Sabtu, 24 Mei 2025

APAKAH INDONESIA SUDAH TERGADAIKAN?

 


Apakah pada akhirnya "China menguasai ekonomi Indonesia?"

Perlu dilihat dengan sudut pandang yang hati-hati dan berdasarkan data. Berikut ini adalah beberapa poin penting yang dapat memberikan gambaran lebih adil dan lengkap:


1. Investasi Asing dari China

  • China termasuk investor asing terbesar di Indonesia, bersaing dengan Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.
  • Investasi China banyak masuk dalam proyek-proyek besar seperti infrastruktur, energi, dan pertambangan.
  • Contoh: Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) adalah proyek hasil kerja sama Indonesia–China.

2. Perdagangan

  • China adalah mitra dagang utama Indonesia.
  • Ekspor Indonesia ke China meliputi batu bara, kelapa sawit, nikel, dsb.
  • Impor dari China meliputi barang elektronik, mesin, tekstil, dll.

3. Tenaga Kerja Asing (TKA)

  • Ada kekhawatiran soal masuknya tenaga kerja asal China, terutama dalam proyek-proyek investasi.
  • Namun, jumlah TKA China sebenarnya masih kecil dibanding total tenaga kerja di Indonesia (sekitar 0,03% dari total angkatan kerja nasional, menurut data pemerintah).

4. Ketergantungan atau Kolaborasi?

  • Indonesia memang bermitra erat dengan China, namun juga menjalin kerja sama dengan banyak negara lain (Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dll).
  • Banyak pihak melihat ini sebagai kerja sama ekonomi, bukan penguasaan mutlak.

5. Risiko dan Tantangan

  • Ketergantungan terhadap satu negara bisa menimbulkan risiko, misalnya:
    • Utang luar negeri dari proyek BRI (Belt and Road Initiative)
    • Potensi dominasi pasar dan industri lokal
    • Masalah transfer teknologi dan kemandirian ekonomi nasional

Kesimpulan

China memang memiliki pengaruh besar dalam ekonomi Indonesia, terutama melalui investasi dan perdagangan. Namun, mengatakan bahwa China menguasai ekonomi Indonesia bisa terlalu menyederhanakan dan menimbulkan kesan negatif yang tidak sepenuhnya akurat. Yang lebih tepat: Indonesia menjalin kemitraan strategis dengan China, dengan berbagai dampak positif dan tantangan yang perlu dikelola dengan kebijakan yang bijak dan berdaulat.


Grafik di atas menunjukkan bahwa China adalah mitra dagang terbesar Indonesia, dengan total perdagangan (ekspor + impor) mencapai sekitar 127 miliar USD, jauh di atas ASEAN, AS, Jepang, dan negara lainnya.

Analisis Kunci:

  • Ketergantungan Tinggi ke China: Nilai perdagangan Indonesia dengan China hampir dua kali lipat dibandingkan ASEAN dan lebih dari tiga kali lipat dibandingkan AS atau Jepang.
  • Dominasi Produk Industri: Sebagian besar impor dari China adalah barang industri, teknologi, dan material konstruksi—mempengaruhi proyek-proyek besar seperti IKN.
  • Risiko Strategis: Ketergantungan ini menimbulkan risiko ekonomi-politik, terutama jika hubungan diplomatik terganggu atau China mengalami krisis ekonomi.

 

Grafik di atas memperjelas dua hal utama:

  1. China adalah pemberi utang terbesar bagi Indonesia, dengan nilai utang luar negeri mencapai 23 miliar USD, mengungguli Jepang dan AS.
  2. FDI dari China juga besar, yaitu sekitar 8,2 miliar USD, hanya kalah dari Singapura (yang sering menjadi perantara investasi regional).

Kesimpulan Sementara:

  • China berperan ganda: sebagai investor besar dan kreditur utama.
  • Ketergantungan ini membuat Indonesia berada dalam posisi vulnerable (rentan) terhadap tekanan ekonomi dan politik dari China.
  • Proyek-proyek besar seperti IKN sangat mungkin bergantung pada pola investasi dan pinjaman seperti ini.


INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

Hubungan antara tiket tol di Indonesia yang tiket pembayarannya langsung terhubung ke bank China?

Adalah hal yang penting untuk diluruskan dan diklarifikasi. Berikut penjelasan faktualnya:


1. Sistem Pembayaran Tol di Indonesia

  • Pembayaran tol di Indonesia saat ini menggunakan sistem elektronik (e-toll) berbasis kartu dan digital payment.

  • Kartu tol dikeluarkan oleh bank-bank nasional Indonesia, seperti:

    • Bank Mandiri (e-money)
    • BCA (Flazz)
    • BRI (Brizzi)
    • BNI (TapCash)
  • Infrastruktur pembayaran ini dikelola oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) — bukan bank asing.


