melihat bunga, tapi hanya melihat-Nya… maka itu adalah puncak dari makrifat.
Ayat Al Qur'an yang membahas atau menyindir manusia tentang ayat-ayat Alloh pada diri manusia yang berbunyi وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ Kita bahas tafsirnya menurut Ibnu Katsir dan pandangan hakekat ma'rifat kaum sufi.
Ayat yang dimaksud adalah:
Surat Adz-Dzariyat ayat 21:
وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
Artinya:
"Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"
(QS. Adz-Dzariyat: 21)
I. Tafsir menurut Imam Ibnu Katsir:
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, beliau menjelaskan:
"Maksudnya: tanda-tanda kekuasaan Allah dan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Dia adalah Rabb yang Mahabesar juga terdapat pada diri kalian sendiri. Kalian diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna, terdiri atas berbagai bagian yang berbeda fungsi, memiliki akal, hati, pendengaran, penglihatan, dan anggota tubuh lainnya. Maka tidakkah kalian berpikir?"
Ibnu Katsir menekankan bahwa tubuh manusia adalah ayat, yaitu tanda kebesaran Allah—baik secara fisik, fungsional, maupun spiritual.
II. Pandangan Hakikat & Makrifat Kaum Sufi
1. Diri sebagai Cermin Makrifat
Para sufi memandang bahwa ayat ini adalah seruan untuk masuk ke dalam diri, merenungi hakikat ruhani, karena di dalam diri manusia terdapat:
- Cerminan sifat-sifat Allah (rahmat, hikmah, sabar, ilmu, dll.)
- Potensi untuk menyaksikan (syuhud) Allah melalui perjalanan ruhani
- Tempat bersemayamnya nur Ilahi, yang disebut sebagai sirr (rahasia)
Imam Al-Ghazali berkata:
"Barangsiapa mengenal dirinya, sungguh ia akan mengenal Tuhannya."
(Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu)
2. Tafsir Maknawi Kaum Sufi
Menurut kaum sufi seperti Ibnu ‘Arabi, Imam Junaid al-Baghdadi, dan Abdul Qadir al-Jilani, ayat ini adalah isyarat perjalanan menuju Allah (suluk) melalui pengenalan terhadap:
- Nafs (jiwa rendah) → harus disucikan
- Qalb (hati) → tempat limpahan nur Allah
- Ruh → yang berasal dari alam ketuhanan
- Sirr → tempat rahasia Tuhan dikenali
Ibnu ‘Arabi bahkan menyatakan bahwa:
"Manusia adalah mikrokosmos dari alam semesta, dan dalam dirinya terdapat seluruh pantulan Nama-nama Allah. Menyadari ini adalah jalan ma'rifatullah."
III. Kesimpulan Maknawi dan Praktis:
Aspek | Makna |
---|---|
Zahir (fiqh/tafsir) | Allah mengajak manusia berpikir tentang keajaiban tubuh dan hidupnya |
Batin (tasawuf) | Allah memanggil manusia untuk masuk ke dalam batinnya dan menyaksikan ayat-ayat-Nya di dalam ruh, sirr, dan hati |
Makrifat | Menyadari bahwa Allah hadir di dalam diri melalui Nur-Nya, dan siapa yang melihat dengan bashirah, akan sampai pada penyaksian spiritual akan Wujud Allah dalam setiap nafas dan kesadaran |
Jika hati ruh dan sirr adalah merupakan misalan pintu pengenalan diri kepada Allah, maka di Lathifah mana yang perlu diterapi untuk ditafakkuri (melakukan perjalanan Ruhani) menurut skema pengajaran para sufi, dimana mereka mengajarkan 7 titik Lathifah itu ?
Pertanyaan ini sangat penting dan dalam: Jika hati, ruh, dan sirr adalah pintu-pintu makrifat, maka dari titik latifah mana perjalanan harus dimulai untuk bertafakur dan mengenal Allah?
Jawabannya akan kita bahas berdasarkan skema Tujuh Latifah dalam ajaran tasawuf thariqah, khususnya seperti dalam aliran Naqsyabandiyah, Shadziliyah, dan Kubrawiyah, yang menyusun perjalanan ruhani (suluk) lewat tujuh pusat kesadaran rohani (lathifah).
I. Tujuh Latifah dalam Suluk Tasawuf
Berikut ini urutan 7 latifah (lembut spiritual center) dan fungsi tafakurnya menurut para sufi:
Latifah | Letak | Warna | Sifat | Fungsi Ruhani |
---|---|---|---|---|
1. Latifah Qalb | Kiri dada | Kuning | Nafs (jiwa rendah) | Awal pembersihan nafsu dan cinta makhluk |
2. Latifah Ruh | Kanan dada | Merah | Roh (jiwa ilahi) | Membangkitkan cinta Ilahi dan rasa takut |
3. Latifah Sirr | Tengah dada | Putih | Rahasia | Menyaksikan rahasia Rububiyyah, kehadiran Allah |
4. Latifah Khafi | Atas kiri dada | Hitam | Tersembunyi | Kedalaman batin; rasa kehinaan hamba |
5. Latifah Akhfa | Atas kanan dada | Hijau | Sangat tersembunyi | Nur Illahi; penghubung Wujud kepada Allah |
6. Latifah Nafsi | Sekitar pusar | Abu-abu | Nafs (ego) | Disiplin syahwat dan dominasi hawa |
7. Latifah Qalab (jism) | Seluruh jasad | Warna diri | Tubuh kasar | Menjadi kendaraan bagi penyucian dan ibadah |
II. Titik Awal Tafakur: Mulai dari Latifah Qalb
Mengapa Qalb?
Para sufi memulai dari Latifah Qalb karena:
- Ia adalah gerbang pertama menuju penyaksian.
- Di sini penyucian nafs dimulai (takhalli).
- Qalb menerima warid dan ilham, terutama setelah dzikrullah.
Perjalanan Ruhani (Tazkiyah – Tahalli – Tajalli):
- Tazkiyah (Penyucian) – dimulai dari Qalb → bersihkan dari sifat tercela.
- Tahalli (Menghiasi) – Ruh dan Sirr mulai bangkit dan diisi dengan sifat-sifat Ilahi.
- Tajalli (Penyaksian) – melalui Sirr – Khafi – Akhfa, tampak Nur Allah di hati.