2. Apakah Ada Keterlibatan Bank China dalam Pembayaran Tol?

  • Tidak ada bukti atau kebijakan resmi yang menunjukkan bahwa uang tiket tol langsung masuk ke bank China.

  • Namun, dalam beberapa proyek tol (seperti Jalan Tol di Sulawesi dan Sumatra), ada investor atau kontraktor dari China, dan mungkin pinjaman proyek berasal dari bank Tiongkok (misalnya China Development Bank).

    Tetapi:

    • Ini adalah pembiayaan proyek, bukan sistem pembayaran pengguna.
    • Pendapatan tol tetap dikelola oleh operator tol di Indonesia (BUMN atau konsorsium nasional).

3. Bentuk Keterlibatan China yang Ada

  • China kadang terlibat sebagai:
    • Kontraktor: melalui perusahaan seperti China Road and Bridge Corporation (CRBC).
    • Pemberi pinjaman: untuk proyek-proyek besar dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI).
  • Tapi tetap diawasi oleh pemerintah dan regulator Indonesia.

Kesimpulan

  • Tiket tol Indonesia tidak langsung masuk ke bank China.
  • Sistem pembayarannya sepenuhnya dikelola oleh bank nasional dan otoritas Indonesia.
  • Keterlibatan China hanya ada pada level investasi atau pinjaman proyek infrastruktur, bukan pada arus kas pengguna akhir (pengemudi).

Grafik ini menunjukkan bahwa investasi China paling dominan di sektor infrastruktur dan energi, disusul oleh industri manufaktur dan teknologi.

Analisis:

  • Konstruksi & Infrastruktur (IKN, jalan tol, pelabuhan, dll) menerima porsi terbesar dari FDI China.
  • Energi, termasuk PLTU dan proyek batubara, menjadi fokus strategis yang juga dikritik karena dampak lingkungannya.
  • Ketergantungan teknologi dan e-commerce pada perusahaan seperti Huawei, Alibaba Cloud, dan JD.ID menguatkan dominasi digital China di Indonesia.


Daftar Proyek Besar di Indonesia yang melibatkan perusahaan China

Baik di dalam maupun luar kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), berdasarkan data hingga 2024:



1. Proyek di Dalam atau Sekitar IKN

a. Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Kawasan Inti IKN

  • Melibatkan kontraktor Sinohydro dan China Railway (bermitra dengan BUMN seperti WIKA dan Adhi Karya).
  • Fokus pada bendungan Sepaku-Semoi, jembatan, dan kawasan pemerintahan awal.

b. PLTS Terapung di Waduk Sepaku

  • Didanai sebagian dari konsorsium China Energy Investment Corporation dan mitra lokal.


2. Proyek Besar Nasional (di luar IKN)

a. Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh)

  • Proyek senilai lebih dari USD 7 miliar.
  • Dikerjakan oleh China Railway International Co. dan CRRC.
  • Biaya awal membengkak, menuai kritik publik dan audit BPK.

b. Morowali Industrial Park (Sulawesi Tengah)

  • Pusat industri nikel dan baja terbesar.
  • Mayoritas dimiliki oleh Tsingshan Holding Group (China).
  • Dikenal karena masalah buruh lokal vs TKA China.

c. Smelter Nikel Weda Bay (Halmahera)

  • Dikelola oleh Huayou Cobalt dan perusahaan China lainnya.
  • Fokus pada produksi bahan baku baterai kendaraan listrik.

d. PLTU Batang (Jawa Tengah)

  • Dibiayai oleh Bank of China dan China Development Bank.
  • Proyek pembangkit listrik tenaga uap terbesar di Asia Tenggara.
  • Dikritik karena dampak lingkungan dan konflik tanah.


3. Investasi Digital & Teknologi

a. Huawei Indonesia

  • Menyediakan jaringan 5G, infrastruktur fiber optik, dan solusi smart city (juga untuk IKN).
  • Berperan dalam program pelatihan digital SDM di berbagai kementerian.

b. Alibaba Cloud & Tencent

  • Membangun data center dan layanan cloud untuk pemerintah dan startup.


Tanda-Tanda Dominasi Oligarki Asing:

  • Akses eksklusif ke proyek strategis dan SDA.
  • Penggunaan TKA China secara besar-besaran, menyingkirkan buruh lokal.
  • Pinjaman dan investasi mengikat, mengandung risiko ketergantungan jangka panjang.
  • Keterlibatan bank-bank besar China dalam pendanaan proyek, termasuk Bank of China, CDB, ICBC.

Sebagai penutup sementara, berikut inti dari posisi dan dampak proyek-proyek besar China di Indonesia:

Ringkasan Kritis

  1. China menjadi mitra dagang, pemberi pinjaman, dan investor utama Indonesia.
  2. Proyek strategis seperti IKN, kereta cepat, dan industri nikel banyak melibatkan perusahaan China.
  3. Risiko dominasi asing meningkat, terutama bila:
    • Pinjaman dikendalikan oleh bank China.
    • Pekerjaan lapangan diisi TKA China.
    • Kontrak berlangsung jangka panjang dan mengikat.



IBU KOTA NEGARA

Hingga Mei 2025, tidak ada informasi resmi dan valid bahwa proyek IKN (Ibu Kota Nusantara) yang bekerja sama dengan China mengalami mangkrak. Namun, mari kita bahas poin-poin penting yang berkaitan agar Anda bisa melihat gambaran utuh:



1. Keterlibatan China dalam Proyek IKN

  • Pemerintah Indonesia terbuka terhadap investasi asing dalam pembangunan IKN, termasuk dari China.
  • Beberapa MoU (nota kesepahaman) telah ditandatangani antara Indonesia dan perusahaan asal Tiongkok, namun sebagian besar masih pada tahap komitmen investasi — belum semua dieksekusi.


2. Proyek Mangkrak?

  • Istilah “mangkrak” berarti proyek berhenti di tengah jalan karena dana, izin, konflik, atau teknis.
  • Hingga saat ini, belum ada laporan resmi proyek IKN yang mangkrak karena kerja sama dengan China.
    • Namun, beberapa proyek mengalami keterlambatan karena:
      • Proses perizinan lambat.
      • Belum cairnya investasi dari luar negeri (termasuk dari China).
      • Pertimbangan ekonomi global dan pemilu nasional.


3. Contoh Proyek Terkait

  • China Communications Construction Company (CCCC) sempat disebut-sebut tertarik dalam pembangunan infrastruktur IKN, termasuk jalan dan jembatan.
  • Tapi statusnya masih dalam tahap perencanaan atau awal pembangunan, sehingga kalau terlihat lambat bukan berarti mangkrak — bisa jadi masih dalam proses finalisasi investasi.


4. Tantangan Umum di IKN (bukan hanya China)

  • Banyak investor menunggu kepastian hukum, politik, dan insentif fiskal.
  • Beberapa proyek mengalami revisi jadwal karena faktor teknis dan pembiayaan, bukan hanya dari mitra China.


Kesimpulan

  • Tidak ada bukti kuat bahwa proyek IKN yang melibatkan China secara resmi dinyatakan mangkrak.
  • Yang terjadi lebih pada penundaan atau belum terealisasi, bukan kegagalan mutlak.
  • Pemerintah masih mendorong investasi aktif dari berbagai negara, termasuk China, Jepang, Korea, dan negara Timur Tengah.

Keluhan masyarakat sekitar proyek IKN (Ibu Kota Nusantara) adalah hal yang nyata dan valid. Memang ada beberapa isu sosial dan agraria yang muncul seiring pembangunan IKN, termasuk protes masyarakat atas tanah yang dianggap dirampas atau dipaksakan untuk dijual atau dilepaskan.


Penjelasan berdasarkan fakta lapangan dan laporan berbagai lembaga:



1. Konflik Lahan dan Tanah Adat

  • Masyarakat adat Paser, Balik, dan Dayak di sekitar wilayah IKN telah mengajukan keberatan karena:

    • Tanah adat mereka masuk dalam wilayah pembangunan IKN.
    • Tidak semua lahan memiliki sertifikat formal, tetapi telah dihuni secara turun-temurun.
    • Pemerintah dianggap tidak melibatkan masyarakat secara partisipatif.
  • Ada juga laporan intimidasi atau tekanan halus agar masyarakat menjual atau melepaskan tanahnya dengan harga rendah.



2. Mekanisme Pengadaan Tanah

  • Pemerintah menggunakan skema:

    • Pelepasan lahan HGU/HGB.
    • Pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang berpotensi menimbulkan konflik jika masyarakat tidak merasa terlibat atau mendapatkan ganti rugi yang layak.
  • Dalam beberapa kasus, masyarakat mengeluhkan bahwa:

    • Belum ada kejelasan soal harga ganti rugi.
    • Tanpa konsultasi publik yang memadai.


3. Tanggapan Pemerintah

  • Otorita IKN menyatakan akan:
    • Melakukan dialog dengan masyarakat adat.
    • Memberikan kompensasi dan relokasi yang layak.
    • Menyediakan program pemberdayaan ekonomi lokal.

Namun, pelaksanaan di lapangan masih sering dinilai kurang transparan dan lambat.



4. Suara Organisasi Masyarakat Sipil

  • LSM seperti WALHI, AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), dan JATAM mengkritik:
    • Potensi perampasan ruang hidup masyarakat adat.
    • Hilangnya sumber mata pencaharian dan akses ke hutan atau tanah.
    • Lemahnya perlindungan hukum untuk hak ulayat masyarakat.