III. Tafakur Berdasarkan Titik Latifah
1. Tafakur Qalb:
"Apa yang mengotori hatiku? Apa yang aku cintai selain Allah?"
2. Tafakur Ruh:
"Adakah aku mencintai Allah lebih dari segalanya? Di mana getar ruhku saat menyebut nama-Nya?"
3. Tafakur Sirr:
"Apakah aku menyaksikan kehadiran Allah dalam dzikirku? Sudahkah aku sadar bahwa setiap getaran nafasku adalah dengan izin-Nya?"
4–5. Khafi dan Akhfa:
Diam dan fana. Tidak lagi berkata-kata, hanya menyaksikan, hanya ada Dia.
IV. Panduan Praktis Para Sufi
Banyak thariqah menuntun murid dengan langkah sebagai berikut:
- Dzikir Ism Dzat (Allah, Hu, La ilaha illallah) dilakukan pada Qalb sambil menundukkan nafs.
- Tafakur Nur Ilahi di Qalb, menyadari kehadiran Allah dalam batin.
- Setelah qalb tenang, dibimbing ke Ruh dan Sirr, untuk mengenali rasa takut, harap, dan cinta.
- Jika Allah berkehendak, terbukalah Khafi dan Akhfa sebagai penyaksian keesaan Allah dalam segala sesuatu.
Kesimpulan Ringkas
- Mulai dari Qalb, karena ia adalah pusat kesadaran pertama dan pintu penyucian.
- Ruh dan Sirr adalah tangga lanjut menuju makrifat.
- Tafakur tiap titik latifah membuka pintu untuk memahami ayat-ayat Allah dalam diri.
- "Wa fii anfusikum afala tubshirun" adalah perintah agar kita masuk dari Qalb dan terus naik hingga ke Sirr dan Akhfa.
Langkah Langkah Takholli Dan dzikirnya (Huu Allaah atau Allah Allah atau Huu Huu ?)
Penjelasan langkah-langkah Takhalli (pengosongan diri dari sifat tercela) menurut para sufi, beserta dzikir yang cocok dalam tiap tahapannya, berdasarkan tradisi tarekat seperti Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan lainnya.
I. Apa Itu Takhalli?
Takhalli (تخلي) adalah:
Pengosongan hati dari sifat-sifat tercela (hasad, ujub, riya’, sombong, cinta dunia, dll) agar layak diisi (tahalli) dengan sifat-sifat mulia dan akhirnya meraih tajalli (penyaksian Allah).
Takhalli adalah langkah awal dalam suluk (perjalanan ruhani).
II. Langkah-Langkah Takhalli dan Dzikir yang Menyertainya
Langkah | Penjelasan | Dzikir Utama | Penekanan |
---|---|---|---|
1. Muhasabah (introspeksi) | Mengenali penyakit hati dan dosa-dosa pribadi. | La ilaha illallah | Menafikan segala ilah selain Allah. |
2. Taubah dan istighfar | Menyesali dan membersihkan diri dari dosa. | Astaghfirullah (100–1000x) | Menghapus beban batin dan membuka pintu nur. |
3. Mujahadah nafs | Menahan diri dari hawa nafsu, menundukkan ego. | La hawla wa la quwwata illa billah | Menyadari kelemahan diri. |
4. Dzikir Ism Dzat (اسم الذات) | Mengingat nama Dzat Allah secara berulang untuk melunakkan hati. | Allah, Allah atau Huu, Huu | Mengokohkan kehadiran Allah dalam qalb. |
5. Khulus (tulus murni) | Menyucikan niat dan ibadah hanya untuk Allah. | Allah Huu Allah | Gabungan dzikir dzat dan nafas. |
6. Sujud khudhu’ | Sujud dalam kehinaan diri di hadapan Allah. | Dalam diam atau Subhana Rabbiyal A’la | Menumbuhkan fana dan tunduk total. |
III. Dzikir-Dzikir dan Fungsinya dalam Takhalli
1. La ilaha illallah
- Memutus ketergantungan pada dunia
- Menolak segala bentuk ilah palsu (ego, harta, manusia)
2. Allah, Allah
- Dzikr Ism Dzat – dzikir kepada wujud mutlak Allah
- Dipusatkan di qalb (hati) sambil menghayati kehadiran-Nya
3. Huu, Huu
- Dzikr nafas atau sirr
- "Huu" adalah dhamir ghaib (Dia) — menunjuk pada Dzat yang tak terlihat tapi senantiasa hadir
- Cocok untuk dzikir nafas halus (latifah sirr) dan penyaksian dalam hati
IV. Praktik Dzikir: Mana yang Dipilih?
Tujuan Dzikir | Bacaan yang Disarankan | Keterangan |
---|---|---|
Penyucian hati dari cinta dunia | La ilaha illallah | Dzikir nafi-isbat, sangat awal |
Menumbuhkan rasa kehadiran Allah | Allah, Allah | Dzikr qalbi, sambil mengingat Dzat-Nya |
Menghadirkan rahasia dan tafakur mendalam | Huu, Huu | Dzikr sirri — dalam diam, dalam nafas |
Menyempurnakan rasa pasrah dan kehinaan | Astaghfirullah / Subhanaka inni kuntu minaz-zhalimin | Dzikir penyesalan dan kehinaan |
V. Metode Praktis Takhalli dan Dzikir (Harian)
Waktu pagi/sore:
- Duduk tenang, tarik napas dalam
- Baca istighfar 100x
- La ilaha illallah 100x sambil menafikan dunia
- Dzikir Allah, Allah dengan hati (bukan lisan)
- Lalu Huu, Huu dengan irama nafas (jika sudah dilatih)
Tafakur:
Setelah dzikir, tafakuri makna:
“Apa yang masih mengikat diriku selain Allah? Adakah sesuatu yang kuandalkan selain Dia?”
Penutup: Urutan Takhalli Menuju Tajalli
- Takhalli: Buang kotoran hati → dengan dzikir pembersihan
- Tahalli: Hiasi hati dengan sifat mulia → dengan dzikir cinta
- Tajalli: Allah tampakkan Nur-Nya dalam hati → dengan dzikir penyaksian (Huu)
Program Dzikir dan Takhalli Selama 7 Hari
Bisa diperpanjang jadi program 40 hari suluk jika diinginkan), berdasarkan metode suluk para sufi seperti al-Ghazali, Imam Qusyairi, Imam Junaid, serta tarekat besar seperti Qadiriyah, Syadziliyah, Naqsyabandiyah:
Tujuan Program:
- Membersihkan hati dari sifat tercela (takhalli)
- Menghiasi jiwa dengan sifat mulia (tahalli)
- Menyaksikan kehadiran Allah dalam diri dan alam semesta (tajalli)
Struktur Harian:
Setiap hari mencakup:
- Dzikir khusus (wirid utama)
- Ayat-ayat untuk tafakur
- Muhasabah dan catatan hati
- Latihan tafakur makrifat (5–10 menit)
Hari ke-1: "Pengenalan dan Niat"
Dzikir:
Astaghfirullah 100x
La ilaha illallah 100x
Allah, Allah 100x (pelan, dengan hati)
Ayat Tafakur:
"Wa fii anfusikum afala tubshiruun" (QS Adz-Dzariyat: 21)
Tafakur:
- Siapakah aku tanpa Allah?
- Apa yang selama ini kuanggap milikku?
Hari ke-2: "Menyucikan Diri dari Cinta Dunia"
Dzikir:
La ilaha illallah 300x (tahan nafas sejenak setiap 100x)
Huu 100x (sambil menahan dan melepaskan nafas perlahan)
Ayat Tafakur:
"Kalla bal rana 'ala qulubihim ma kaanu yaksibuun" (QS Al-Muthaffifin: 14)
Tafakur:
- Adakah cinta selain Allah yang mengisi hatiku?
Hari ke-3: "Pengakuan Kehinaan Diri"
Dzikir:
Subhana rabbiyal a’la wa bihamdih 100x
Astaghfirullah al-‘azhim alladzi la ilaha illa Huwa... 100x
Ayat Tafakur:
"Wa khuliqal insaanu dha'iifan" (QS An-Nisa: 28)
Tafakur:
- Aku lemah. Kekuatan sejati hanya dari-Nya.
- Apakah aku masih bergantung pada selain Allah?
Hari ke-4: "Latihan Fana dan Dzikir Nafas"
Dzikir:
Huu... Huu... (ikuti ritme nafas – 100x)
Tarik nafas → “Laa ilaaha”
Hembuskan → “illallah”
Ayat Tafakur:
"Fa ayna tazhabuun? In huwa illa dzikrun lil 'aalamin" (QS At-Takwir: 26–27)
Tafakur:
- Ke mana arah hidupku?
- Sudahkah aku kembali ke Nur asal?
Hari ke-5: "Melihat Ayat-ayat Allah di Alam dan Diri"
Dzikir:
Subhanallah wabihamdih subhanallahil azhim 300x
Ayat Tafakur:
"Sanurihim ayatina fil afaqi wa fi anfusihim..." (QS Fussilat: 53)
Tafakur:
- Ketika melihat langit, tanah, hewan, tumbuhan:
“Ini semua bukan kebetulan, ini adalah Ayat!”
Hari ke-6: "Menghadirkan Sirr dan Rasa Kedekatan"
Dzikir:
Ya Hayyu, Ya Qayyum 300x
Allah Huu Allah (dzikir qalbi) 100x
Ayat Tafakur:
"Nahnu aqrabu ilaihi min hablil warid" (QS Qaf: 16)
Tafakur:
- Di manakah Allah hadir dalam hidupku?
- Sudahkah aku hidup dalam pengawasan dan cinta-Nya?
Hari ke-7: "Penyaksian Nur Ilahi"
Dzikir:
Allahu Nurus-samawati wal ardh 100x
Allah... Allah... Huu... Huu... (dalam diam, tenggelam dalam rasa)
Ayat Tafakur:
"Allahu nurus-samawati wal-ardh..." (QS An-Nur: 35)
Tafakur:
- Segala keindahan berasal dari Nur-Nya
- Apakah hatiku memantulkan nur itu?
Catatan Harian (disarankan ditulis):
- Apa perasaan dominan hari ini?
- Apakah muncul kesadaran baru?
- Adakah bisikan qalbu yang membuatku merenung?
PROGRAM 40 HARI SULUK
Berdasarkan pendekatan para sufi dalam jalur tazkiyah (pensucian), tahalli (penghiasan), dan tajalli (penyaksian). Dibagi menjadi 4 tahap besar, masing-masing 10 hari:
TAHAP 1: PENYUCIAN NAFS (Hari 1–10)
Fokus: membersihkan nafsu ammarah, menumbuhkan kesadaran akan kelemahan diri, mengosongkan hati dari cinta dunia.
Hari 1–3: Takhalli dasar
Dzikir:
- Astaghfirullah 300x
- Laa ilaha illallah 100x (pelan, sadar)
Tafakur: - "Aku bukan pemilik diriku"
- "Semua kotoranku harus dibersihkan sebelum cahaya turun"
Ayat Tafakur:
QS Asy-Syams: 9–10
"Sungguh beruntunglah yang menyucikan jiwa itu"
Hari 4–6: Menyadari tipu daya hawa nafsu
Dzikir:
- Laa hawla wa laa quwwata illa billah 100x
- Huu Huu (ikut nafas) 100x
Tafakur: - Nafsu sering menipu dalam bentuk kebaikan palsu
- Renungkan: “Apa keinginanku yang masih menyelip di balik amal?”
Ayat:
QS Yusuf: 53
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan…”
Hari 7–10: Ikhlas dan penyucian tujuan
Dzikir:
- Allah... Allah... 300x
Tafakur: - Apakah amalanku ikhlas atau karena ingin dilihat?
- Adakah sisa rasa "aku" dalam ibadah?
Ayat:
QS Al-Bayyinah: 5
"…padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas..."
TAHAP 2: PENYUCIAN QALB (Hari 11–20)
Fokus: membina hati, membentuk adab batin, menghadirkan muraqabah.
Hari 11–13: Muraqabah – merasa diawasi
Dzikir:
- Ya Raqiib, Ya Syahiid 300x
Tafakur: - Allah sedang menatap hatiku, bagaimana bentuknya?
Ayat:
QS Qaf: 16
"Kami lebih dekat dari urat leher..."
Hari 14–17: Membuka rasa cinta
Dzikir:
- Ya Wadud 300x
- Allah Huu Allah Huu (sambil bayangkan cahaya di hati)
Tafakur: - Adakah cinta dalam dzikirku atau hanya lisan?