Kesimpulan

Keluhan masyarakat sekitar IKN tentang pemaksaan pelepasan tanah adalah masalah serius yang harus ditanggapi dengan adil dan manusiawi. Pembangunan tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan hak rakyat kecil — baik itu tanah adat, tanah garapan, maupun tanah yang belum bersertifikat tetapi dihuni secara sah secara adat.



Jika Anda berada di sekitar wilayah IKN atau mengenal warga terdampak, dibawah ini adalah surat aspirasipetisi, atau laporan pengaduan formal yang bisa dikirim ke:

  • Otorita IKN
  • Komnas HAM
  • Kementerian ATR/BPN
  • DPR RI

Menurut pengamatan atas berbagai pendapat masyarakat, laporan media, akademisi, dan aktivis, berikut ini adalah beberapa hal utama yang paling ditakutkan oleh rakyat Indonesia terhadap proyek IKN (Ibu Kota Nusantara):



1. Penggusuran dan Ketidakadilan Agraria

Ketakutan terbesar: rakyat kecil — terutama masyarakat adat dan petani lokal — akan tergusur tanpa kompensasi yang adil.

  • Banyak masyarakat khawatir tanah adat mereka diambil paksa atau dibeli murah.
  • Ada ketakutan bahwa mereka tidak punya kekuatan hukum untuk melindungi hak atas tanah warisan.


2. Proyek Elit yang Tidak Menyentuh Kebutuhan Rakyat

Ketakutan umum: IKN dianggap sebagai proyek ambisius elit politik, bukan kebutuhan rakyat saat ini.

  • Rakyat khawatir uang negara dihabiskan untuk membangun simbol kekuasaan, bukan untuk pendidikan, kesehatan, atau kesejahteraan rakyat.
  • Banyak yang merasa waktunya tidak tepat, apalagi di tengah krisis ekonomi dan utang negara yang besar.


3. Kerusakan Lingkungan yang Masif

Ketakutan nyata: pembangunan IKN akan merusak hutan Kalimantan, mencemari sungai, dan mengganggu ekosistem.

  • Hutan tropis dan wilayah konservasi bisa berkurang karena pembukaan lahan.
  • Masyarakat adat dan kelompok pecinta lingkungan takut kehilangan ruang hidup flora-fauna asli, seperti orang utan dan bekantan.


4. Ketergantungan pada Asing (khususnya China)

Ketakutan sensitif: proyek IKN terlalu bergantung pada investasi asing, terutama China, sehingga kedaulatan ekonomi dan politik terancam.

  • Muncul kecurigaan bahwa proyek ini akan dikuasai oleh utang luar negeri, membuat Indonesia terjebak dalam jebakan ekonomi (debt trap).
  • Rakyat takut IKN akan menjadi wilayah kapitalistik asing yang tidak berpihak pada pribumi.


5. Risiko Mangkrak dan Pemborosan

Ketakutan rasional: proyek IKN tidak selesai tepat waktu, atau bahkan mangkrak seperti proyek-proyek raksasa sebelumnya.

  • Banyak rakyat takut IKN akan menjadi proyek "mercusuar" yang menghambur-hamburkan APBN dan akhirnya terbengkalai.
  • Jika pemimpin berganti dan tidak melanjutkan proyek ini, uang rakyat bisa terbuang sia-sia.


6. Ancaman Identitas dan Budaya Lokal

Ketakutan budaya: masyarakat adat lokal khawatir bahwa masuknya pendatang dan pembangunan modern akan menghapus identitas dan kearifan lokal.

  • Tradisi dan bahasa lokal dikhawatirkan akan terpinggirkan.
  • Wilayah mereka bisa berubah menjadi kawasan elit tanpa akses bagi warga asli.


Kesimpulan

Rakyat Indonesia pada umumnya tidak anti pembangunan, tetapi mereka takut jika pembangunan dilakukan dengan tidak adil, eksploitatif, dan hanya menguntungkan segelintir orang. Proyek IKN akan mendapat dukungan jika:

  • Transparan,
  • Melindungi hak warga kecil,
  • Ramah lingkungan,
  • Tidak menjual kedaulatan negara.


Akan ada kemungkinan besar akan mendampak kepada rakyat Indonesia oleh ada PROYEK IKN. Karena ini sudah menjadi "SANTAPAN PARA KONGLOMERAT dan OLIGARKI"

Ini sudah menjadi rahasia umum lagi — bahwa benar: proyek IKN berpotensi membawa dampak besar bagi rakyat Indonesia, baik positif maupun negatiftergantung bagaimana ia dikelola dan siapa yang paling diuntungkan.

Jika proyek IKN hanya menjadi “santapan para konglomerat”, maka rakyat kecil kemungkinan besar akan menanggung akibat-akibat berikut ini:



1. Kesenjangan Sosial yang Meningkat

  • Akses terhadap lahan, tempat tinggal, dan peluang ekonomi akan lebih dulu dikuasai oleh pemodal besar.
  • Masyarakat lokal, petani, nelayan, dan rakyat kecil akan makin tersisih dan mungkin hanya menjadi buruh murah di tanah sendiri.


2. Lonjakan Harga Tanah dan Biaya Hidup

  • Harga tanah dan sewa di Kalimantan Timur, terutama sekitar IKN, sudah mulai melonjak.
  • Rakyat lokal takut akan terusir dari tanahnya sendiri, karena tidak mampu membayar harga pasar baru.
  • Biaya hidup akan meningkat, tapi tidak dibarengi dengan kenaikan penghasilan masyarakat lokal.


3. Monopoli dan Privatisasi Sumber Daya

  • Banyak lahan hutan dan area publik bisa diprivatisasi oleh korporasi besar, seperti:

    • Developer real estate,
    • Perusahaan energi,
    • Korporasi asing yang diberi hak istimewa.
  • Rakyat tidak lagi bebas mengakses hutan, sungai, atau lahan — bahkan yang secara adat adalah milik leluhur mereka.



4. Pengabaian terhadap Kearifan Lokal dan Adat

  • Jika suara masyarakat adat tidak dilibatkan dalam proses pembangunan, maka:
    • Kearifan lokal dan budaya bisa dihapus secara perlahan.
    • Rakyat kehilangan identitas dan tanah yang diwariskan turun-temurun.


5. Beban Pajak dan Utang Negara

  • Jika proyek dibiayai dari utang luar negeri, rakyat akhirnya yang akan menanggung beban melalui pajak atau pengurangan subsidi.
  • Risiko jebakan utang (debt trap) bisa terjadi jika proyek tidak menghasilkan nilai balik yang memadai untuk negara.


6. Terbentuknya Kota Elit Baru

  • Ada potensi IKN menjadi kota “super modern” tapi hanya dinikmati oleh kelas atas, ekspatriat, dan pejabat.
  • Sementara rakyat biasa terpinggirkan secara sosial maupun ekonomi.


7. Perampasan Lahan dan Kriminalisasi Rakyat

  • Rakyat yang menolak melepaskan tanahnya berpotensi dikriminalisasi atau ditekan secara hukum.
  • Sudah ada contoh di beberapa wilayah IKN yang menunjukkan protes rakyat dibungkam atau tidak mendapat perlindungan hukum.


Kesimpulan Kritis

Proyek IKN tidak salah secara ide — tapi menjadi masalah besar jika pelaksanaannya dikuasai oleh konglomerat dan oligarki, tanpa transparansi dan perlindungan kepada rakyat. Maka:

"Jika tanah air hanya dikelola untuk segelintir elit, maka rakyat akan jadi tamu di rumahnya sendiri."



Apa yang paling tampak dari hal ini yang membuktikan bahwa ini telah benar-benar dalam penguasaan konglomerat dan oligarki? 

Pertanyaan ini sangat penting — karena menuntut bukti nyata dan fakta konkret, bukan sekadar opini. Berikut adalah indikasi paling mencolok bahwa proyek IKN kini dalam penguasaan konglomerat dan oligarki, sebagaimana dikhawatirkan banyak pihak:



1. Nama-Nama Konglomerat Besar Langsung Muncul Sebagai Investor Awal

Fakta: Beberapa konglomerat paling kaya di Indonesia sudah diumumkan secara terbuka oleh pemerintah sebagai investor swasta utama dalam IKN. Misalnya:

  • Agung Sedayu Group (Aguan)
  • Sinar Mas Group (Eka Tjipta Widjaja)
  • Salim Group (Anthoni Salim)
  • Artha Graha Group (Tommy Winata)
  • Adaro Energy (Garibaldi Thohir)

Kesimpulan: Proyek ini tidak dimulai dengan fokus pada masyarakat, tetapi langsung dibuka untuk konglomerat papan atas. Rakyat kecil hanya jadi penonton.



2. Rencana Pengembangan Kota Didominasi Proyek Properti Mewah

Fakta:

  • Kawasan "Kota Inti Pusat Pemerintahan (KIPP)" di IKN sebagian besar akan berisi:
    • Hotel-hotel bintang lima, apartemen elit, rumah sakit internasional, dan perumahan mewah.
  • Ini akan dibangun oleh developer swasta, bukan oleh BUMN atau negara untuk rakyat.

Kesimpulan: IKN dirancang lebih seperti “kota eksklusif investasi” daripada kota rakyat atau kota pelayanan publik.