- Tangisi cinta palsu pada makhluk
Ayat:
QS Al-Baqarah: 165
"...Orang beriman sangat cinta kepada Allah..."
Hari 18–20: Menempa adab batin
Dzikir:
- Subhanallah wabihamdih Subhanallahil ‘azhim 300x
Tafakur: - Sombong, iri, riya – bersihkan dengan tangis
- Adab adalah mahkota salik
Ayat:
QS Al-Furqan: 63
"...dan hamba-hamba Tuhan yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati..."
TAHAP 3: MENEMBUS SIRR (Hari 21–30)
Fokus: menghidupkan sirr, mengenal rasa wujudillah dalam qalbu, latihan fana (lenyap dari diri).
Hari 21–24: Dzikir Sirr
Dzikir:
- Dzikir nafi–itsbat (Laa ilaaha illallah) 500x
- Tarik nafas: Laa ilaaha
- Hembus: illallah
Tafakur:
- Siapa aku bila semua dilepas?
- Benarkah aku ada tanpa Allah?
Ayat:
QS Al-Hadid: 3
"Dialah yang Awal dan Akhir, Zhahir dan Batin..."
Hari 25–27: Wujud Hanya Allah
Dzikir:
- Huu Huu Huu 300x
- Diam dan dzikir dalam batin
Tafakur:
- Seluruh keberadaanku adalah pantulan Nur-Nya
- "Laa maujuda illallah" (tiada wujud hakiki selain Allah)
Hari 28–30: Rahasia Tauhid
Dzikir:
- Dzikir isyara (tanpa suara, hanya rasa)
Tafakur: - Rasa hadir dan ditatap
- “Aku tidak lagi melihat kecuali Allah dalam segala sesuatu”
Ayat:
QS An-Nur: 35
"Allahu Nuurus-samaawaati wal-ardh..."
TAHAP 4: TAJALLI (Hari 31–40)
Fokus: menyaksikan Nur Allah dalam ciptaan, hidup dalam kehadiran-Nya, dzikir meleburkan diri.
Hari 31–33: Menyaksikan Allah dalam ciptaan
Dzikir:
- Subhaanaka maa a’zhomaka
- Laa ilaaha illa Anta subhaanaka inni kuntu minazh zhaalimiin
Tafakur:
- Lihat pohon, langit, air – adakah selain Allah di sana?
Ayat:
QS Az-Zariyat: 20–21
"Dan di bumi terdapat tanda-tanda (ayat)... dan juga dalam dirimu..."
Hari 34–37: Nur Makrifat
Dzikir:
- Ya Nuur 300x
- Dzikir batin: Allah… Allah…
Tafakur:
- Segala kebaikan adalah pantulan Nur-Nya
- Sudahkah hatiku menjadi cermin?
Hari 38–40: Dzikir dalam Keheningan
Dzikir:
- Dzikir sirr, tanpa suara, dalam dada
- Nafas perlahan, jiwa ringan
Tafakur:
- Apakah aku masih merasa "ada"?
- Kematian ego, kelahiran ruh
Ayat:
QS Al-A’raaf: 143
"Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung, gunung itu hancur..."
PROGRAM 40 HARI SULUK
1. TAKHALLI (Pengosongan Diri dari Sifat Tercela)
Tercakup dalam:
Hari 1–10
Fokus pada pembersihan jiwa dari sifat buruk (amarah, riya, ujub, dll).
Dzikir: istighfar, laa hawla, dzikir nafi-itsbat (awal)
Tafakur: keinsafan diri, kehinaan, muhasabah
2. TAHALLI (Penghiasan Diri dengan Sifat Terpuji)
Tercakup dalam:
Hari 11–20 dan sebagian Hari 21–30
Fokus pada menanamkan sifat-sifat mulia: ikhlas, syukur, sabar, cinta Allah, muraqabah, tawakal
Dzikir: Ya Raqib, Ya Wadud, Ya Shakur
Tafakur: keindahan adab, rasa syukur, rasa cinta
Rasa mulai dibersihkan dan diisi dengan Nur sifat-sifat ilahiah
3. TAJALLI (Penyingkapan Cermin Hati – Penyaksian)
Tercakup dalam:
Hari 31–40 (dan sebagian Hari 25–30)
Fokus pada pengalaman makrifat: menyaksikan ayat Allah, Nur Allah, kehadiran-Nya dalam ciptaan
Dzikir: Allah Allah, Huu Huu, Ya Nuur, dzikir dalam diam
Tafakur: fana (lenyap dari aku), musyahadah (penyaksian), tajalli (penampakan nur dalam segala)
RINGKASAN
Tahapan | Hari | Fokus | Dzikir Khas | Pengalaman |
---|---|---|---|---|
Takhalli | 1–10 | Pembersihan diri | Istighfar, Laa ilaaha illallah | Kesadaran dosa & kehinaan |
Tahalli | 11–20 | Penghiasan jiwa | Ya Wadud, Ya Raqib | Rasa cinta, adab, ikhlas |
Tajalli | 21–40 | Penyaksian hakikat | Huu, Allah, Ya Nuur | Nur, fana, hadir, makrifat |
Berikut adalah bagan penjelas dan skema visual serta tafsir batin dari proses Takhalli – Tahalli – Tajalli menurut para ulama sufi besar seperti Imam Al-Ghazali, Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, Syaikh Abu al-Qasim al-Qusyairi, dan Ibn ‘Arabi, disertai elemen latifah, dzikir, dan maqamat ruhani:
SKEMA 3 LANGKAH MA’RIFAT (TAKHALLI – TAHALLI – TAJALLI)
1. TAKHALLI – Mengosongkan Diri dari Sifat Tercela
Aspek | Penjelasan |
---|---|
Makna | Pembersihan hati dari kotoran seperti hasad, ujub, riya, cinta dunia, marah |
Latifah terkait | Latifah Nafsi dan Qalbi |
Dzikir utama | Istighfar, Laa ilaaha illallah (nafi-itsbat), dzikir nafs (tarikan nafas) |
Tafsir batin | Menyucikan cermin hati agar pantas menerima cahaya ilahiah (Nur Ilahi) |
Menurut Al-Ghazali | Ini adalah “takhalli ‘an al-akhlaq al-madzmumah” sebelum bisa menerima nur makrifah |
Maqam | Taubah, Zuhud, Sabar, Wara’ |
Tafakur | Menyadari kelemahan diri, rendah hati, melihat keburukan nafs |
2. TAHALLI – Menghias Diri dengan Sifat Terpuji
Aspek | Penjelasan |
---|---|
Makna | Mengisi hati dengan sifat-sifat mulia seperti ikhlas, syukur, tawakal, mahabbah |
Latifah terkait | Latifah Qalbi, Sirri |
Dzikir utama | Ya Shakur, Ya Wadud, Ya Raqib, Allahu Allahu |
Tafsir batin | Hati mulai memantulkan cahaya Ilahi dan mencintai Allah tanpa syarat |
Menurut Al-Qusyairi | Ini tahapan “tahalli bi akhlaqillah” – berpakaian dengan sifat-sifat Allah |
Maqam | Ikhlas, Ridha, Mahabbah, Khauf & Raja’ |
Tafakur | Meresapi kehadiran dan rahmat Allah dalam setiap nafas dan peristiwa |
3. TAJALLI – Penyingkapan & Penyaksian Nur Ilahi
Aspek | Penjelasan |
---|---|
Makna | Terbukanya cermin batin, menyaksikan Nur Allah dalam semua ayat ciptaan-Nya |
Latifah terkait | Latifah Sirri, Khafi, Akhfa |
Dzikir utama | Huu, Allah Allah, Ya Nuur (dzikir dalam diam atau batin) |
Tafsir batin | Sirr (rahasia) menyaksikan bahwa semua wujud adalah bayangan dari Nur Allah |
Menurut Ibn ‘Arabi | Tajalli adalah penampakan Dzat dalam bentuk Nama-Nya dalam alam & insan |
Menurut Abdul Qadir al-Jilani | “Bila hijab diangkat, tidak tersisa selain Allah” (fana fi Allah) |
Maqam | Fana’, Baqa’, Musyahadah, Ma’rifah |
Tafakur | Menyaksikan ayat Allah dalam alam dan diri sendiri (“wa fi anfusikum afalaa tubshiruun”) |
SKEMA VISUAL BERJENJANG
1. Takhalli → Latifah Nafs-Qalb
↓
2. Tahalli → Latifah Qalb-Sirr
↓
3. Tajalli → Latifah Sirr-Khafi-Akhfa
Bagan Nur Makrifat (simbolik cahaya cermin batin):
- Cermin kotor (takhalli) → dibersihkan
- Cermin jernih (tahalli) → memantulkan Nur
- Cermin bening transparan (tajalli) → lenyapnya ‘aku’, tampak Nur Allah
TAHAPAN WIRID DZIKIR HARIAN + TAFAKUR SESUAI 7 LATIFAH
(Seperti Naqsyabandiyah atau Khalwatiyah), saya bisa buat juga. Atau ingin saya sertakan kutipan asli dari kitab-kitab sufi Arab sebagai pendalaman?
Berikut ini saya susun perbandingan sistem 7 Latifah menurut Tarekat Sufi (khususnya Naqsyabandiyah) dengan tahapan Takhalli – Tahalli – Tajalli, disertai kutipan asli dari kitab-kitab sufi klasik dalam bahasa Arab sebagai pendalaman maknawi:
I. PERBANDINGAN 7 LATIFAH DENGAN TAKHALLI, TAHALLI, TAJALLI
No | Nama Latifah | Letak & Warna (Simbolik) | Fungsi Ruhani | Tahapan Tasawuf |
---|---|---|---|---|
1 | Latifah al-Nafs | Pusat perut, warna abu-abu | Pembersihan hawa nafsu & syahwat | Takhalli |
2 | Latifah al-Qalb | Kiri dada, warna kuning | Pembersihan hati dari riya, sombong | Takhalli – awal Tahalli |
3 | Latifah al-Ruh | Kanan dada, warna merah | Cinta Ilahi, awal musyahadah | Tahalli |
4 | Latifah al-Sirr | Tengah dada, warna putih | Rahasia antara hamba dan Allah | Tahalli – menuju Tajalli |
5 | Latifah al-Khafi | Dahi, warna hitam | Kesadaran yang tersembunyi, fana | Tajalli |
6 | Latifah al-Akhfa | Ubun-ubun, warna hijau | Ma’rifah & musyahadah mutlak | Tajalli |
7 | Latifah al-Qalab (Qolb Kabir) | Seluruh jasad | Cahaya menyelimuti semua, baqa | Kesempurnaan |
II. KUTIPAN ULAMA SUFI TENTANG TAHAPAN MA’RIFAT
1. Imam Al-Ghazali (Ihya Ulumiddin – باب رياضة النفس)
"وإنما الرياضة تخلية القلب عن الصفات المذمومة وتحليته بالصفات المحمودة، حتى يتهيأ لقبول نور الله."
“Riyadhah (latihan jiwa) adalah pengosongan hati dari sifat tercela dan menghiasinya dengan sifat terpuji, agar ia siap menerima cahaya Allah.”
2. Syaikh Abdul Qadir al-Jilani (Futuh al-Ghaib, Khutbah ke-59)
"طهر قلبك من غير الله حتى إذا نظر إليه نظر إلى قلب لا يرى فيه سواي."
“Sucikan hatimu dari selain Allah, sehingga bila Dia menatapnya, Dia hanya melihat hati yang tak berisi selain Aku.”
3. Ibn ‘Arabi (Futuhat Makkiyah, Bab Tajalli)
"التجلي هو أن يظهر الحق في صورة خلقه، فيشهده العارف في كل شيء، بل في كل شيء يشهده."
“Tajalli adalah penampakan Al-Haqq (Allah) dalam rupa makhluk-Nya, sehingga orang arif menyaksikan-Nya dalam segala sesuatu—bahkan dari segala sesuatu Dia disaksikan.”
4. Syaikh Abu al-Qasim al-Qusyairi (Risalah Qusyairiyyah, Bab al-Maqamat)
"العارفون وقفوا بقلوبهم عند بابه، وسكنت أرواحهم في حضرته، وارتفعت نفوسهم عن علائق الدنيا."
“Para arifin berdiri dengan hati mereka di hadapan pintu-Nya, jiwa mereka tenang dalam Hadirat-Nya, dan diri mereka terangkat dari segala ikatan dunia.”