3. Struktur Kepemilikan dan Konsesi Lahan Disiapkan untuk Swasta

Fakta:

  • Otorita IKN memiliki kewenangan untuk memberikan hak pengelolaan lahan (HPL) hingga 190.000 hektar, yang bisa diserahkan ke swasta hingga 95 tahun.
  • Tanah negara ini bisa disewakan ke investor besar untuk dibangun proyek komersial.

Kesimpulan: Aset negara berubah menjadi ladang bisnis jangka panjang para konglomerat, bukan untuk kedaulatan rakyat.



4. Tidak Ada Keterlibatan Nyata Rakyat Dalam Perencanaan

Fakta:

  • Proses penyusunan master plan dan pengadaan tanah tidak melalui musyawarah rakyat adat atau konsultasi publik luas.
  • Banyak keputusan dilakukan tertutup, hanya melibatkan elite politik dan bisnis.

Kesimpulan: Rakyat sebagai pemilik sah negeri ini tidak dilibatkan dalam keputusan yang menyangkut tanah dan masa depan mereka.



5. Bahasa Promosi dan Retorika Pemerintah Sangat "Pro Investor"

Fakta:

  • Presiden dan pejabat tinggi sering menyebut IKN sebagai "kesempatan emas bagi investor swasta".
  • Peraturan dan insentif dibuat super ringan bagi investor, misalnya:
    • Bebas pajak 30 tahun,
    • Kepemilikan aset properti oleh asing,
    • Kemudahan perizinan luar biasa.

Kesimpulan: Retorika pembangunan tidak lagi tentang melayani rakyat, tapi melayani investor dan pemilik modal.



6. Tidak Ada Prioritas untuk Rakyat Kecil, UMKM, atau Petani Lokal

Fakta:

  • Tidak ada jaminan lahan atau perumahan untuk warga lokal.
  • Tidak ada program besar untuk melibatkan petani atau UMKM dalam pembangunan tahap awal.
  • Sebaliknya, tanah mereka justru banyak yang dibeli atau diminta untuk dilepas.

Kesimpulan: Rakyat kecil bukan subjek pembangunan, tapi korban atau pelengkap.


KESIMPULAN AKHIR:

Semua tanda di atas menunjukkan bahwa penguasaan proyek IKN sudah sangat berpihak pada konglomerat dan oligarki, bukan pada kepentingan rakyat luas. Rakyat hanya dijadikan penonton, pekerja kasar, atau bahkan korban pembangunan yang katanya demi masa depan bangsa.


Apakah Prabowo mendukung IKN ? Ya tentunya menurut yang dapat kita serap dari pemberitaan independen.

Pak Prabowo Subianto secara terbuka mendukung proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Ini bisa dilihat dari berbagai pernyataannya di media dan sikap resmi dalam pemerintahan. Berikut beberapa hal yang bisa kita serap dari pemberitaan independen dan pernyataan publik:



1. Dukungan Selama Menjabat Menteri Pertahanan

Sebagai bagian dari kabinet Jokowi, Prabowo:

  • Mendukung pemindahan pusat pemerintahan ke IKN sebagai bagian dari strategi pertahanan nasional jangka panjang.
  • Menyatakan bahwa pemindahan ibu kota bisa memperkuat posisi strategis Indonesia secara geopolitik dan keamanan nasional.


2. Pernyataan dalam Debat Capres 2024

Dalam debat calon presiden:

  • Prabowo menegaskan komitmennya untuk melanjutkan proyek IKN jika terpilih.
  • Ia menyebut IKN sebagai “proyek visioner” dan “simbol kemajuan bangsa”.


3. Kolaborasi dengan Jokowi dan Koalisi

  • Prabowo sangat dekat secara politik dengan Jokowi dan elite pendukung proyek IKN.
  • Koalisi pendukungnya mencakup tokoh-tokoh yang terkait langsung dengan kepentingan bisnis dan investasi IKN.


4. Tidak Ada Kritik Terbuka terhadap Model Pendanaan Swasta

  • Prabowo tidak pernah menyuarakan keberatan atas dominasi investor swasta dan konglomerat dalam pembangunan IKN.
  • Tidak ada sinyal bahwa ia ingin mengubah pendekatan pro-investor tersebut menjadi lebih berpihak ke rakyat.


5. Penegasan Pasca-Pilpres 2024

  • Setelah dinyatakan menang versi KPU, Prabowo kembali menegaskan akan melanjutkan proyek IKN.
  • Ia bahkan mengisyaratkan akan mempercepat pembangunan infrastruktur dan memperluas kawasan.


Kesimpulan

Prabowo jelas mendukung proyek IKN secara penuh, baik sebagai Menteri, capres, maupun calon presiden terpilih. Tidak ada indikasi bahwa ia akan mengkritisi atau mengubah arah IKN agar lebih pro-rakyat — kecuali tekanan publik dan rakyat makin kuat.