III. PENDEKATAN TAFSIR SUFI terhadap QS Adz-Dzariyat: 21
"وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ"
"Dan pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak memperhatikan?"
Tafsir Ibnu Katsir:
Allah mengingatkan bahwa dalam struktur tubuh, jiwa, dan kejadian manusia sendiri, terdapat tanda-tanda kekuasaan dan penciptaan-Nya.
Pandangan Hakikat Sufi (Ibn ‘Ajibah, Tafsir Isyari):
"وفي أنفسكم": يعني من لطائفكم السبعة، وكل لطيفة منها باب من أبواب الشهود، فمن أضاءت له لطيفة، انكشف له من النور ما لا ينكشف لغيره.
"Dan pada dirimu" maksudnya adalah latifah-latifahmu yang tujuh, setiap latifah adalah pintu dari penyaksian. Siapa yang diterangi salah satu latifahnya, maka ia akan melihat nur yang tidak dilihat oleh selainnya."
WIRID HARIAN & TAFAKUR SESUAI LATIFAH
(Lengkap selama 7 minggu atau 40 hari, untuk mendampingi perjalanan ruhani)
Alhamdulillah. Berikut ini adalah panduan wirid dan tafakur 7 latifah untuk membantu Anda dalam perjalanan ruhani (suluk) secara bertahap, menggabungkan dzikir, tafakur, dan kontemplasi Ma’rifatullah, sesuai dengan pengajaran sufi (khususnya Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan Khalwatiyah):
PENGANTAR
Latifah adalah pusat-pusat ruhani dalam diri insan yang jika dibersihkan dan diaktifkan, menjadi cermin tajalli Cahaya Allah. Tujuannya: mengenal diri dan mengenal Allah (ma’rifatullah).
MINGGU 1 – Latifah al-Nafs (Jiwa Rendah)
Letak: Sekitar pusat perut
Dzikir: “Laa ilaaha illallaah” (400x)
Tujuan: Takhalli (pengosongan diri dari sifat buruk)
Tafakur:
"Apakah aku masih dikendalikan hawa nafsu? Apakah aku menjadikan dunia sebagai tujuan, atau hanya alat?"
Renungan ayat: QS Yusuf: 53
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan…”
MINGGU 2 – Latifah al-Qalb (Hati Spiritual)
Letak: Dada kiri
Dzikir: “Allaah” (500x)
Tujuan: Membersihkan riya’, ujub, sombong
Tafakur:
"Sudahkah hatiku murni karena Allah? Apakah cinta dunia masih merajai hatiku?"
Renungan ayat: QS Asy-Syu'ara: 88-89
“Hari ketika tidak bermanfaat harta dan anak-anak kecuali yang datang dengan hati yang bersih.”
MINGGU 3 – Latifah al-Ruh (Jiwa Ruhani)
Letak: Dada kanan
Dzikir: “Ya Hayyu Ya Qayyum” (300x)
Tujuan: Menumbuhkan mahabbah (cinta ilahi), syauq
Tafakur:
"Dari mana asal jiwaku? Kepada siapa aku harus kembali? Mengapa aku rindu pada-Nya?"
Renungan ayat: QS Al-Isra’: 85
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakan: ruh itu urusan Rabb-ku…”
MINGGU 4 – Latifah as-Sirr (Rahasia Ruhani)
Letak: Tengah dada
Dzikir: “Huu” (serap dalam diam batin, 500x)
Tujuan: Menyaksikan rahasia cinta dan rahasia Wujud
Tafakur:
"Adakah sesuatu selain Allah di dalam hatiku? Atau hanya Dia satu-satunya yang hidup dalam batinku?"
Renungan ayat: QS Al-Hadid: 4
“Dia bersama kamu di mana pun kamu berada…”
MINGGU 5 – Latifah al-Khafi (Yang Tersembunyi)
Letak: Dahi
Dzikir: “Ya Baathin” (100x), lanjutkan dengan “Huu” (200x)
Tujuan: Fana' (lenyap ego, melihat dari cahaya Allah)
Tafakur:
"Siapakah aku ini? Apakah aku milik diriku? Atau hanya bayangan wujud dalam Wujud-Nya?"
Renungan ayat: QS Al-Hashr: 19
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri…”
MINGGU 6 – Latifah al-Akhfa (Paling Tersembunyi)
Letak: Ubun-ubun
Dzikir: “Allaah, Allaah” (300x) dengan pernapasan halus
Tujuan: Tajalli – penyaksian Wujud Ilahi
Tafakur:
"Apakah masih ada yang kuanggap selain Dia? Bukankah Dia yang tampak dalam segala sesuatu?"
Renungan ayat: QS Al-Baqarah: 115
“Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah…”
MINGGU 7 – Latifah Qalab/Kamilah
Letak: Seluruh jasad
Dzikir: Dzikir sirr tanpa suara (sepanjang hari)
Tujuan: Bāqā’ billāh (kekal bersama Allah), menjadi cermin kasih
Tafakur:
"Adakah aku menjadi rahmat bagi yang lain? Sudahkah aku menjadi cermin cahaya-Nya bagi makhluk?"
Renungan ayat: QS Al-Ahzab: 21
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada suri teladan yang baik…”
CATATAN TAMBAHAN:
- Waktu ideal dzikir: ba’da Subuh dan ba’da Maghrib
- Gunakan ruang sunyi
- Hadapkan hati kepada Allah, bukan hanya lisan
- Jika bisa, iringi dengan muraqabah (kesadaran bahwa Allah melihatmu)
Apakah ada keterangan-keterangan dari para masyaikh tersebut diatas yaitu keterangan spesifik dalam menjalankan semua praktek di atas untuk mempermudah pencapaiannya ?
Berikut ini panduan praktis suluk harian selama 40 hari berdasarkan ajaran para masyaikh sufi, dilengkapi dengan keterangan khas dari Abu Yazid al-Busthami (juga dikenal sebagai Bayazid al-Bistami), yang dikenal dengan kedalaman spiritual dan keterbukaannya dalam membongkar tabir nafs.