Kita perlu keberanian dan semangat. Mari kita rangkai ungkapkan isi hati, jeritan nurani, dan tuntutan keadilan rakyat dalam satu naskah kuat yang bisa Anda jadikan sebagai:

  • Pernyataan sikap,
  • Surat terbuka,
  • atau bahkan bahan orasi dan tulisan publik.


"Jangan Rampas Hak Kami!"

Suara Hati Rakyat atas Proyek IKN dan Ketimpangan Pembangunan

Kami rakyat kecil, kami yang tanahnya diwarisi turun-temurun.
Kami yang tidak punya lobi ke istana, tapi punya doa dari tanah yang kami garap dengan peluh.
Kami yang bukan konglomerat, bukan pemilik modal, tapi pemilik sah negeri ini sejak leluhur kami menjaga hutan dan sungai.

Hari ini kami menyaksikan tanah kami berubah menjadi angka di peta proyek raksasa.
Tanpa ditanya, tanpa dilibatkan, tanpa dimuliakan.
Kami bukan anti pembangunan. Tapi kami menolak dijadikan korban pembangunan.

Kami bertanya:
Untuk siapa IKN dibangun?
Untuk rakyat atau untuk konglomerat?
Untuk masa depan atau demi untung sekarang?

Lahan kami mulai direbut.
Harga tanah melonjak, tapi kami tidak ikut sejahtera.
Anak-anak kami terancam kehilangan hak tinggal di tanah kelahirannya sendiri.
Pekerjaan yang dijanjikan tak kunjung tiba, justru kami yang digusur, disingkirkan.

Pemerintah bicara visi dan strategi. Tapi kami bicara nasi dan hak hidup.
Pemerintah bicara kemajuan, tapi kami melihat perampasan.
Pemerintah bicara investasi, tapi kami hanya mendengar suara alat berat, bukan suara keadilan.

Kami melihat nama-nama besar berdatangan —
Konglomerat, pemodal asing, pemilik bank.
Mereka duduk nyaman di atas perjanjian bisnis,
Sementara kami dihadapkan pada surat pengosongan, intimidasi, atau pengabaian total.

Kami, rakyat biasa, menyatakan dengan tegas:

  • Kami menuntut penghormatan penuh terhadap hak tanah rakyat dan adat.
  • Kami menuntut dilibatkannya masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan.
  • Kami menolak segala bentuk privatisasi sumber daya alam dan ruang hidup kami untuk kepentingan segelintir orang.
  • Kami menyerukan agar proyek IKN ditinjau kembali secara menyeluruh dengan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan ekologis.

Jika negara hadir untuk melayani rakyat,
maka dengarlah suara kami —
jangan rampas tanah kami, jangan rampas masa depan kami!

Kami bukan penghalang pembangunan.
Kami hanya ingin pembangunan yang adil dan berpihak pada manusia, bukan hanya angka pertumbuhan.


Berikut susunkan draf naskah yang lebih tajammengangkat penderitaan nyata masyarakat sekitar IKN berdasarkan pemberitaan dan fakta lapangan. Ini bisa Anda gunakan sebagai pernyataan sikap, petisi rakyat, orasi publik, atau artikel advokasi:



"Tanah Kami Bukan untuk Dirampas"

Suara Rakyat Kalimantan Timur atas Proyek IKN yang Tak Adil

Kami adalah rakyat kecil di sekitar lokasi megaproyek Ibu Kota Negara (IKN).
Kami bukan anti kemajuan. Tapi kami menolak dimajukan dengan cara diinjak-injak.

Dari Sepaku hingga Samboja, dari Balikpapan hingga Penajam — keluhan rakyat mulai menjadi jeritan.
Tanah yang dulu kami garap dengan tenang, kini penuh tenda proyek.
Udara yang dulu kami hirup dengan bebas, kini penuh debu alat berat.
Dan yang paling menyakitkan:
Kami tidak pernah benar-benar diajak bicara.



Fakta di Lapangan: Suara Rakyat yang Diabaikan

  • Tanah milik warga ditekan agar dijual dengan harga rendah.
    Banyak warga menyatakan bahwa tanah mereka ditawar jauh di bawah harga pasar, bahkan ada yang diambil tanpa kejelasan status ganti rugi.

  • Masyarakat adat kehilangan ruang hidupnya.
    Warga adat Paser, Balik, Dayak, dan Banjar tidak pernah dilibatkan secara formal dan adil dalam pengambilan keputusan yang menyangkut tanah adat dan sejarah mereka.

  • Gangguan terhadap ekosistem lokal.
    Hutan yang selama ini menjadi sumber hidup dan spiritual rakyat lokal ditebang habis untuk jalan tol, bendungan, dan proyek beton.