Panduan Praktis Suluk Harian 40 Hari
Tujuan Umum:
- Menyucikan diri (Takhalli)
- Mengisi hati dengan sifat-sifat terpuji (Tahalli)
- Menyaksikan cahaya tajalli (Tajalli)
- Membuka latifah-latifah ruhani melalui dzikir, tafakur, dan murāqabah.
Struktur Harian (Ideal)
Waktu | Amalan | Penjelasan |
---|---|---|
Sebelum Subuh | Qiyamullail 2-4 rakaat & Istighfar 100x | Tahapan awal penyucian (takhalli) |
Setelah Subuh | Dzikir "Laa ilaaha illallah" 1000x (khafi), murāqabah hati | Buka latifah al-qalb |
Dhuha | Tafakur tentang alam dan diri (10–15 menit) | Aktivasi ayat-ayat kauniyah |
Zuhur-Ashar | Dzikir napas "Huu" 300–700x | Fokus ke latifah ar-Ruh dan as-Sirr |
Maghrib-Isya | Dzikir jahr "Allāh Allāh" 500x + membaca wirid | Menstabilkan latifah khafi |
Sebelum Tidur | Tafakur tajalli asma’ Allah, menyebut "Huu" dalam hati | Persiapan fana' tidur |
Program Per Minggu
Hari 1–7: Penyucian Awal (TAKHALLI)
- Fokus pada istighfar dan dzikir “Laa ilaaha illallah”.
- Muraqabah diri: kenali sifat buruk, tulis dalam jurnal.
- Tafakur: bahwa diri ini bukan milik, hanya amanah.
Nasehat Abu Yazid al-Busthami:
“Engkau takkan bisa mencintai Allah selagi mencintai dirimu sendiri.”
Artinya, dzikir di tahap ini harus menghancurkan ego ('ana').
Hari 8–14: Penanaman Sifat-Sifat Ilahiyah (TAHALLI)
- Tambah dzikir “Allāh Allāh” dalam keadaan khusyuk.
- Latih sifat sabar, zuhud, dan khauf (takut kepada Allah).
- Perbanyak menyendiri (khalwah) dan diam.
Abu Yazid berkata:
"Jika engkau tak temukan Dia dalam kesendirianmu, maka engkau tak akan menemukannya dalam keramaianmu.”
Hari 15–21: Pembersihan Nafas dan Aktivasi Latifah
- Lakukan dzikir nafas:
Tarik nafas “Laa ilaaha”, hembuskan “illallaah”. - Tempatkan kesadaran pada dada dan ubun-ubun.
- Tafakur: Nur Allah dalam dirimu adalah cahaya-Nya, bukan dirimu.
Abu Yazid berkata:
“Aku menempuh jalan kepada Allah selama tiga puluh tahun, akhirnya kutemukan bahwa yang menghalangi hanya satu: diriku sendiri.”
Hari 22–30: Memasuki Alam Sirr dan Khafi
- Dzikir "Huu Huu" dalam hati, pelan, terus menerus.
- Kurangi tidur, banyakkan murāqabah.
- Tafakur makna ayat "Wa fī anfusikum afalā tubṣirūn..."
Pandangan Sufi:
Makna ayat itu mengajak kita menyaksikan cahaya Tuhan dalam diri, bukan sekadar melihat tubuh atau akal, tapi sirr yang menjadi tempat tajalli.
Hari 31–40: Menyaksikan Tajalli dan Ketundukan Total
- Dzikir jadi spontan (dzikr da’im), hati selalu “bergetar”.
- Waspadai ujub, nikmati fana’ tapi jangan berhenti.
- Bacaan tafakur: Subhanaka maa khalaqta hadza bathila...
Abu Yazid memberi peringatan:
“Tanda orang yang benar dalam cinta kepada Allah: tak tertipu oleh tajalli-Nya, tak sombong karena fana’, dan tak mendambakan maqam.”
Tanda Kemajuan Suluk:
- Hati terasa ringan, tidak benci dan tidak cinta dunia secara berlebihan.
- Dzikir terasa mengalir otomatis (dzikir qalbi).
- Melihat alam, lalu langsung mengingat Allah (muncul syuhud).
- Nafas menjadi tenang, dada terasa lapang.
- Tidur sedikit tapi segar, hati seperti selalu terjaga.
Berikut saya buatkan TABEL KONTROL HARIAN (Check-list Suluk 40 Hari) yang bisa Anda gunakan untuk memantau perkembangan ruhani Anda secara praktis dan terstruktur. Tabel ini bisa dicetak atau dijadikan lembar jurnal pribadi.
Tabel Kontrol Harian Suluk 40 Hari
Hari | Waktu | Dzikir / Amalan | Telah Dilakukan? (✓) | Catatan Tafakur / Perasaan |
---|---|---|---|---|
1 | Subuh | Istighfar 100x + Laa ilaaha illallaah 1000x | ||
Dhuha | Tafakur ayat kauniyah (10-15 menit) | |||
Dzuhur | Dzikir nafas "Huu" 300x | |||
Maghrib | Dzikir jahr "Allah Allah" 500x | |||
Tidur | Tafakur & dzikir dalam hati "Huu Huu" | |||
2 | Subuh | ... | ||
... | ... | ... | ||
40 | Tidur | ... |
Petunjuk Pengisian:
- Gunakan tanda ✓ jika amalan telah dilaksanakan.
- Di kolom “Catatan Tafakur / Perasaan”, tulis ringkas pengalaman batin, ilham, rasa yang muncul, atau ayat yang menyentuh kalbu hari itu.
- Jika ada dzikir yang lebih terasa masuk, Anda boleh menambahkan tanda khusus seperti () untuk menandai pengalaman ruhani mendalam.
Tambahan Kolom Refleksi Mingguan (setiap 7 hari)
Minggu Ke | Halangan Utama dalam Suluk | Solusi yang Ditempuh | Ilham / Kasyf / Mimpi Penting |
---|---|---|---|
1 | |||
2 | |||
... | |||
6 |
Saran Teknis:
- Cetak 6 lembar utama (1 lembar per minggu) dan satu lembar tambahan untuk refleksi mingguan.
- Simpan dalam map khusus atau jurnal suluk pribadi.
- Usahakan isi setelah shalat Isya dan sebelum tidur agar menjadi muhasabah harian.