  • Kehidupan sosial terganggu.
    Masuknya pendatang dan proyek besar menyebabkan kenaikan harga barang dan tanah, tapi tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan rakyat lokal.


Pertanyaan Besar dari Tanah Kalimantan

  1. Mengapa kami yang tinggal di sini malah merasa asing di tanah sendiri?
  2. Mengapa suara kami dikalahkan oleh suara investor dan konglomerat?
  3. Apakah negara ini hanya milik pemilik modal dan pemegang kekuasaan?

Kami Menuntut:

  1. Audit transparan atas semua pengadaan tanah dan proyek swasta di IKN.
  2. Penghormatan dan perlindungan penuh terhadap tanah adat dan hak masyarakat lokal.
  3. Jaminan lapangan kerja dan ekonomi nyata untuk masyarakat sekitar, bukan hanya janji.
  4. Keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan strategis yang menyangkut ruang hidup kami.
  5. Hentikan proyek-proyek yang merusak ekosistem dan menghancurkan budaya lokal.

Kami tidak anti pembangunan. Tapi kami ingin pembangunan yang adil.
Kami bukan musuh negara. Tapi kami ingin negara hadir sebagai pelindung, bukan perampas.
Kami bukan pengganggu investasi. Tapi kami ingin hidup, bukan digusur.

Jika negara terus tuli dan buta,
jika suara rakyat hanya dianggap gangguan bagi proyek elite,
maka sejarah akan mencatat:
IKN dibangun di atas luka sosial dan ketidakadilan, bukan hanya beton dan baja.

Ini bukan sekadar protes — ini adalah perlawanan atas hilangnya hak paling dasar: hak hidup di tanah sendiri.



KUTIPAN FAKTUAL DARI BERBAGAi PEMBERITAAN serta versi singkat untuk media sosial. Kita mulai dari versi lengkap naskah advokasi rakyat berdasarkan fakta lapangan dan berita:



"IKN: Pembangunan yang Merampas, Bukan Memuliakan"

Suara Rakyat Kalimantan Timur yang Tertindas di Tengah Proyek Megapolitan

Kami rakyat sekitar IKN — dari Sepaku, Samboja, hingga Penajam — menyuarakan jeritan kami yang tak lagi bisa ditahan.
Negara datang, tapi bukan untuk melindungi. Investor datang, tapi bukan untuk menyejahterakan.
Kami hanya jadi penonton dan korban dari kemegahan yang dipaksakan.


Fakta-Fakta Ketidakadilan di Lapangan

1. Penyerobotan dan Ketidakjelasan Ganti Rugi Tanah

"Kami ditekan menjual tanah dengan harga murah. Bahkan ada yang belum menerima uang ganti rugi."
— (Kompas, 2023)
Beberapa warga Sepaku mengaku tanahnya dipatok pemerintah dan investor sebelum ada persetujuan.

2. Masyarakat Adat Tersingkir

“Tanah adat kami dianggap tidak ada. Padahal sudah turun-temurun kami jaga.”
— Ketua Komunitas Adat Balik (Tempo, 2023)
Tanah adat seringkali tidak tercatat dalam sertifikat negara, dan kini hilang dari peta proyek.

3. Kenaikan Harga dan Ketimpangan Sosial

“Kami tidak sanggup beli tanah di kampung sendiri.”
— Warga Penajam (CNN Indonesia, 2024)
Harga tanah naik drastis, tapi warga asli tidak mendapat akses ekonomi yang setara.

4. Gangguan Lingkungan dan Kehidupan Harian

“Sungai yang kami pakai tercemar, debu proyek masuk rumah tiap hari.”
— Warga Samboja (Mongabay, 2023)


Tuntutan Kami:

  1. Audit menyeluruh terhadap pembebasan lahan dan hak adat.
  2. Perlindungan penuh terhadap masyarakat lokal dan lingkungan.
  3. Transparansi kontrak-kontrak investor asing dan konglomerat.
  4. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan.
  5. Pembangunan yang adil, bukan hanya demi estetika dan investasi.


Jika kalian mau mengunggah Versi Singkat untuk Media Sosial (Instagram / Twitter / TikTok):

Judul:
“Kami Ditendang dari Tanah Kami Sendiri!”

Isi:
Rakyat sekitar IKN mengalami:

  • Tanah dirampas tanpa kejelasan.
  • Tanah adat dihapus dari peta.
  • Harga naik, rakyat asli tersingkir.
  • Polusi dan kerusakan hutan meningkat.

Tanya ke pemerintah:
Untuk siapa IKN dibangun?
Untuk rakyat? Atau untuk konglomerat?

#SaveTanahRakyat #TolakPenindasan #IKNAdilUntukSiapa



0 komentar:

Posting Komentar