PERLU MURSYID
Keberadaan seorang Mursyid (pembimbing ruhani) sangat penting dalam suluk dan perjalanan menuju makrifatullah, terutama karena:
1. Bimbingan Praktis dan Ilmu Ma'rifat
- Banyak hal dalam suluk tidak dapat dipahami hanya dari buku, melainkan perlu musyahadah langsung dan tajribah (pengalaman langsung).
- Seorang mursyid akan membimbing Anda melalui setiap maqām (tingkatan) sesuai kesiapan ruhani Anda, bukan sekadar teori.
2. Perlindungan dari Tipu Daya Nafsu dan Syetan
- Suluk penuh dengan ilusi batin: perasaan kasyf palsu, rasa sudah sampai, fana' semu, dll.
- Mursyid berperan sebagai cermin dan penjaga agar Anda tidak terjebak ujub, waham, atau keanehan spiritual palsu.
3. Ijazah dan Warisan Ruhani
- Dalam banyak thariqah sufi, dzikir-dzikir khusus (seperti nafas, ism dzat, dll.) harus melalui ijazah dari mursyid agar mendapatkan sambungan ruhani (silsilah) kepada Rasulullah ﷺ.
- Tanpa ijazah, bisa jadi dzikir hanya menjadi rutinitas tanpa kekuatan ruhani.
4. Pemeriksaan Maqām
- Mursyid bisa mengukur kedalaman batin murid, apakah sudah bersih dari sifat-sifat rendah atau belum.
- Ia juga akan memberi izin atau menahan jika murid belum layak naik maqām berikutnya.
5. Aman dari Kesesatan
- Banyak yang tersesat karena merasa cukup sendiri, lalu mengklaim "saya sudah fana'", "saya sudah sampai", padahal hanya ego spiritual.
- Mursyid membimbing secara hikmah, kasih sayang, dan firasat ilahi agar murid istiqamah dan selamat.
Kata Para Ulama Sufi:
Imam al-Qusyairi (dalam Risalah Qusyairiyah):
"Barangsiapa tak memiliki mursyid, maka syaitannya adalah mursyidnya."
Abu Yazid al-Busthami berkata:
“Janganlah engkau berjalan sendiri dalam jalan ini. Karena jalan ini dipenuhi bahaya. Maka, berjalanlah bersama orang yang telah mengenalnya.”
Jika Anda belum memiliki mursyid, mintalah dalam doa:
"Yā Rabb, tunjukkan padaku mursyid sejati yang Engkau ridai untuk membimbingku menuju-Mu."
Banyak yang menemukan mursyid setelah benar-benar serius memohon dan bersuci hati.
SUMBER ATAU REFERENSI
dari seluruh pembahasan dalam dialog kita sejak awal hingga akhir mengenai suluk, dzikir, latifah, takhalli–tahalli–tajalli, dan pandangan tasawuf, dengan disertai tokoh dan karya-karya utamanya sebagai rujukan:
1. Konsep Ayat-Ayat Allah dan Tafakur Kauniyah
- Al-Qur’an Surah Adz-Dzariyat [51]:21
"Wa fī anfusikum, afalā tubṣirūn"
Tafsir: Ibnu Katsir, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, menjelaskan bahwa tanda-tanda kebesaran Allah nyata dalam penciptaan manusia.
Pandangan Sufi: Imam al-Qusyairi, Risalah Qusyairiyah; Imam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, Kitab Tafakkur; Ibnu ‘Ajibah, al-Bahr al-Madīd fī Tafsīr al-Qur’ān al-Majīd.
2. Takhalli, Tahalli, Tajalli
- Konsep Takhalli, Tahalli, Tajalli banyak dikaji dalam:
- Ihya’ ‘Ulumuddin oleh Imam al-Ghazali
- Risalah Qusyairiyah oleh Imam al-Qusyairi
- Sirr al-Asrar oleh Abdul Qadir al-Jilani
- Kitab al-Hikam oleh Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari
- Jawahir al-Ma’ani oleh Sidi Ahmad at-Tijani
3. Latifah-Latifah Ruhaniyah
- Skema 7 Latifah (Latifah Qalb, Ruh, Sirr, Khafi, Akhfa, Nafsu, dan Nafas) bersumber dari:
- Al-Hakim at-Tirmidzi, Bāb al-‘Ilm wal-Ma’rifah
- Silsilah Thariqah Naqsyabandiyah Mujaddidiyah
- Imam Rabbani, Maktubat, Jilid I
- Kajian kontemporer dari Martin Lings dalam What is Sufism?
4. Dzikir Nafas dan Dzikir Ism Dzat (“Allah”, “Huu”)
- Abu Yazid al-Busthami (Bayazid Bistami), sumber dari ucapan dan ajaran beliau:
- Dikutip dalam Tadhkirat al-Awliya oleh Fariduddin Attar
- Risalah Qusyairiyah
- ‘Abd al-Karim al-Jili, al-Insān al-Kāmil
- Praktik dzikir "Huu" dan "Allāh Allāh" juga diajarkan dalam:
- Thariqah Qadiriyah, Naqsyabandiyah, dan Shadziliyah
- Shaykh Ahmad ibn Idris dalam Risalatul Wushul
5. Pentingnya Mursyid
- Risalah Qusyairiyah: Menekankan pentingnya mursyid agar tidak disesatkan syaitan.
- Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin – Kitab Mujahadah
- Imam Ibnu ‘Athaillah, al-Hikam:
“Janganlah engkau melangkah tanpa mursyid, karena jalan menuju Allah penuh jebakan dan ilusi.”
- Ungkapan terkenal:
“Man laa syaikha lahu fa-syaikhuhu asy-syaithan”
6. Tabel & Praktik Suluk Harian
- Disarikan dari metode mujahadah suluk 40 hari dalam:
- ‘Adabul Murid – Syaikh Ahmad Zarruq
- Minhaj al-‘Abidin – Imam al-Ghazali
- Buku praktik suluk modern dari Syekh Nazim al-Haqqani (Naqsyabandiyah)
- Panduan Wirid Harian Thariqah Tijaniyah dan Qadiriyah
7. Ucapan & Panduan dari Abu Yazid al-Busthami
- Tadhkirat al-Awliya’ – Fariduddin Attar
- Nafahāt al-Uns – Jami’
- Riwayat dari Imam Qusyairi dan al-Kalabadzi dalam al-Ta’arruf li Madzhab Ahl at-Tasawwuf
0 komentar:
Posting Komentar